“Kalau kita mencarinya maka ia tidak datang kepada kita, akan tetapi ia datang kepada kita saat kita meninggalkannya.” Kata-kata Imam Ahmad bin Hanbal kepada pamannya saat dia tidak mengambil sepeserpun dari harta yang diberikan kepadanya oleh para hartawan dermawan Baghdad.

Benar apa yang engkau katakan wahai Imam. Betapa sering kita menguber sesuatu, namun ia semakin menjauh, kita mengejar sesuatu namun ia semakin menghilang, kita menangkap burung terbang namun ia semakin tinggi di awan. Sebaliknya saat kita meninggalkannya dan mengacuhkannya, tidak mempedulikannya dan tidak memikirkannya, ia justru datang dan berada di depan mata.

Adalah al-Mu’tashim al-Abbasi terpengaruh oleh pemikiran Jahmiyah bahwa al-Qur`an adalah makhluk, dia berusaha menanamkan pemikiran ini menjadi akidah bagi masyarakat melalui kekuasaan yang dipegangnya, sebuah pemikiran menyimpang yang lumrah kalau mendapatkan penentangan dari kaum muslimin yang dimotori oleh para ahli ilmu yang bermanhaj lurus yang diotaki oleh Imam Ahmad bin Hanbal, karena kekuasaan yang berbicara maka ia pun berbicara dengan kekerasan, cemeti dan cambuk, penjara dan penahanan, bahkan besi tajam.

Imam Ahmad mendapatkan bagian dari cambukan dan penahanan akibat sikapnya yang kokoh menghadang bid’ah sesat penguasa, beliau didera di depan al-Mu’tashim sampai pingsan, namun Imam tidak bergeser sedikit pun dari keteguhannya, Imam melihat cambukan terhadap dirinya bukan dalam arti cambukan, maka beliau mampu bersabar bukan dengan kesabaran biasa, kalau sekedar kesabaran manusia, niscaya beliau akan bersedih dan mungkin bergeser.

Imam mulia ini meletakkan pada dirinya makna keteguhan sunnah dan keutuhan agama dan bahwa beliau adalah umat seluruhnya bukan lagi seorang yang bernama Ahmad bin Hanbal, kalau beliau bergeser maka kaum muslimin akan bergeser, kalau beliau menerima bid’ah Jahmiyah yang satu ini maka kaum muslimin akan menerima, maka kesabaran beliau adalah kesabaran umat secara utuh bukan kesabaran satu orang, kalau orang-orang itu membelah jasadnya dengan gergaji niscaya mereka tidak mendapatkan apa pun darinya, sebab jasadnya tidak lain kecuali baju dan yang bersangkutan adalah pemikiran itu sendiri.

Akhirnya Allah memenangkan sunnah dan memadamkan bid’ah, fitnah yang mendera Imam berlalu, beliau pulang dan saat itu orang-orang dermawan Baghdad berbondong-bondong membawa berbagai macam harta kepada Imam, namun Imam adalah seorang zahid sejati, beliau tidak mengambil apa pun, tidak sedikit, tidak banyak, padahal beliau membutuhkan sebagian darinya, bahkan lebih sedikit dari sebagian, bahkan lebih sedikit dari yang sedikit.

Paman beliau Ishaq menghitung total harta yang terkumpul, mencapai lima puluh ribu dinar -satu dinar kurang lebih 4 gram- Imam berkata kepada pamannya, “Paman, saya melihatmu sibuk menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat bagimu.” Pamannya menjawab, “Hari ini engkau telah menolak harta dalam jumlah ini dan ini padahal engkau memerlukan satu daniq.” Maka Imam berkata, “Kalau kita mencarinya maka ia tidak datang kepada kita, akan tetapi ia datang kepada kita saat kita meninggalkannya.” Wallahu a’lam.