Al-Sofwa; Meningkatnya kesadaran kaum muslimin akhir-akhir ini untuk kembali merujuk agamanya juga mendorong banyak insitusi atau lembaga perekonomian beramai-ramai melakukan aktivitas perbankan syariah. Kehadiran bank-bak syariah di tengah-tengah masyarakat jelas menjadi jalan keluar atas belitan praktek perbankan ribawi yang telah berlangsung lama.

“Namun juga harus diperhatikan dan disadari jangan sampai hal ini hanya sebagai nama dan jorgan semata tanpa kesesuaian dengan syari’at yang suci dan mulia ini. Karena itulah perlu adanya upaya meluruskan istilah dan nama syari’at tersebut agar benar-benar mewakili syari’at islam yang menjadi rahmat bagi alam semesta,” demikian catatan Ust. Kholid Syamhudi, Lc di acara Studi Kritis Terhadap Perbankan Syariah yang digelar di Masjid Jami’ Al-Sofwa pada Ahad, 25 Desember 2011.

Kritik Terhadap Praktek Perbankan Saat Ini

Pada acara yang dihadiri oleh sekitar 450 lebih hadirin ini Ust. Kholid Syamhudi, Lc menjelaskan bahwa pada umumnya mu’amalat yang dilakukan bank syariat berkisar pada transaksi Wadi’ah, Ijaarah, Al-Qardh (hutang), adh-Dhamaan, al-Wakalah, al-Hiwalah dan syarikat. Sedangkan sebagian lainnya merupakan susunan dari dua atau tiga atau empat dari transaksi-transaksi ini.

Namun demikian ada praktek-praktek perbankan tersebut yang bila dicermati ternyata tidak sejalan dengan syariat Islam. Di antaranya adalah:

a. Penyimpangan atas sistem Wadi’ah (titipan); di mana pada prakteknya akad titipan ini bisa berubah menjadi ‘Ariyah (pinjam meminjam); yaitu penggunaan pihak bank pada uang yang disimpan pada tabungan tersebut untuk kemaslahatannya. Padahal bila melihat kepada tuntunan wadi’ah dalam syariat Islam maka ia tidak keluar secara umum dari perwakilan atau istinaabah dalam menjaga harta. Apabila diizinkan menggunakan dan memanfaatkannya oleh yang dititipi, maka berubah menjadi ‘Ariyah (pinjam meminjam) dan bila yang dititipkan tersebut uang yang akan habis bila digunakan maka ‘Ariayahnya berubah menjadi Qardh (hutang). Bank tidak akan bermaksud menjaga dzat uang tersebut, tapi bermaksud menggunakannya untuk mengembalikan yang semisalnya. Ditambah lagi selama bank diizinkan menggunakan titipan tersebut maka telah hilang keharusan menjaganya karena wadi’ah tersebut hilang dengan digunakan.

Dari sini jelas prinsip dasar wadi’ah tidak dapat diterapkan terhadap tabungan wadi’ah versi perbankan syariah saat ini.

b. Penyimpangan atas sistem Mudharabah. Perbankan syariat yang ada telah mengklaim bahwa mudharabah merupakan asas bagi berbagai transaksi yang mereka jalankan. Baik transaksi antara nasabah pemilik modal dengan perbankan, atau transaksi antara perbankan dengan nasabah pelaku usaha. Akan tetapi, pada penerapannya Bank telah berperan ganda. Status ganda yang diperankan oleh perbankan ini membuktikan bahwa akad yang sebenarnya dijalankan oleh perbankan selama ini adalah akad utang piutang, dan bukan akad mudharabah.

Yang demikian itu karena bila ia berperan sebagai pelaku usaha, maka status dana yang ada padanya adalah amanah yang harus dijaga sebagaimana layaknya menjaga amanah lainnya. Dan amanah dari pemodal ialah mengelola dana tersebut dalam usaha nyata yang akan mendatangkan hasil (keuntungan,) sehingga tidak semestinya bank kembali menyalurkan modal yang ia terima dari nasabah (pemodal) ke pengusaha lain dengan akad mudharabah. Akan tetapi bila ia berperan sebagai pemodal, maka ini mendustakan kenyataan yang sebenarnya, yaitu sebagian besar dana yang dikelola adalah milik nasabah.

Imam an-Nawawi berkata, "Hukum kedua: tidak dibenarkan bagi pelaku usaha (mudharib) untuk menyalurkan modal yang ia terima kepada pihak ke tiga dengan perjanjian mudharabah. Bila ia melakukan hal itu atas seizin pemodal, sehingga ia keluar dari akad mudharabah (pertama) dan berubah status menjadi perwakilan bagi pemodal pada akad mudharabah kedua ini, maka itu dibenarkan. Akan tetapi ia tidak dibenarkan untuk mensyaratkan untuk dirinya sedikitpun dari keuntungan yang diperoleh. Bila ia tetap mensyaratkan hal itu, maka akad mudharabah kedua bathil." (Raudhah ath-Thalibin oleh Imam an-Nawawi 5/132)

Itulah dua di antara banyak praktek yang tidak sejalan dengan syariah Islam di dalam perbankan syariah dewasa ini yang di sampaikan oleh Ust. Kholid Syamhudi. Adapun untuk materi kajian lebih lengkap dapat dilihat di link berikut: Studi Kritis Terhadap Perbankan Syariah. (sd)