Pada dasarnya shalat sunnah sama dengan shalat fardhu, maksudnya hukum-hukum yang berlaku dalam shalat fardhu berlaku pula dalam shalat sunnah. Syarat sah shalat yang berlaku untuk shalat fardhu berlaku untuk shalat sunnah. Rukun-rukun, wajib-wajib dan sunnah-sunnah shalat yang berlaku dalam shalat fardhu berlaku untuk shalat sunnah. Hal-hal yang membatalkan shalat fardhu dan perkara-perkara yang makruh dalam shalat fardhu berlaku dalam shalat sunnah. Jika dalam shalat fardhu disyariatkan sujud sahwi dalam keadaan lupa, demikian juga dalam shalat sunnah. Prinsipnya, hukum-hukum yang terkait dengan tata cara pelaksanaan shalat fardhu berlaku dalam shalat sunnah, bahkan terkadang antara dua shalat, fardhu dan sunnah, tidak memiliki perbedaan kecuali dari sisi niatnya saja.

Sekalipun prinsip dasar di antara shalat fardhu dan sunnah demikian, namun tetap saja di antara keduanya terdapat beberapa sisi hukum yang berbeda, di antaranya:

1- Prinsip shalat fardhu adalah berjamaah, lain halnya dengan shalat sunnah, pada dasarnya dilaksanakan secara munfarid. Jika ada shalat sunnah yang dianjurkan untuk dilaksanakan berjamaah maka hal itu karena adanya dalil shahih yang menganjurkan berjamaah, jika tidak maka shalat sunnah tersebut kembali kepada hukum dasar yaitu dilaksanakan secara munfarid.

2- Shalat fardhu dilaksanakan di masjid, berbeda dengan shalat sunnah, pada prinsipnya ia dilaksanakan di rumah. Jika ada shalat sunnah di masjid atau di tanah lapang maka hal itu karena adanya dalil shahih yang menetapkan demikian.

Dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw bersabda,

اِجْعَلُوا مِنْ صَلاتِكُمْ فِي بُيُوتِكُمْ وَلا تَجْعَلُوهَا قُبُورَا

Jadikanlah sebagian shalat kalian di rumah kalian dan janganlah kalian menjadikannya sebagai kuburan.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Dari Abdullah bin Saad berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw, mana yang lebih utama shalat di rumah atau di masjid? Rasulullah saw menjawab, ‘Lihatlah rumahku, betapa dekat ia dengan masjid, aku shalat di rumahku lebih aku sukai daripada shalat di masjid, kecuali shalat fardhu.” Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Khuzaemah. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib no. 439.

3- Shalat fardhu dengan berdiri di mana ia merupakan salah satu rukunnya, namun untuk shalat sunnah bisa dilakukan dengan duduk sekalipun mampu untuk berdiri.

Muslim meriwayatkan dari Alqamah berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah, ‘Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam dua rakaat yang beliau laksanakan dengan duduk?’ Aisyah menjawab, ‘Beliau membaca, jika beliau hendak ruku’ maka beliau berdiri lalu ruku’.”

Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash bahwa Rasulullah saw bersabda,

صَلاةُ الرَجُلِ قَاعِدا نِصْفُ الصَلاةِ

Shalat seseorang dengan duduk adalah setengah shalat.” Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, an-Nasa`i dan Ibnu Majah.

4- Shalat fardhu tidak dilaksanakan di kendaraan kecuali dalam keadaan dharurat, sementara shalat sunnah boleh dilakukan di kendaraan dengan atau tanpa menghadap kiblat.

Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw shalat di atas punggung kendaraannya ke manapun ia berjalan, beliau memberi isyarat dengan kepalanya, beliau shalat witir di atas kendaraannya. Muttafaq alaihi. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)