Balaghah adalah ucapan singkat, padat, sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga ia dipahami dengan mudah oleh pendengar. Di bidang ini tidak ada yang mengungguli Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, siapa yang memperhatikan sabda-sabda beliau dan memahaminya serta mencamkannya dengan sebaik-baiknya pasti akan mengakui hal itu, bagaimana beliau mampu menyampaikan apa yang beliau ingin sampaikan dengan beragam gaya dan metode bahasa yang mengandung makna mendalam namun mudah dicerna oleh pendengarnya, dan bila beliau memaparkan sesuatu maka pemaparannya tidak tersaingi oleh pemaparan siapa pun.

Salah satu buktinya adalah saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak mengabarkan kepada para sahabat tentang kegembiraan Allah Ta’ala, beliau membuat sebuah potret perumpamaan tentang seorang laki-laki di padang pasir yang sangat luas, dia bersama untanya yang di atas punggungnya adalah makanan dan minumannya, dan itulah kehidupannya, tiba-tiba untanya lepas darinya, dia mencarinya ke sana ke mari namun tidak kunjung menemukannya, akhirnya dia berputus asa, dia pun pasrah menunggu ajal kematian.

Penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menggambarkan perasaan dan keadaan laki-laki tersebut, menunggu ajal kematian, tidak ada lagi harapan untuk menemukan untanya, bahkan lebih dari itu, dia sudah dibekap rasa putus asa dari kehidupan, namun –tanpa pendahuluan- tiba-tiba dia melihat untanya berdiri di depan matanya, dia menemukan kembali hidup yang hampir-hampir melayang, kira-kira bagaimana kebahagiaan laki-laki ini? Kebahagiaan ini bisa jadi merupakan kebahagiaan yang lebih tinggi untuk dibayangkan oleh akal manusia, kebahagiaan seseorang meraih hidupnya kembali setelah sebelumnya dia sendiri tidak mengharapkannya.

Bila dikatakan setelah ini bahwa kebahagiaan Allah lebih besar dari itu, maka kita pun mengetahui bahwa kebahagiaan Allah tidak sejenis dengan kebahagiaan makhluk, karena apa yang digambarkan oleh Nabi shallallu ‘alaihi wa sallam adalah kebahagiaan tertinggi dari makhluk, bila kebahagiaan Allah lebih dari itu, maka bisa dipastikan bahwa ia tidak sama kebahagiaan makhluk, sebaliknya ia adalah kebahagiaan yang sesuai dengan kebesaraNya Ta’ala.

Hadits tentang hal ini di Shahih Muslim dari Anas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih berbahagia dengan taubat seorang hambaNya saat dia bertaubat kepadaNya daripada kebahagiaan salah seorang di antara kalian dengan unta tunggangannya di gurun pasir yang luas, lalu untanya itu lepas dari tangannya, padahal makanan dan minumannya di atas punggungnya, lalu dia berputus asa darinya, dia mendatangi sebuah pohon dan berbaring di bawahnya, dia benar-benar tidak berharap kepada untanya, saat dia sedang demikian, tiba-tiba untanya berdiri di depannya, maka dia segera menyambar tali kekangnya, kemudian dia berkata dengan kebahagiaan yang luar biasa, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanmu.’ Dia salah berbicara karena kebahagiaan yang sangat.” Diriwayatkan oleh Muslim Kitab at-Taubah Bab fil Hadh ala at-Taubah hadits 2747, hadits ini di al-Bukhari secara ringkas Kitab ad-Da’awat Bab at-Taubah hadits 6309.

Contoh lain, saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kasih-sayang Allah kepada hamba-hambaNya, beliau melihat seorang ibu yang keluar dari deretan tawanan perang, di antara darah dan korban yang bergelimpangan, setiap dia menemukan anak kecil maka dia mengambilnya dan menyusuinya, bisa jadi suami dari ibu ini atau saudaranya di antara orang-orang yang menjadi korban perang, sekalipun demikian yang ada di benaknya hanyalah anaknya, manakala dia menemukannya maka dia pun merangkulnya, memangkunya dan menyusuinya.

Sebuah kasih sayang yang sangat tinggi, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mungkin membiarkan peristiwa ini berlalu begitu saja tanpa memberikan nasihat, faidah dan pelajaran bagi umat, maka beliau bertanya kepada para sahabat untuk menarik perhatian mereka terhadap peristiwa tersebut, “Apakah menurut kalian ibu itu akan mencampakkan anaknya ke dalam api?” Mereka menjawab, “Kami melihat bahwa dia tidak melakukan sementara dia mampu untuk tidak melakukan.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang kepada hambaNya daripada ibu itu kepada anaknya.” Hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Adab Bab Rahmatul Walad, hadits 5999 dan Muslim Kitab at-Taubah Bab fi Sa’ati Rahmatillah Ta’ala hadits 2754.

Bila kalian melihat pemandangan kasih sayang yang agung, di mana akal manusia tidak akan menjangkau yang lebih jauh dari itu, maka kita mengetahui bahwa kasih-sayang Allah tidak seperti kasih-sayang makhluk, sebaliknya ia adalah kasih sayang yang sesuai dengan kebesaranNya.

Dengan dua pemaparan tersebut, kaum muslimin bisa dengan sangat gamblang memahami kebahagian dan rahmat (kasih-sayang) Allah. Adakah orang yang mampu menandingi alih-alih mengungguli beliau di bidang ini? Silakan menghadirkan bila Anda adalah orang yang benar.