Dalam Shahihain disebutkan sebuah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam):”Janganlah kalian melebihkan diriku di atas diri para Nabi, karena manusia ini akan pingsan pada hari Kiamat kelak, dan aku adalah orang yang pertama kali siuman. Tiba-tiba aku dapati Musa ‘alaihissalam dalam keadaan berpegang pada salah satu tiang Arsy. Aku tidak tahu, apakah ia siuman sebelum diriku ataukah ia sudah diberi balasan dengan pingsan ketika berada di gunung Thur.” Lafazh (teks) ini adalah milik al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari.

Pada awal kisah orang Yahudi yang wajahnya dipukul oleh seorang sahabat Anshar karena dia (orang Yahudi) mengatakan:”Tidak, demi Dzat yang memilih Musa atas ummat manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Janganlah kalian mengunggulkan diriku di antara para Nabi ‘alaihimussalam.

Hadits senada juga disebutkan dalam Shahihain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di dalamnya beliau bersabda:”Janganlah kalian melebihkan diriku atas Musa ‘alaihissalam …”. lalu hadits tersebut disebutkan secara lengkap.

Yang demikian itu merupakan salah satu bentuk sikap rendah diri dan tawadhu’ Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sekaligus larangan mengutamakan satu Nabi di atas Nabi-Nabi yang lain dengan didasarkan pada kemarahan dan sikap fanatik. Dengan kata lain, yang demikian itu bukan wewenang kalian, Yangberhak melebihkan dan mengunggulkan sebagian mereka atas sebagian yang lain hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Dia pula yang berhak mengangkat sebagian mereka atas sebagian yang lainnya beberapa derajat. Dan hal itu tidak diperoleh hanya berdasarkan pada pendapat semata, tetapi dengan taufiq.

Orang yang berpendapat, bahwa yang demikian itu diungkapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum beliau mengetahui keutamaan dirinya atas NabiNabi yang lain, maka terhadap pendapat tersebut masih terdapat banyak sanggahan. Karena hadits ini diriwayatkan oleh Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma, sedang Abu hurirah radhiyallahu ‘anhu itu tidak berhijrah kecuali pada tahun terjadinya perang Hunain. Sehingga dengan demikian, kecil kemungkinan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui hal tersebut kecuali setelah itu. Wallahu A’lam

Tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan orang yang paling baik, bahkan di antara semua makhluk. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ … {110}

”Kalian adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia….”(QS. Ali-Imron : 110)

Mereka tidak akan sempurna (menjadi ummat terbaik) kecuali karena kemuliaan Nabi mereka. Telah ditegaskan secara mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:

أناسيد ولد آدم يوم القبامة ولا فخر)) ((

”Aku adalah pemuka anak cucu Adam pada hari Kiamat dan bukan (sedang) menyombongkan diri.”

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan pengkhususan dirinya dengan kedudukan yang terpuji yang sangat diharapkan oleh orang-orang yang pertama sampai orang-orang yang terakhir, yang tidak diperoleh oleh para Nabi dan Rasul, bahkan sampai Ulul ‘Azmi sekalipun, (yaitu) Nuh, Ibrahim, Musa dan ‘Isa bin Maryam ‘alaihimussalam

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:” Aku adalah orang yang pertrama kali sadarkan diri. Tiba-tiba aku dapati Musa ‘alaihissalam dalam keadaan berpegang pada salah satu tiang Arsy. Aku tidak tahu, apakah ia siuman sebelum diriku ataukah ia sudah diberi balasan dengan pingsan ketika berada di gunung Thur.” menunjukkan bahwa ketidaksadaran diri (pingsan) itulah yang akan dialami ummat manusia pada hari Kiamat kelak, ketika Rabb (Allah) menampakkan diri di hadapan hamba-hamba-Nya. Maka, mereka langsung pingsan karena kewibawaan, keagungan serta keperkasaan-Nya. Lalu, yang pertama kali sadar adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, penutup para Nabi, pilihan Rabb Pemelihara langit dan bumi di antara para Nabi lainnya. Dan, ternyata dia mendapatkan Musa ‘alaihissalam sudah berpegang pada tiang Arsy.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Aku tidak tahu, apakah dia pingsan dan sadarkan diri sebelum diriku.” Artinya, Musa ‘alaihissalam hanya pingsan ringan saja, karena beliau telah merasakannya di dunia, yakni ketika pingsan di bukit Thursina. Dengankata lain, dia tidak peingsan secar atotal.

Pada yang demikian itu terdapat kemuliaan besar bagi Musa ‘alaihissalam. Namun demikian, tidak mengharuskan pengunggulan dirinya secara mutlak dari segala sisi. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kemuliaan dan keutamaan Musa ‘alaihissalam edngan sifat tersebut. Ketika seorang muslim memukul wajah seorang Yahudi yang mengatakan :”Demi Rabb yangmelebihkan Musa ‘alaihissalam atas ummat manusia.” maka sesungguhnya dalam diri orang-orang yang menyaksikan hal itu terdapat penghormatan pada diri Musa ‘alaihissalam. Dengan demikian, beliau telah menjelaskan keutamaan dan kemuliaan Musa ‘alaihissalam. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

قَالَ يَامُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاَتِي وَبِكَلاَمِي…{144}

” Allah berfirman:”Hai Musa sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku,…” (QS. Al-A’raaf: 144)

Maksudnya, pada masa itu dan bukan pada masa sebelumnya, karena Ibrahim ‘alaihissalam lebih utama darinya, sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan kisah Ibrahim ‘alaihissalam. Tidak juga masa sesudahnya, karena Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lebih utama dari keduanya, sebagaimana kemuliaan beliau pernah tampak pada malam Isra’ di atas seluruh para Rasul dan Nabi. Sebagaimana juga ditegaskan bahwa beliau pernah bersabda:” Aku akan menempati suatu kedudukan yang disukai oleh semua makhluk samapai Ibrahim sekalipun.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

…. فَخُذْ مَآءَاتَيْتًكَ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ {144}

” ….Sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur…” (QS. Al-A’raaf: 144)

Yaitu, ambillah risalah dan firman yang telah Aku karuniakan kepadamu, dan janganlah engkau meminta tambahan, dan bersyukurlah atas semuanya itu. Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَكَتَبْنَا لَهُ فِي اْلأَلْوَاحِ مِن كُلِّ شَيْءٍ … {145} .

” Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu….” (QS. Al-A’raaf: 145)

Alwah itu terbuat dari batu permata yang sangat berharga. Dan, dalam hadits shahih disebutkan, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menuliskan baginya kitab Taurat dengan tangan-Nya sendiri. Di dalamnya terdapat berbagai macam nasihat dan perintah tentang meninggalkan semua perbuatan dosa, di samping penjelasan rinci tentang halal dan haram yang dibutuhkan oleh orang banyak.

…. فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ … {145}

” …Berpeganglah kepadanya dengan teguh ….” (QS. Al-A’raaf: 145)

Yakni, dengan kemauan keras dan niat yang tulus lagi kuat.

…. وَأْمُرْقَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُوْرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ {145}

” …Dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya ….” (QS. Al-A’raaf: 145)

Yaitu, hendaklah mereka menjalankannya dengan sebaik-baiknya

…. سَأُوْرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ {145}

” …Nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.” (QS. Al-A’raaf: 145)

Maksudnya, kalian akan menyaksikan akibat orang-orang yang menetang perintah-Ku dan menolak berbuat taat, serta mendustakan para Rasul-Ku.

سَأَصْرِفُ عَنْ ءَايَاتِي … {146} .

”Aku memalingkan ….” (QS. Al-A’raaf: 146)

Maksudnya, menghalanginya dari pemahaman, penghayatan, dan pengertian makna yang diinginkan dan ditunjukkan tuntutannya.

…. الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِن يَرَوْا كُلَّ ءَايَةٍ لاَيُؤْمِنُوا بِهَا …{146}

” …Orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak berfirman kepadanya. ….” (QS. Al-A’raaf: 146)

Maksudnya, meskipun mereka sudah menyaksikan berbagai kejadian aneh dan mukjizat, mereka tidak tertarik untuk mengikutinya.

…. وَإِن يَرَوْا كُلَّ ءَايَةٍ لاَيُؤْمِنُوا بِهَا وَإِن يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لاَيَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً … {146}

” …Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tak mau menempuhnya. ….” (QS. Al-A’raaf: 146)

Yakni, tidak mau menempuh dan mengikutinya.

… وَإِن يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِئَايَاتِنَا … {146}

” … Tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, maka mereka menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami ….” (QS. Al-A’raaf: 146)

Maksudnya, Kami (Allah) memalingkan mereka dari hal itu karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan karena sikap mereka yang mengabaikannya serta penolakan untuk membenarkannya (mengimaninya), juga keengganan mereka untuk mengamalkan berbagai tuntunannya.

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِئَايَاتِنَا وَلِقَآءِ اْلأَخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلاَّ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ {147}

”Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raaf: 147)

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi, Syaikh ‘Ied bin Salim al-Hilali edisi terjemah Pustaka Imam Syafi’i hal 199-204. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)