Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan al-Qur’an kepada Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagai petunjuk bagi manusia. Turunnya al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menjelaskan kedudukannya (kedudukannya yang tinggi) bagi penghuni langit dan bumi. Pertama kali al-Qur’an turun (sekaligus secara lengkap/utuh) pada malam lailatul Qodar yang hal itu merupakan pemberitahuan kepada penghuni langit yang terdiri dari para Malaikat tentang kemuliaan ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ummat ini telah dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan risalah yang baru (bukan dengan risalah Nabi Isa ‘alaihissalam) agar mereka menjadi ummat paling baik yang dikeluarkan untuk manusia. Sedangkan turunnya al-Qur’an yang kedua dengan cara bertahap (sesuai dengan peristiwa tertentu) berbeda dengan turunnya kitab-kitab samawi terdahulu, sangat mengejutkan dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahasia di balik itu berupa hikmah dan rahasia Ilahi. Maka tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima risalah yang besar ini dengan sekaligus, dan dengannya kaumnya merasa puas dan menerima ditambah lagi keadaan mereka yang keras kepala dan sombong. Maka dari itu wahyu turun secara berangsur-angsur untuk mengokohkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, menghibur hati beliau, dan secara bertahap (dalam menurunkan hukum) beriringan dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan agama, dan mencukupkan nikmat-Nya.

Turunnya Al-Qur’an secara utuh (sekaligus)

Alllah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ …{185}

” Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…” (QS. Al-Baqarah:185)

إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ {3}

” Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhaan: 3)

إنَّآ أَنْزَلْناَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ {1}

” Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan (lailatul Qadar).” (QS. Al-Qadar: 1)

Tidak ada kontradiksi antara ketiga ayat di atas, maka malam yang diberkahi adalah malam lailatul qadar di bulan Ramadhan. Hanya saja secara zhahir (seolah-olah) ketiga ayat tersebut bertentangan dengan realitas/kenyataan yang terjadi dalam kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana al-Qur’an turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selama dua puluh tiga (23) tahun.

Madzhab Ulama dalam Masalah ini

Dalam masalah turunnya al-Qur’an para ulama terbagi menjadi dua pendapat yang inti pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

Madzhab/Pendapat pertama : Yaitu pendapat yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas dan dianut oleh Jumhur Ulama, bahwa yang dimaksud dengan nuzulul Qur’an (turunnya al-Qur’an) dalam ketiga ayat di atas adalah turunnya secara utuh/sekaligus ke Baitul ‘Izzah di langit dunia sebagai bentuk pengagungan terhadap al-Qur’an di hadapan para Malaikat-Nya. Kemudian diturunkan (secara bertahap) kepada Rasulullah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam waktu dua puluh tiga tahun sesuai dengan kejadian dan peristiwa-persitiwa yang terjadi semenjak diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampi beliau wafat, yang mana beliau tinggal di Mekah setelah diutus menjadi Nabi selama tiga belas tahun dan di Madinah setelah hijrah adalah sepuluh tahun. (Sebagian ulama memperkirakan bahwa waktu turunnya al-Qur’an adalah dua puluh tahun, dan yang lain mengatakan dua puluh lima tahun, hal ini dikarenakan perbedaan mereka dalam masalah lama tinggalnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam –setelah menjadi Nabi- di Mekah, apakah tiga belas tahun, atau sepuluh tahun, atau lima belas tahun? yang mana mereka bersepakat bahwa tinggalnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah setelah hijrah adalah sepuluh tahun. Dan yang tepat adalah pendapat yang pertama (13 tahun), lihat al-Itqon karya Imam as-Suyuthi rahimahullah).

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:

(( بُعِثَ رسول الله صلى الله عليه وسلم لأربعين سنة فمكث بمكة ثلاث غشرة سنة يُوحَى إليه، ثم أُمر بالهجرة عشر سنين ،ومات وهو ابن ثلاث وستين)) ررواه البخاري

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus (menjadi Nabi) selama empat puluh tahun, maka beliau tinggal di Mekah selama tiga belas tahun dan diturunkan kepada beliau wahyu, kemudian diperintah untuk hijrah (dan tinggal di Madinah) sepuluh tahun dan beliau meninggal sedangkan umur beliau enam puluh tiga tahun.” (HR. Imam al-Bukhari).

Dan pendapat ini adalah pendapat yang berdasar pada riwayat-riwayat yang shahih dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma dalam beberapa riwayat di antaranya :

1. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:”Al-Qur’an diturunkan sekaligus (secara utuh) ke langit dunia pada malam lailatul qadar, kemudian setelah itu diturunkan (secara bertahap) selama dua puluh tahun. Lalu beliau membaca:

وَلاَيَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاَّجِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا {33}

” Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu perumpamaan, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.”(QS. Al-Furqoon: 33)

وَقُرْءَانًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً {106}

” Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106). (HR. Imam al-Hakim dan al-Baihaqi rahimahumallah)

2 .Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:”Al-Qur’an dipisahkan dari Adz-Dzikr, lalu dia diletakkan di Baitul ‘Izzah di langit dunia, lalu Jibril ‘alaihissalam memulai menurunkannya (secara bertahap) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. ”(HR. Imam al-Hakim rahimahullah)

3 .Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:”Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia secara gradual. Lalu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkannya kepada Rasul-Nya bagian demi bagian.” (HR. Imam al-Hakim dan al-Baihaqi rahimahumallah)

4 . Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:”Al-Qur’an diturunkan pada malam lailatul Qadar pada bulan Ramadhan sekaligus, lalu diturunkan secara bertahap.”(HR. Imam ath-Thabrani rahimahullah)

Madzhab/Pendapat kedua :Yaitu yang diriwayatkan dari asy-Sya’bi rahimahullah bahwa yang dimaksud dengan turunnya al-Qur’an pada tiga ayat di atas adalah permulaan turunnya al-Qur’an adalah pada malam lailatul Qodar di bulan Ramadhan, yang malam itu merupakan malam yang diberkahi, kemudian sesudah itu turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa dan kejadian yang mengiringinya selama dua puluh tiga tahun. Dengan demikian, maka al-Qur’an hanya memiliki satu macam cara turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu turun secara bertahap, karena inilah yang dinyatakan oleh al-Qur’an:

وَقُرْءَانًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً {106}

” Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106).

Dan kaum musyrikin yang diberitahu bahwa kitab-kitab samawi terdahulu diturunkan sekaligus mendebat dalam masalah ini dengan berkata:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلاَ نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلاً {32} وَلاَيَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاَّجِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا {33}

” Berkatalah orang-orang kafir:”Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu perumpamaan, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. .”(QS. Al-Furqoon: 32-33)

Keistimewaan bulan Ramadhan dan lailatul Qodar yang merupakan malam penuh berkah tidak akan tampak kecuali kalau yang dimaksudkan dengan tiga ayat di atas adalah turunnya al-Qur’an kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ini sesuai dengan apa ada dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perang Badar:

… وَمَآأَنزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ {41}

”…Dan (beriman) kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfaal: 41)

Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan, dan hal ini diperkuat pula dengan apa yang diyakini oleh para ulama muhaqiq (peneliti) dalam hadits tentang permulaan turunnya wahyu, dari ‘Aisyah radhiyallahu’anhuma:

أول ما بدئ به رسول الله – صلى الله عليه وسلم – من الوحي الرؤيا الصادقة في النوم ، فكان لا يرى رؤيا إلا جاءت مثل فلق الصبح ، ثم حبب إليه الخلاء ، فكان يخلو بغار حراء فيتحنث فيه الليالي ذوات العدد إلى أهله ، ويتزود لذلك ، ثم يرجع إلى خديجة فتزوده لمثلها ، حتى فاجأه الحق ، وهو في غار حراء ، فجاءه الملك ، فقال : اقرأ . فقال : ” ما أنا بقارئ ” . قال : ” فأخذني فغطني حتى بلغ مني الجهد ، ثم أرسلني ، فقال : اقرأ . فقلت : ما أنا بقارئ . فأخذني ، فغطني الثانية حتى بلغ مني الجهد ، ثم أرسلني فقال : اقرأ . فقلت : ” ما أنا بقارئ فأخذني فغطني الثالثة حتى بلغ مني الجهد ، ثم أرسلني ، فقال : اقرأ باسم ربك الذي خلق خلق الإنسان من علق اقرأ وربك الأكرم الذي علم بالقلم علم الإنسان ما لم يعلم [ العلق : 1-5 ]

” Permulaan wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mimpi yang benar di dalam tidur. Beliau tidaklah bermimpi melainkan akan menjadi kenyataan seperti terangnya cahaya subuh. Kemudian beliau senang menyendiri. Beliau sering menyendiri di Gua Hira dan beribadah di sana, yakni beribadah beberapa malam, kemudian kembali kepada keluarga beliau, dan mengambil bekal untuk itu. Kemudian beliau pulang kepada Khadijah dan mengambil bekal seperti itu pula, maka datanglah kepada beliau kebenaran ketika beliau ada di Gua Hira, datanglah malaikat seraya berkata, ‘Bacalah!’ Beliau berkata, ‘Sungguh saya tidak dapat membaca. Ia mengambil dan mendekap saya sehingga saya lelah. Kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, ‘Bacalah!’ Maka, saya berkata, ‘Sungguh saya tidak dapat membaca:’ Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang kedua kalinya, kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, ‘Bacalah!’ Maka, saya berkata, ‘Sungguh saya tidak bisa membaca’ Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang ketiga kalinya, kemudian ia melepaskan saya. Lalu ia membacakan, “Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq. Khalaqal insaana min’alaq. Iqra’ warabbukal akram. Alladzii ‘allama bil qalam. ‘Allamal insaana maa lam ya’lam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Maka sesungguhnya para Muhaqiq dari kalangan pensyarah (yang menjelaskan makna) hadits menyatakan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diangkat menjadi Nabi dengan mendapatkan mimpi yang benar pada bulan lahirnya yaitu Rabi’ul Awwal dalam masa enam bulan.Kemudian diwahyukan kepada beliau dalam kondisi sadar pada bulan Ramadhan dengan firmannya:”اقرأ”. dengan demikian nash-nash tersebut menunjukkan pada satu makna. (Bersambung Insayaa Allah….)

(Sumber :”Mabahits fii ‘Ulumil Qur’an” karya Syaikh Manna’ al-Qaththan cet. Maktabah al-Ma’arif, Riyadh hal 100-103 diterjemahkan oleh Abu Yusuf Sujono)