قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:’barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka’”

Takhrij Hadits

Hadits ini adalah hadits mutawatir dari sahabat Abu Hurairah, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Jabir, Ibnu Abbas dll radhiyallahu ‘anhum, yang diriwayatkan oleh :

Imam al-Bukhari dalam Jami’ush Shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
Imam Muslim dalam Muqadimmah Shahih Muslim

Imam Tirmidzi dalam al-Jami’

Imam Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud

Imam Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah

Imam Ad-Darimi dalam Sunan ad-Darimi

Imam Nawawi (Syarh Shahih Muslim) berkata:”Ini adalah hadits yang agung yang berada pada puncak keshahihannya”.Dan dikatakan bahwa hadits tersebut adalah mutawatir, Abu Bakar al-Bazzar di dalam musnadnya mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam oleh sekitar 40 orang Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Imam Abu Bakar ash-Shoirofi (Syarh Risalah asy-Syafi’i) rahimahumallah menghikayatkan :”Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 60 Shabat secara marfu’”. Ibnu Mandah menyebutkan bahwa jumlah perawi hadits ini sampai 87 kemudian beliau berkata dan selain mereka. Sebagian huffadz menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan dari 72 Shahabat dan termasuk di dalamny adalah 10 Shahabat yang dijanjikan masuk surga.

Al-Hafidz Ibnu hajar dalam fathul bari berkata:”Ibnul Jauzi mengumpulkan jalur periwayatan hadits ini dalam muqadimmah kitab beliau al-Maudhu’at lebih dari 90 jalur, demikianla yang diyakini Ibnu Duhyah.

Pemahaman hadits yang benar ;

Makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:”maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka”, para ulama berkata:”maknanya hendaklah tinggal, atau hendaklah menjadikan tempat tinggalnya di neraka”. Al-Khathabi berkata:” asal katanya adalah mabaa’atu al-ibil artinya tempat tinggal onta. Kemudia dikatakan bahwa perkataan Nabi di atas adalah do’a dengan lafadz berita, yang artinya,’semoga Allah menempatkannya di neraka.men gambil

Dusta adalah mengabarkan tentang sesuatu yang berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya, baik sengaja ataupun lupa, inilah madzhab Ahli Sunnah. Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam syarh Shahih Muslim:”Ketahuilah bahwa hadits ini mengandung beberapa faidah dan kaidah:Pertama, menetapkan madzhab Ahli Sunnah, bahwa dusta mencakup pemberitaan dari orang yang sengaja atau lupa, dengan berita yang berbeda dengan kenyataan. Kedua, kerasnya larangan berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi seseorang tidak kafir karena hal ini, kecuali kalau dia menghalalkannya (berdusta atas nama Nabi). Dan inilah madzhab yang terkenal di kalangan ulama. Ketiga, Sesungguhnya tidak ada beda antara berdusta atas nama beliau dalam masalah hukum, atau dalam masalah yang tidak ada hukum di dalamnya, seperti Targhib dan Tarhib, nasehat dan lain-lain, maka semuanya haram dan termasuk dosa besar.

Pemahaman yang keliru tentang Hadits ini

Al-Mu’alimi berkata dalam kitab al-Anwar al-Kasyifah:”Terdapat sekelompok orang dari golongan orang bodoh dan sesat, yan berpegang kuat dengan kata” علي/ atas kami” maka dia berkata:”Kami berdusta untuk beliau bukan atas beliau”.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam fathul bari berkata:”Telah tertipu sekelompok orang dari kalangan orang-orang bodoh, maka mereka membuat hadits-hadits palsu dalam Targhib dan Tarhib dan mereka berkata:”Kami tidak berdusta atas nama beliau, akan tetapi kami melakukan hal itu (membuat hadits palsu) untuk menguatkan syariat beliau”. Dan mereka tidak tahu bahwa kedustaan mereka atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kedustaan atas nama Allah, karena sesungguhnya hal itu adalah, menetapkan hukum syariat baik itu berupa mewajibkan atau mensunahkan, demikian juga mengharamkan dan memakruhkan.

Imam Nawawi rahimahullah berkata:”Tidak ada beda di dalam pengharaman berdusta atas nama beliau dalam masalah hukum, atau dalam masalah yang tidak ada hukum di dalamnya, seperti Targhib dan Tarhib, nasehat dan lain-lain, maka semuanya haram dan termasuk dosa besar dan sesuatu yang paling buruk berdasarkan ijma’ kaum muslimin yang mereka diperhitungkan ijma’ mereka, berbeda dengan karamiyah (sebuah golongan yang menyimpang) yang mereka mengira bahwa bleh membuat hadits palsu dalam masalah targhib dan tarhib. Hal ini diikuti oleh orang-orang bodoh yang menisbatkan diri kepada zuhud, atau menisbatkan kepada kepbodohan sepertinya. Dan syubhat mereka adalah kalimat tambahan dalam hadits di riwayat yang lain:”Barang siapa berdusta atas namaku untuk menyesatkan manusia maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka”. Maka mereka mengira bahwa yang mereka lakukan adalah kebohongan untuk beliau, bukan atas nama beliau. Inilah yang di jadikan dalil oleh mereka, puncak kebodohan dan kelalaian, dan ini adalah bukti yang jelas yang menunjukkan akan jauhnya mereka dari pengetahuan terhadap kaidah syariat. Maka mereka telah menggabungkan dalam diri mereka kesalahan-kesalahan dalam akal mereka yang lemah dan otak mereka yang rusak.

Maka mereka menyelisihi firman Allah Ta’ala:

وَلاَتَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً {36}

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tantangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabnya”.(Al-Israa’:36)

Dan menyelisihi ketegasan hadits yang mutawatir di atas dan hadits-hadits masyhur tentang larangan membuat persaksian palsu atau dusta. Mereka juga menyelisihi kesepakatan/ijma’ ulama dan dalil-dalil pasti tentang haramnya berdusta atas nama seseorang, lalu bagaimana kalau berdusta atas nama orang yang perkataannya adalah syariat, dan ucapannya adalah wahyu?. Maka apabila di lihat maka perkataan mereka adalah bentu kedustaan atas nama Allah.

Dan yang paling mengherankan adalah perkataan mereka:”ini adalah kedustaan untuk (membela beliau). Maka ini adalah bentuk kebodohan mereka terhadap bahasa Arab dan ungkapan syariat, maka semuanya (yang mereka lakukan) adalah kedustaan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Adapun hadits yang dijadikan dalil dan dipegang oleh mereka, maka dijawab oleh ulama bahwa tambahan “untuk menyesatkan manusia dalam riwayat lain adalah tambahan yang batil, dan hal itu disepakati oleh seluruh hafidz. Dan tidak diketahui satupun jalur yang shahih dari tambahan dalam hadits tersebut. Wallahu A’lam

(Diterjemahkan secara ringkas dari kitab: Tashihul Akhtho wal Mafahim, Raaid bin Shabri.Hal.65-70.Abu Yusuf Sujono)