Madzhab ketiga: Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia pada dua puluh tiga kali malam kemuliaan/lailatul qadar (atau dua puluh atau dua puluh lima lailatul qadar, sesuai dengan perbedaan pendapat yang terdahulu tentang lamanya Rasul tinggal di Makkah), yang pada setiap malamnya selama malam-malam lailatul qadar itu ada yang ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk diturunkan setiap tahunnya. Dan jumlah untuk masa satu tahun penuh itu kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sepanjang tahun. Madzhab ini adalah hasil ijtihad sebagian mufassir (ahli tafsir), Pendapat ini tidak mempunyai dalil.

Adapun madzhab kedua yang diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, dengan dalil-dalil yang shahih dan dapat diterima, tidaklah bertentangan dengan madzhab pertama yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma;

Pendapat yang kuat ialah; Al-Qur’an Al-Karim itu diturunkan dua kali:

Pertama: Diturunkan sekligus pada lauhul mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia.

Kedua: Diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.

Imam al-Qurthubi rahimahullah menukil riwayat dari Muqatil bin Hayyan rahimahullah tentang adanya ijma’ akan turunnya al-Qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma menafikan adanya kontradiksi antara ketiga ayat di atas berkenaan dengan turunnya al-Qur’an dan fakta kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Al-Qur’an itu memang turun selama dua puluh tiga tahun di bulan-bulan selain Ramadhan. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, dia pernah ditanya ‘Athiyyah bin bin al-Aswad, katanya, “Dalam hatiku ada keraguan tentang firman Allah, (yang artinya): ‘Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) pada (malam) lailatul qadr’ Padahal al-Qur’an itu ada yang diturunkan pada bulan Syawwal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar dan Rabi’ul Awwal.” Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma menjawab:”Al-Qur’an itu diturunkan pada lailatul qadr sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur, sedikit demi sedikit dan terpisah-pisah serta perlahan-lahan di sepanjang bulan dan hari.” (hadits diriwayatkan Ibnu Mardawaih dan al-Baihaqi dalam kitab al-Asma wa ash-Shifat)

Para ulama mengisyaratkan, hikmah dari hal itu ialah demi menyatakan kebesaran al-Qur’an dan kemuliaan orang yang diturunkan kepadanya al-Qur’an (Nabi). Imam as-Suyuthi rahimahullah berkata:”Dikatakan bahwa rahasia diturunkannya al-Qur’an sekaligus ke langit dunia adalah untuk memuliakan orang yang kepadanya al-Qur’an diturunkan; memberitahukan kepada penghuni tujuh langit bahwa al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul terakhir demi kemuliaan ummat manusia. Kitab itu kini telah di ambang pintu dan akan segera diturunkan kepada mereka. Seandainya tidak ada hikmah Ilahi yang menghendaki disampaikan al-Qur’an kepada mereka secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi, tentulah ia diturunkan ke bumi sekaligus seperti halnya kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala membedakannya dari kitab-kitab yang sebelumnya, maka dijadikannyalah dua ciri tersendiri, diturunkan secara sekaligus, kemudian diturunkan secara bertahap, untuk menghormati orang yang menerimanya.”

As-Sakhawi rahimahullah mengatakan dalam Jamal Al-Qurra’:”Turunnya al-Qur’an ke langit dunia sekligus itu menunjukkan suatu penghormatan kepada Bani Adam (manusia) di hadapan para Malaikat, serta pemberitahuan kepada mereka akan perhatian Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rahmat-Nya kepada manusia. Dalam pengertian inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan tujuh puluh ribu Malaikat untuk mengawal surat al-An’am, (sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Abu Ubaid dalam Fadha’il Al-Qur’an), dan dalam pengertian ini pula Allah memerintahkan Jibril ‘alaihissalam agar mendiktekannya kepada para Malaikat pencatat yang mulia, menuliskan dan membacakannya kepadanya” (Lihat al-Itqan)

Madzhab keempat: Ada juga sebagian ulama yang berpandangan bahwa al-Qur’an turun pertama-tama secara berangsur-angsur ke Lauhul Mahfuzh berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):”Tidak lain ia adalah al-Qur’an yang mulia, di Lauhul Mahfuzh.” Kemudian setelah itu ia turun dari Lauhul Mahfuzh turun serentak seperti itu ke Baitul Izzah. Selanjutnya, ia turun sedikit demi sedikit. Dengan demikian, ini berarti turun dalam tiga tahap.

Dan, hal ini tidak bertentangan dengan sebelumnya yang telah kami tarjihkan (kuatkan). Bagaimanapun juga al-Qur’an al-Karim sudah ada di Lauhul Mahfuzh meliputi semua urusan ghaib yang sudah ditetapkan di dalamnya. Dan, al-Qur’an turun sekaligus turun dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di lagit dunia –sebagaimana riwayat Ibnu Abbas- pada Lailatul Qadr, malam yang penuh berkah di bulan Ramadhan. Sebab, tidak ada yang menghalangi turunnya al-Qur’an langsung sekaligus, dimulai dari turunnya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara berangsur-angsur dalam satu malam. Dengan demikian, tidak ada pertentangan di antara berbagai pendapat ini jika dikecualikan madzhab yang ketiga yang tidak ada dalilnya.

(Sumber: Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, pustaka al-Kautsar hal 128-130)