Sebagaimana kita ketahui bahwa hadits Mursal menurut ahli hadits adalah :

“Hadits yang di akhir sanadnya terdapat rawi setelah tabi’in yang gugur”

Itu adalah definisi dari hadits Mursal.

Hukum Hadits Mursal dan Hukum Berhujjah Dengannya
Dari segi asal, hadits Mursal adalah hadits dha’if dan tertolak, karena kurangnya salah satu syarat shahihnya hadits, yaitu tersambungnya sanad dan juga dikarenakan tidak diketahuinya sosok dan keadaan rawi hadits yang gugur. Karena dimungkinkan bahwa rawi yang gugur (tidak disebutkan) bukanlah seorang shahabat. Oleh karenanya dimungkinkan dalam keadaan seperti ini hadits tersebut dha’if (lemah).

Tapi para ulama dari kalangan ahli hadits dan yang lainnya berbeda pendapat tentang menjadikannya hadits Mursal sebagai hujjah. Itu dikarenakan karena terputusnya sanad pada jenis ini berbeda dengan terputusnya sanad dari jenis-jenis yang lain. Karena rawi yang gugur dalam sanad ini kebanyakan adalah seorang shahabat, dimana para shahabat semuanya adalah orang-orang yang baik dalam beragama (‘adil), jadi walaupun tidak diketahui sosoknya tidak mengapa.

Secara umum ada tiga pendapat dari kalangan para ulama tentang boleh tidaknya berhujjah dengan hadits Mursal, yaitu :

Pendapat pertama : menyatakan bahwa hadits Mursal adalah hadits yang lemah dan tertolak. Ini menurut kebanyakan para ahli hadits dan sebagian besar ulama ahli fiqh dan ushul fiqh. Hujjah atau alasan mereka adalah tidak diketahuinya sosok rawi yang digugurkan pada sanad, dimana dimungkinkan bahwa rawi yang digugurkan adalah bukan seorang shahabat.

Pendapat kedua : menyatakan bahwa hadits Mursal adalah hadits yang shahih dan bisa dijadikan hujjah. Ini adalah pendapat imam yang tiga yaitu : Abu Hanifah, Malik dan Ahmad menurut riwayat yang masyhur dari beliau, juga ini adalah pendapat sebagian ulama yang lainnya. Namun dengan syarat rawi yang melakukan irsal (tabi’in yang menisbatkan hadits langsung kepada Nabi tanpa menyebut shahabat-penj) adalah rawi yang tsiqoh (terpercaya).
Hujjah dan alasan mereka adalah bahwa seorang tabi’in yang terpercaya tidak mungkin mengatakan bahwa Rasulullah bersabda begini, kecuali setelah mendengar hadits dari orang yang tsiqoh.

Pendapat ketiga : menyatakan bahwa hadits Mursal bisa menjadi shahih dan diterima dengan syarat-syarat. Ini menurut Imam Syafi’I dan sebagian ulama.
Syarat-syarat tersebut ada empat, yaitu :
1. Al-Mursil (tabi’in yang menisbatkan hadits langsung kepada Nabi tanpa menyebut shahabat-penj) adalah salah seorang tabi’in yang senior (kibar tabi’in)
2. Apabila al-Mursil menyebutkan tentang rawi (yang namanya tidak ia sebutkan dan ia mengambil hadits darinya) maka al-Mursil menyebutkan nama rawi yang tsiqoh.
3. Al-Mursil adalah seorang rawi yang hafalannya kuat dan sempurna, dimana apabila dia meriwayatkan hadits bersama para rawi yang tsiqoh dan hafalannya kuat, maka riwayatnya tidak berbeda dengan mereka.
4. Dari tiga syarat di atas, harus ada salah satu dari poin-poin berikut :

  • Hadits tersebut diriwayatkan dari jalan lain secara tersambung (kepada Nabi)
  • Atau hadits tersebut diriwayatkan dari jalan yang lain secara mursal juga, namun bukan melalui jalan perawi mursal pada jalan hadits yang pertama.
  • Hadits Mursal tersebut sesuai dengan pendapat salah seorang shahabat
  • Terdapatnya banyak para ulama yang mengambil kandungan hadits Mursal tersebut.

(Abu Maryam Abdusshomad, diambil dari : Taisir Musthalah Hadits oleh Dr. Mahmud Thahhan )