Kesepuluh, menahan diri

Akad telah terjadi, putri Anda telah menentukan pilihannya, keduanya telah sah menjadi suami istri, memulai membangun kebahagiaan, merajut benang ketenteraman dan mengarungi bahtera kedamaian. Bila semua itu sudah terjadi maka hendaknya Anda bisa menahan diri dengan tidak mencampuri segala urusan dalam negeri putri Anda dengan pasangannya. Biarkan dia dan pasangannya belajar dan terdidik oleh segala bentuk problematika kehidupan suami istri. Biarkan keduanya lebih dewasa dengan lebih banyak makan asam garam kehidupan rumah tangga. Biarkan keduanya lebih matang dengan mengantongi jam terbang lebih banyak dalam perkara penak-pernik jalinan bani Adam dan binti Hawa. Anda cukup memandang dari kejauhan, memperhatikan dengan perenungan dan melihat dengan kejernihan pikiran, siapa tahu dengan itu Anda menemukan sesuatu yang bisa Anda sumbangkan, ya Anda sumbangkan, untuk mereka berdua, siapa tahu hal tersebut membantu.

Beberapa rumah tangga mengalami keruwetan, beberapa pasangan suami istri didera kesumpekan, di mana biang keladinya adalah orang ketiga -memang tidak jarang orang ketiga selalu menjadi setan, seperti ketika laki-laki dengan perempuan tanpa mahram berdua-duaan- di mana kambing hitamnya adalah oknum tertentu, kalau biang keladi dan kambing hitam ini adalah orang luar atau orang jauh maka perkaranya mungkin ringan, tinggal menendangnya jauh-jauh dan menyingkirkannya ke ujung kulon, selesai deh. Namun celakanya tidak jarang biang keladi tersebut adalah kerabat atau orang tua pasangan suami istri. Kalau sudah begini ibarat mengurai benang kusut, menegakkan benang basah, mencari jarum dalam jerami. Susah minta ampun.

Saya yakin Anda sebagai wali tidak berharap demikian, tidak menginginkan begitu dan tidak menghendaki hal tersebut, saya yakin Anda berharap, menginginkan dan menghendaki sebaliknya, maka dari itu menahan dirilah. Saya yakin ada beberapa sisi rumah tangga putri Anda yang tidak seide dengan Anda, tidak sepemikiran dengan Anda dan tidak sehati dengan Anda. Harap maklumlah, mana ada photo copy sama dengan aslinya, kalau mirip sih sudah jelas.

Namun semua itu bukan harga mati yang tidak mungkin ditawar, bukan patokan baku yang tidak mungkin digeser dan bukan pakem dalang yang tidak mungkin dirubah. Kalau perkaranya sudah masuk ke ranah agama, kalau masalahnya telah merambah ke lahan syar’i maka dalam keadaan dan kondisi ini Anda dipersilakan bahwa dianjurkan untuk siap terjun berbasah-basah membersihkan kolam yang keruh selama pemilik yang bersangkutan tidak mampu melakukannya. Misalnya, dalam kondisi di mana tiba-tiba suami putri Anda menolak untuk shalat dan putri Anda tidak kuasa menyadarkannya, maka Anda harus menyelamatkan putri Anda dengan menariknya pulang karena tidak halal bagi wanita muslimah untuk tetap hidup dengan suami yang meninggalkan shalat sampai dia insyaf.

Dalam sejarah orang-orang mulia campur tangan bapak atau ibu terhadap rumah tangga anak bukan merupakan sesuatu yang mungkar selama sebabnya adalah syar’i. Nabiyullah Ibrahim al-Khalil meminta –dengan bahasa kinayah atau kiasan dan itu dipahamai- putranya Ismail untuk mengganti undakan rumhanya, karena wanita yang menjadi istri anaknya adalah wanita yang suka mengeluh, cemen dan tidak bersyukur, tanpa ragu dan tanpa ba bi bu Ismail melakukan petunjuk ayahandanya. Nabiyullah Ibrahim juga meminta putranya Ismail untuk mempertahankan istrinya yang kedua manakala dia melihat bahwa istri ini berbeda dengan yang sebelumnya dan itu dilakukan oleh Ismail tanpa banyak cakap dan tanya.

Imam Abu Dawud dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar berkata, “Aku mempunyai seorang istri yang aku cintai, namun Umar membencinya, dia berkata kepadaku, ‘Talaklah istrimu.’ Aku menolak, lalu Umar mengadu kepada Nabi saw, maka Nabi saw bersabda kepadaku, ‘Talaklah dia.” At-Tirmidzi berkata, “Hasan shahih.” Syaikh Syuaib al-Arnauth berkata dalam Takhrij Riyadhus Shalihin no. 334 berkata, “Sanadnya shahih.”

Dari Abu ad-Darda` bahwa seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata, “Aku mempunyai istri dan ibuku memintaku menceraikannya.” Abu ad-Darda` menjawab, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah, kalau kamu berkenan maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan dia berkata, “Hasan shahih.” Syaikh Syuaib al-Arnauth berkata dalam Takhrij Riyadhus Shalihin no. 335 berkata, “Sanadnya shahih.”

Intinya, Anda mesti tahu kapan dan kapan, artinya kapan menahan diri dan kapan turun tangan, di sinilah seni sebagai wali. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)