Ucapan yang benar, katakan yang benar adalah benar, bukan perkara mudah karena resikonya tidak ringan, sehingga orang-orang cenderung mengambil sikap berbaik-baik untuk mengamankan diri dari resiko tersebut, lebih-lebih bila qaulu haq tersebut diarahkan kepada seorang penguasa yang tidak seorang pun menghalangi keinginannya selain Allah, orang akan mikir seribu kali untuk mengambil sikap berani menyuarakan kebenaran, karena taruhannya adalah leher, resikonya adalah hidup yang tergadai. Apa memang selamanya demikian? Yang jelas seorang penyair pernah berkata, “Qaulul haq la yada’ li shadiqa.” Ucapan yang benar tidak meninggalkan kawan untukku.

Seorang laki-laki mulia, Umar bin Habib, al-Adawi al-Bashri, hakim Bashrah yang wafat tahun 207 H, berkata, “Aku menghadiri majlis Harun ar-Rasyid, suatu masalah mengundang perbedaan di antara orang-orang yang hadir, suara hadirin gaduh, sebagian dari mereka berdalil kepada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi hadits tersebut ditolak oleh sebagian yang lain.

Penolakan dan pertentangan semakin meruncing ketika seseorang dari pihak yang menolak berkata, ‘Hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini tidak diterima karena Abu Hurairah tertuduh dalam apa yang dia riwayatkan.’ Mereka dengan terbuka menyatakan Abu Hurairah berdusta.

Aku melihat ar-Rasyid cenderung kepadanya dan mendukung pendapat mereka, maka aku berkata, ‘Hadits ini shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Hurairah adalah rawi yang penukilannya shahih, dia jujur dalam apa yang dia riwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan selainnya.’

Ar-Rasyid memandangku dengan nada marah, aku keluar dari majlis tersebut dan pulang, tidak lama berselang ada yang berkata, ‘Utusan khalifah di pintu.’ Utusan tersebut masuk dan dia berkata kepadaku, ‘Penuhilah panggilan Amirul Mukminin, siapkanlah kafan dan minyak wangi karena kamu mati.’ Aku berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku membela sahabat nabiMu dan memuliakan nabiMu agar sahabat-sahabatnya tidak dilecehkan maka selamatkanlah aku darinya.’

Aku dihadirkan di hadapan ar-Rasyid yang duduk di atas kursi emas dengan menyingsingkan kedua lengannya dan pedang terhunus di tangannya, nampan besar telah disiapkan di depanku. Dia memandangku dan berkata, ‘Wahai Umar bin Habib, tidak seorang pun menolak dan membantah pendapatku seperti apa yang telah kamu lakukan.’ Aku berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa yang Anda katakan dan bela adalah penghinaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kepada apa yang beliau bawa. Jika sahabat-sahabat beliau berdusta maka batallah syariat, faraidh, hukum puasa, shalat, talak, nikah, hudud, semuanya tertolak, tidak diterima.’

Dia memandang dirinya sendiri dan berkata, ‘Kamu telah menghidupkanku wahai Umar bin Habib, semoga Allah menghidupkanmu.’ Dan dia memberiku sepuluh ribu dirham.” Ternyata apa? Allah membantu orang yang tulus membela agamaNya, RasulNya dan sahabat RasulNya.