Kami telah jelaskan apa yang diucapkan apabila seseorang keluar rumah ke mana-pun hendak pergi.

Jika dia pergi ke masjid maka dianjurkan untuk menggabungkan semua itu sebagai berikut:

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim (Bahkan juga terdapat di dalam Shahih al-Bukhari, Kitab ad-Da’awat, Bab ad-Du’a’ Idza Intabaha Min al-Lail, 11/116, no. 6316 dan 6317, dan dalam Shahih Muslim, Kitab al-Musafirin, Bab ad-Du’a’ Fi Shalat al-Lail, 1/525, no. 763, pent.) dari hadits Ibnu Abbas yang panjang tentang menginapnya di rumah bibinya, Maimunah Radhiyallahu ‘anha. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan hadits tentang tahajud Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dia berkata,

فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ ( يَعْنِيْ: اَلصُّبْحَ)، فَخَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ وَهُوَ يَقُوْلُ: اَللّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِيْ نُوْرًا، وَفِي لِسَانِيْ نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي بَصَرِيْ نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِيْ نُوْرًا، وَمِنْ أَمَامِيْ نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِيْ نُوْرًا، وَمِنْ تَحْتِيْ نُوْرًا، اَللّهُمَّ أَعْطِنِيْ نُوْرًا.

“Muadzin mengumandangkan adzan -yakni adzan Shubuh- maka Nabi berangkat untuk shalat sambil mengucapkan, ‘Ya Allah, jadikanlah cahaya di hatiku, cahaya di lidahku, cahaya di pendengaranku, cahaya di penglihatanku, cahaya dari belakangku, cahaya dari depanku, cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku. Ya Allah berilah aku cahaya’.”

Kami meriwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni dari Bilal Radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ، قَالَ: بِسْمِ اللهِ آمَنْتُ بِاللهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. اَللّهُمَّ بِحَقِّ السَّائِلِيْنَ عَلَيْكَ، بِحَقِّ مَخْرَجِيْ هذَا، فَإِنِّيْ لَمْ أَخْرُجْهُ أَشَرًا وَلاَ بَطَرًا وَلاَ رِيَاءً وَلاَ سُمْعَةً، خَرَجْتُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ، وَاتِّقَاءَ سَخَطِكَ. أَسْأَلُكَ أَنْ تُعِيْذَنِيْ مِنَ النَّارِ، وَأَنْ تُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ.

“Apabila Rasulullah berangkat menuju shalat beliau mengucapkan, ‘Bismillah, aku beriman kepada Allah, aku bertawakal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali karena Allah. Ya Allah aku memohon kepadaMu dengan hak orang-orang yang memohon kepadaMu, dan dengan hak keberangkatanku ini, karena sesungguhnya aku tidak berangkat dalam keadaan membual, angkuh, riya dan sum’ah,( أَثَرٌ adalah merasa bangga dengan dosa, بَطَرٌ adalah menolak kebenaran, riya’ adalah keinginan agar orang melihat amal perbuatannya karena nifak, sum’ah adalah keinginan agar orang mendengar amal perbuatannya karena nifak, pent.) aku berangkat demi mencari ridhaMu dan menjaga diri dari murkaMu. Aku memohon kepadaMu agar Engkau melindungiku dari api neraka dan memasukkanku ke dalam surga’.

Takhrij Hadits: Dhaif sekali: Diriwayatkan oleh Ibn as-Sunni no. 84; ad-Daruquthni dalam al-Afrad 2/27-Futuhat: dari jalan al-Wazi’ bin Nafi’, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Jabir bin Abdullah, dari Bilal dengan hadits tersebut.
Ad-Daruquthni berkata, “Al-Wazi’ meriwayatkannya sendiri, kelemahannya disepakati dan dia adalah rawi dengan hadits yang munkar.” Ucapan ini disetujui oleh an-Nawawi seperti yang Anda lihat.
Al-Asqalani berkata, “Ucapan padanya lebih berat dari itu.” Kemudian al-Asqalani mengisyaratkan kegoncangannya pada hadits, dan sebelumnya al-Asqalani telah berkata, “Ini adalah hadits yang sangat lemah sekali.” Dan dia disetujui oleh al-Albani.

Hadits dhaif, salah seorang rawinya al-Wazi’ bin Nafi’ al-Uqaili disepakati kelemahannya dan dia adalah rawi dengan hadits yang munkar.

Semakna dengan hadits di atas kami riwayatkan dalam kitab Ibn as-Sunni dari riwayat Athiyah al-Aufi dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (Dhaif: Diriwayatkan oleh Ahmad 3/21; Ibnu Majah, Kitab al-Masajid, Bab al-Masyyu Ila ash-Shalah, 1/256 no.778; ath-Thabrani dalam ad-Du’a’ no. 421; Ibn as-Sunni no. 85: dari beberapa jalan, dari Fudhail bin Marzuq, dari Athiyah, dari Abu Sa’id al-Khudri dengan hadits tersebut.
Ini adalah sanad dhaif: Fudhail adalah rawi jujur tapi sering alpa, Athiyah adalah rawi dhaif, dia meriwayatkan dengan lafazh ‘dari’ sementara dia seorang mudallis kemudian ia goncang apakah riwayat ini mauquf dan marfu’ dan Abu Hatim merajihkannya mauquf. Hadits ini didhaifkan oleh al-Mundziri, an-Nawawi, al-Bushiri dan al-Albani, pent.), tapi Athiyah sendiri adalah dhaif.

Sumber: dikutip dari Buku “Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Telp. 021-84998039. Oleh: Abu Nabiel)