Imam Abu ‘Abdurrahman an-Nasa-i rahimahullah dalam kitab at-Tafsir, pada kitab Sunannya, pada penafsiran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

…. وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا …40

“….Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan (futun)….”(QS. Thaha: 40)

Hadits futun (ujian) diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, dia bercerita, aku pernah bertanya kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

…. وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا …40

“….Dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan (futun)….”(QS. Thaha: 40)

Lalu aku tanyakan kepadanya tentang futun:“Apa yang dimaksud dengan futun itu?” Dia berkta:“Datanglah pada siang hari (besok), wahai Ibnu Jubair karena sesungguhnya mengenai futun itu terdapat hadits cukup panjang.” Setelah pagi hari tiba, aku langsung berangkat ke tempat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma untuk menagih apa yang telah dia janjikan kepadaku tentang hadits futun. Dia bercerita:“Fir’aun dan para pengikutnya sedang berbincang-bincang tentang apa yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa Dia akan menjadikan beberapa orang Nabi dan raja dari keturunannya. Lalu, sebagian dari mereka berkata:’Sesungguhnya, Bani Israil telah menantikan hal tersebut dan mereka tidak ragu sedikit pun. Mereka menduga bahwa yang dijanjikan-Nya adalah Yusuf bin Ya’qub ‘alaihissalam. Setelah Yusuf ‘alaihissalam meninggal mereka berkata:’Bukan seperti yang dijanjikan kepada Ibrahim ‘alaihissalam.’Maka, Fir’aun berkata:’Lalu bagaimana menurut pendapat kalian?’ Kemudian, mereka berunding dan akhirnya sepakat untuk mengutus beberapa orang dengan membawa pisau, berkeliling mengitari Bani Israil, dan tidaklah mereka mendapati anak laki-laki melainkan akan dibunuhnya. Maka hal itu pun mereka lakukan. Setelah mereka melihat bahwa orang-orang tua Bani Israil mati karena ajal mereka, dan anak-anak kecil mereka dibunuh, mereka berkata:’Sungguh kalian hampir saja membinasakan (menghabisi) Bani Israil, sehingga kalian akan mengambil alih pekerjaan dan penghambaan yang selama ini mereka kerjakan. Maka bunuhlah pada tahun ini seluruh bayi laki-laki yang lahir dan biarkanlah bayi perempuan, lalu biarkanlah (jangan dibunuh) satu bayi pun yang lahir pada tahun berikutnya, supaya bayi-bayi yang kecil itu menjadi dewasa dan menggantikan orang-orang tua yang sudah mati. Maka sesungguhnya jumlah mereka tidak akan menjadi banyak dengan jumlah mereka yang dibiarkan hidup, yang kalian takuti kalau jumlah mereka lebih banyak daripada jumlah kalian. Dan kalian tidak menghabisi (membuat punah) mereka dengan orang yang kalian bunuh padahal kalian membutuhkan mereka.’ Lalau mereka menyepakati hal tersebut. Kemudian ibu Musa ‘alaihissalam mengandung (hamil) Harun ‘alaihissalam pada tahun dimana mereka tidak membunuh bayi yang lahir, sehingga ibu Musa ‘alaihissalam melahirkan Harun dengan terang-terangan dan aman. Ketika di tahun berikutnya, dia mengandung Musa ‘alaihissalam, maka muncullah di hatinya kegundahan dan kesedihan. Dan itu termasuk futun –wahai Ibnu Jubair- yang menimpanya (Musa) ketika beliau masih berada diperut ibunya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan (mengilhamkan) kepada ibu Musa ‘alaihissalam agar tidak takut dan bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan kami menjadikanya sebagai salah seorang rasul. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkannya agar memasukan bayinya ke dalam peti dan menghanyutkannya apabila telah lahir. Ketika melahirkan, dia mengerjakan hal itu. Ketika anaknya mulai menjauh darinya, datanglah kepadanya Syetan, lalu dia berkata dalam dirinya:’Apa yang telah aku lakukan wahai anakku, seandainya dia (Musa) dibunuh (disembelih) di hadapanku lalu aku menyelimutinya dan mengkafaninya lebih aku sukai daripada aku melemparkannya ke laut dan menjadi mangsa ikan.’

Air sungai terus membawanya hingga akhirnya tersangkut di sebuah lubang, tempat di mana para pelayan istri Fir’aun biasa mengambil air. Ketika melihat peti itu. Mereka pun mengambilnya dan ingin segera membukanya. Lalu sebagian dari pelayan itu berkata:’Sesungguhnya, di dalam peti itu terdapat harta, jika kita membukanya, niscaya istri raja tidak akan mempercayai kita tentang isi yang kita dapatkan di dalamnya. Mereka pun membawanya dalam keadaan utuh dan tidak mengeluarkan sedikit pun apa yang terdapat dalam peti itu hingga akhirnya mereka menyerahkan peti itu kepada istri Fir’aun. Ketika membukanya, istri Fir’aun mendapati bayi berada di dalamnya . Kemudian, Allah menanamkan kecintaan pada dirinya terhadap bayi tersebut yang belum pernah diberikan kepada seorang pun.

وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا…10

“Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa….”(QS. Al-Qashash: 10)

Maksudnya, tidak mengingat sesuatu pun kecuali Musa ‘alaihissalam. Ketika orang-orang yang bertugas menyembelih bayi mendengar berita itu, maka dengan membawa pisau mereka berangkat ke tempat istri Fir’aun untuk membunuh bayi yang ditemukan itu. Yang demikian itu termasuk bagian dari futun-, wahai Ibnu Jubair.

Istri Fir’aun berkata kepada mereka:“Biarkan saja dia, karena dia hanyalah seorang anak yang tidak akan menambah populasi Bani Israil. Dan, aku akan datang kepada Fir’aun untuk meminta agar anak ini dibiarkan tetap hidup. Jika dia menghadiahkan anak itu kepadaku, berarti kalian telah berbuat baik, dan jika dia menyuruh membunuhnya aku tidak akan mencela kalian.”Dia pun berangkat menemui Fir’aun seraya berkata:

… قُرَّةُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ …9

“(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu….”(QS. Al-Qashash: 9)
Fir’aun berkata:“Itu bagimu, tetapi bagiku bukan, karena aku tidak membutuhkannya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Demi Rabb yang disebut untuk sumpah, seandainya Fir’aun merasa senang hatinya dengan kehadiran Musa ‘alaihissalam seperti yang dirasakan oleh istrinya, berarti Allah telah memberinya petunjuk sebagaimana Dia telah memberikan petunjuk kepada istrinya. Tetapi Dia telah mengharamkan hal tersebut untuknya.”

Kemudian, istri Fir’aun mengirimkan utusan kepada beberapa orang wanita yang ada di sekitarnya untuk mencari orang yang mau menyusuinya. Tetapi setiap kali ada wanita yang menggendongnya untuk disusui, bayi itu menolak, sehingga istri Fir’aun merasa kasihan padanya sekaligus khawatir jika terus menolak (menyusu), dia akan mati. Maka hal itu benar-benar membuatnya bersedih, kemudian dia memerintahkan orang untuk membawanya pergi ke pasar dan ke tempat-tempat di mana banyak manusia berkumpul dengan harapan akan menemukan wanita yang bisa menyusuinya. Tetapi, setiap kali ada wanita yang menggendong dan mencoba menyusuinya, bayi itu menolak.

Keesokan harinya ibunda Musa ‘alaihissalam menjadi resah hatinya, dan dia berkata kepada saudara perempuan Musa ‘alaihissalam:“Ikutilah jejaknya dan carilah keberadaannya, siapa tahu kamu nanti akan mendengar berita tentangnya. Apakah anakku itu masih hidup apa sudah dimakan binatang?” Dia lupa tentang apa yang telah dijanjikan Allah mengenai anaknya tersebut. Lalu saudara perempuannya itu melihat dari tempat yang agak jauh tanpa mereka sadari. Dengan penuh rasa gembira ketika mereka tengah mencari wanita yang bisa menyusui bayi tersebut, dia berkata:” Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?”

Maka mereka langsung mendekatinya seraya berkata:“Apa yang kamu tahu? Apakah mereka benar-benar akan berbuat baik kepadanya? Dan apakah mereka sudah mengenalnya?” Mereka merasa ragu mengenai hal itu. Bersambung Insya Allah…..
(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi, Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah, edisi Indonesia. Pustaka Imam asy-Syafi’i hal 255-259 dengan sedikit perubahan. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)