BEBERAPA KETERANGAN DAN SUMBER RUJUKAN

I. DASAR-DASAR PIJAKAN AHLUS SUNNAH

  • 1. Perhatikan: Majmu’fatawa Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, jilid III hal. 157-347- jama’ah a Tartib: Al-Faqir Ila Allah Abdur-Rahman bin Muh. Bin Qasim Al-‘Ashimi An-Najdi Al-Hambali Rahimahullah

  • 2. Perhatikan argumentasi yang dikemukakan oleh Imam At-Thahawi (Imam Muhaddits yang tsiqah, tsabat, ‘Aqil dan faqih) yang kemudian diuraikan oleh Syaikh Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi dalam kitab: Syarhut-Thahawiyah Fil ‘Aqidah As-Salafiyah-Tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir, cetakan: 11, 1400 H. Terbitan Jami’atul Imam Muhammad Ibnu Su’ud Al-Islamiyah-Saudi Arabia, hal. 306-308.

  • 3. Perhatikan: Muqadimah Fi Ushulit-Tafsir-Ibnu Taimiyah Tahqiq: Dr. Adnan Zarzur, cetakan 3 Th. 1399 H/ 1979 M. Terbitan Darul-Qur’anil Karim-Beirut–Libanon. Hal 93-102. Perhatikan pula Tafsirul Qur’anil Adhim- Al-Imam Ibnu Katsir Jilid, bagian Muqaddimah.

  • 4. Perahtikan Majmu’ Fatawa Islam Ibnu Taimiyah (idem no. 1) hal. 294-297. Jld. III.

    “Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui” (QS. AL-Baqarah 2: 151)

    “Al-HIKMAH” dalam ayat tersebut dan dalam ayat-ayat lain oleh Syaikhil Islam Ibni Taimiyah ditafsirkan sebagai; “AS-SUNNAH AN-NABAWIYAH” sesuai dengan penafsiran beberapa orang salaf. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

    أَلاَ وَإِنِّيْ أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلُهُ مَعَهُ.

    “Ketahuilah bawasanya telah diturunkan Al-Qur’an kepadaku dan semisalnya (semisal Al-Qur’an) bersamanya” (HR. Abu Dawud dll. Dengan sanad yang shahih.

    Yang semisal Al-Qur’an dalam hadits tersebut adalah As-Sunnah yang berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Athiyyah: malaikat Jibril ‘alaihis salam turun ke kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa As-Sunnah sebagaimana dia turun membawa Al-Qur’an, maka Jibril mengajarkan As-Sunnah itu kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dia mengajarkan Al-Qur’an kepada beliau.” (Majmu ‘Fatawa, jld III hal. 366 & tambahan penjelasan dari penerjemah).

    Jadi semua permasalahan ushuludin telah terjelaskan melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah.

  • 5. Allah Ta’ala berfirman: Maka sekali-kali tidak-Demi Rabb-mu mereka tidaklah beriman sebelum mereka menjadikanmu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak mendapatkan dalam diri mereka sesuatu keberatan apapun terhadap apa yang telah engkau putuskan, dan meraka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An-Nisa’ 4: 65)

    Perhatikan pula: Ahlus-Sunnah Wal Jamaah – Ma’alimul Intilaqatil Kubra, Muhammad Abdul Hadi Al-Misri, cetakan IV th 1409 H/1988M. Terbitan Darut-Thayyiah-Ruyadh-KSA. Hal 67-68 dengan menukil Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah Jld. 13 hal. 23-29. Perhatikan pula Syarhut-Thahawiyah. Hal. 147.

  • 6. Perahtikan jawaban Ibnu Taimiyah terhadap Qanun “KULLI” ahlul bid’ah yang mempertentangkan antara akal dan nash atau menganggap bahwa akal adalah sumber “naql” (agama/nash), dalam kitab: Dar’u Ta’arudil ‘Aqli wan-Naqli-Ibnu Taimiyah Thaqiqi: Dr. Muhammad Rasyad Salim, cet. I –Th. 1399 H./1979 M. Terbitan Jami’atul Imam Muhammad Ibni Su’ud Al-Islamiyah-KSA hal. 79.

  • 7. Lihat Syarhut-Thahawiyah…Thaqiq Ahmad Muhammad Syakir..hal. 53, dan Ar-Risalah At-Tadmuriyah-Mujmal Iktiqadis-Salaf Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah, Terbitan Jamiatul Imam Muhammad bin Suud Al-Islamiyah-Fak. Syari’ah, KSA. Tanpa tahun, hal. 45-46 (Al-Qa’idah Ats-Tsaniyah).

  • 8. Ijmak Ummat Islam yang dikatakan jelas-jelas makshum dari kesesatan dan menjadi pokok ketiga setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah, menurut Ibnu Taimiyah adalah ijmaknya As-Salafu-Shalih (Yakni Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim-pent.) (majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah Jld. III hal. 157 dan Jld. XIII hal. 24, seperti tersebut dalam kitab Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah-Ma’alim Inthilaqatil Kubra-Muh. Abdul hadi Al-Misri hal. 66)

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: (dari riwayat Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma):

    لاَ يَحْمَعُ اللهُ هَذِهِ اْلأُمَّةَ. أو قال – عَلَى ضَلاَلَةٍ.

    “Allah tidak akan mengumpulkan umat ini -atau beliau bersabda: umatku- atas kesesatan” (HR. Tirmidzi. Hakim, Ibnu Abi ‘Ashim, At-Thabrani dan Al-Lalika’i).

    Sedangkan tempat pengembalian apa yang diperselisihkan oleh Umat ialah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Firman Allah Ta’ala(artinya): “Kemudian jika kamu memperselisihkan sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”. (QS-An-Nisa‘ 4: 59)

    Kesalahan seorang ulama mujtahid dimaklumi sebab ada riwayat sbb:

    وَفِي الصَّحِيْحَيْنِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وَعَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إِذَا اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.

    “Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Abu Hurairah dan ‘Amr ibnil ‘Ash radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda: (Apabila seorang hakim berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala, dan apabila dia berijtihad salah, maka baginya satu pahala).”

  • 9. Simak kembali foot note no. (1a)

    Juga hadits (Muhaddatsun Mulhamun)

    حَدَّثَنَا يَحْيَ بِنْ قَزَاعَةَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَبْيِ سَلَمَةَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَقَدْ كَانَ فِيْمَا قَبْلَكُمْ مِنَ اْلأُمَمِ نَاسٌ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكُ فِيْ أُمَّتِيْ أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ.

    “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Qazaah, (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’ad dari ayahnya dari Abi Salamah, dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: bersabda rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam: (Sesungguhnya adalah di dalam umat-umat yang sebelum kamu orang yang dituntun bicaranya dengan ilham, maka jika diantara umatku ada seorang (yang demikian), maka sesungguhnya ia adalah Umar). HR. Bukhari.

    (Perhatikan kembali foot note no. (1a)

    Tentang mimpi SHALIHAH

    عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: لَمْ يَبْقَ مِنَ النُّبُوَّةِ إِلاَّ الْمُبَشِّرَاتِ، قَالُوْا: وَمَا الْمُبَشِّرَاتُ؟ قَالَ: اَلرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ.

    Dan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata; Aku mendengar Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: (tidak ada lagi (wahyu) kenabian kecuali MUBASY-SYIRAT), Para sahabat bertanya: “Apakah Mubasy-Syirot itu?” Rasulullah menjawab: (Mimpi yang shalihah). HR. Bukhari

    وَعَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا اقْتَرَبَ الزَّمَانُ لَمْ تَكُنْ رُؤْيَا الْمُؤْمِنِ تَكْذِبُ وَرُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِيْنَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ.

    Dan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu juga: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: (Apabila zaman (kiamat) semakin dekat, maka mimpinya seorang mukmin hampir tidak dusta, dan mimpinya seorang mukmin merupakan sebagian daripada empat puluh enam bagian kenabian) –Muttafaq’alaih.

    Tentang firasat yang Shadiqah:

    Ada sebuah firasat yang disebut FIRASAH IMANIYAH, disebabakan oleh sebuah nur yang dilemparkan oleh Allah ke dalam hati hamba-Nya. Pada hakikatnya ia merupakan lintasan yang spontanitas menghujam ke dalam hati, yang menerkam demikian cepatnya bagaikan seekor singa yang menerkam mangsanya. Firasat sejenis ini sesuai dengan kadar keimanan. Semakin kuat keimanan seseorang, semakin bisa mendapatkan firasat. Ada dua jenis Firasat lain yang tidak ada kaitanya dengan keislaman seseorang…. (Simak Syarhut-Thahawiyah…hal. 452).

  • 10. Adu mulut (al-mira’) mengenai agama merupkan penyebab perpecahan, oleh karena itu sangat dicela oleh Allah Ta’ala memperingatkan antara lain dalam QS. Ali Imran 3: 19)(artinya): “Dan tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka”.

    Dan beberapa ayat peringatan lainya, seperti diungkapkan oleh Ibnu Taimiyah.

    Selanjutnya beliau mengutip hadits shahih yang sebagiannya diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin ‘Amr, sedangkan kelengkapanya diriwayatkan di dalam MUSNAD Imam Ahmad dan lain-lain dari Hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kekeknya (oleh Ibnu Taimiyah berbagai riwayat hadits ini dijadikan satu dan diringkas):

    إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى أَصْحَابِهِ وَهُمْ يَتَنَاظَرُوْنَ فِي الْقَدَرِ، وَرَجُلٌ يَقُوْلُ: أَلَمْ يَقُلِ اللهُ كَذَا؟ وَرَجُلٌ يَقُوْلُ: أَلَمْ يَقُلِ اللهُ كَذَا؟ فَكَأَنَّمَا فُقِئَ فِيْ وَجْهِهِ حَبُّ الرُّمَّانِ، فَقَالَ: أَبِهَذَا أُمِرْتُمْ؟ إِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِهَذَا، ضَرَبُوْا كِتَابَ اللهِ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، وَإِنَّمَا نَزَلُ كِتَابِ اللهِ يُصَدِّقُ بَعْضَهُ بَعْضًا، لاَ لِيُكْذِبَ بَعْضَهُ بَعْضًا. اُنْظُرُوْا مَا أُمِرْتُمْ بِهِ فَافَعَلُوْهُ وَمَا نُهِيْتُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهَ.

    “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar (datang) ke tengah-tengah Shahabatnya ketika mereka sedang berdebat mengenai taqdir. Seorang diantara mereka berkata; “Bukankah Allah berfirman begini?, sedangkan yang lain menjawab” bukankah Allah berfirman begini?. Maka seolah-olah wajah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam terpolesi biji buah delima (dalam riwayat muslim: “nampak kemarahan di wajahnya”), maka beliau bersabda: (untuk inikah kalian diperintahkan ? Sesungguhnya, kebinasaan orang sebelum kamu adalah karena ini! Mereka saling membenturkan isi, Kitab Allah itu turun hanyalah untuk saling membenarkan sebagaian isinya kepada sebagain yang lainnya bukan untuk saling membatalkan (Sebagaian yang satu kepada sebagian yang lain). Perhatikan! Apa yang kamu diperintahkan, maka laksanakanlah, dan apa yang kamu dilarang daripadanya, maka jauhkanlah”.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda;

    اَلْمِرَاءُ فِي اْلقُرْآنِ كُفْرٌ.

    “Adu mulut mengenai Al-Qur’an adalah KUFUR” (Riwayat ini shahih. Dari Abu Hurairah RA.)

    Perhatikan Kitab Dar’u ta’arudil Aqli wan Naqli – Ibnu Taimiyah-Tahqiq: Dr. Muh. Rasyad Salim ….hal. 48-50 jld. I. Debat (adu argumentasi) dengan cara yang baik dan disyari’atkan ialah seperti tersebut dalam QS. An-Nahl (16) :125 “Serulah (manusia) kepada jalanTuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.

    Perhatikan uraian Ibnul Qayyim tentang ayat tersebut pada Fathul Majid Syarhu Kitabit Tauhid– bab Ad-Du’a ila Syahadati an-La ilaha Illallah (hal.67-68).

    Tentang larangan supaya jangan keterlaluan membicarakan agama, tersebut dalam:Ibnu Taimiyah-Majmu Fatawa. Jld. III hal. 309 atau Dar’u Ta’arudlil ‘Aqli wan-Naqli jld. I hal. 46-48 lengkap dengan dalil-dalilnya. Atau Ibnu Abil-‘Izzi Al-hanafi-Syarhut-Thahawiyah hal. 17 dengan menukil Al-An’am 6: 68 (artinya) “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokan ayat-ayat kami, maka tinggalkanlah mereka sehinga mereka membicarakan pembicaran lain”.

  • 11. Perhatikan Dr. Mustafa Helmi Qawa’idul Manhaj As-Salafi Wan-Nasqil Islami Fi Masa ‘ilil Uluhiyah wal ‘Alam wal Insan ‘Inda Syaikhil Islam Ibni Taimiyah-Terbitan Darul Anshar cet. I Ramadhan 1396 H./ September 1976 M. pada: Al-Qismu Ats-tsani: Qawa’id Al-manhaj As-Salafi fil Fikril Islami: Qaidah yang ketiga: Al-Istidlal bil-ayatil Qur’aniyah hal. 41-45.

  • 12. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِدِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

    “Wajib bagimu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Pegangilah ia kuat-kuat dan gigitlah dengan gerahammu. Dan awas! Tinggalkanlah perkara-perkara yang baru, sebab perkara-perkara baru itu adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat pasti di neraka.” (HR. Tirmidzi, hasan shohih).