Oleh: Izzudin Karimi, Lc.
KHUTBAH PERTAMA

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Para Hadirin, Jama’ah Shalat Jum’at Sekalian
Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan risalah tauhid dan agama yang benar. Risalah dan agama yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersifat universal, artinya ia berlaku untuk seluruh umat manusia di dunia tanpa tersekat oleh tempat dan waktu, dan ini merupakan salah satu ciri khas risalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Di samping hal ini telah dinyatakan oleh Allah dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, ia juga dibuktikan oleh kenyataan bahwa tidak ada wilayah di bumi ini, kecuali ia telah terjangkau oleh Islam, agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَبُعِثْتُ إِلى النَّـاسِ عَامَّةً.

“Dan aku diutus kepada manusia seluruhnya.” (HR. al-Bukhari dari Jabir bin Abdullah, no. 335).
Meskipun risalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersifat universal, tidak berarti dan tidak harus Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri yang membawa dan menyampaikannya dengan berkeliling dunia dari satu daerah ke daerah lainnya, tanpa beliau berkeliling ke penjuru dunia, Islam telah benar-benar memayungi seluruh wilayah bumi, hal ini karena Islam mempunyai orang-orang yang memiliki semangat sangat tinggi dalam menyampaikan (risalah) dan berdakwah, dan di barisan terdepan orang-orang tersebut adalah sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kepada mereka inilah pertama kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menanamkan semangat untuk menyampaikan (risalah). Di haji Wada’ di hari penyembe-lihan (hewan kurban), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan kembali dorongannya kepada para sahabat untuk menyampaikan (risalah), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ.

“Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir.” (HR. al-Bukhari dari Abu Bakrah, no. 67).

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Para sahabat inilah yang menjadi perantara antara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan umat, tanpa perantaraan mereka (dengan izin Allah), umat tidak akan mengetahui ajaran dan tuntunan Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebuah jasa besar yang tidak akan tertandingi oleh generasi apa pun dan kapan pun dari umat ini. Seandainya hal tersebut merupakan jasa mereka satu-satunya, maka ia lebih dari cukup untuk dijadikan alasan bagi umat ini untuk menghormati, menghargai, memuliakan, dan mendoakan “Semoga Allah meridhai mereka”, sekaligus menjadi alasan bagi umat ini untuk tidak mencela, mencaci, dan menjelek-jelekkan mereka, sebab sikap ini merupakan bukti tidak adanya rasa berterima kasih kepada mereka dan kejahilan terhadap kebaikan-kebaikan mereka. Tidak sedikit ayat-ayat al-Qur`an di mana di dalam surat tersebut Allah Ta’ala menyanjung mereka, salah satunya adalah Firman Allah Ta’ala,

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengi-kuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalam-nya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100).

Di samping itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewasiatkan kepada umat Islam agar menghargai jasa mereka dengan tidak mencela mereka. Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ,

لَا تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَـقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيْفَهُ.

“Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku, seandainya salah se-orang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka (infaknya tersebut) tidak menandingi satu mud atau setengah mud (infak) salah seorang dari mereka.” (Muttafaq alaihi, Mukhtashar Shahih al-Bukhari no. 1755, Mukhtashar Shahih Muslim no. 1746).

Emas sebesar Uhud dari kita tidak menandingi satu bahkan setengah mud salah seorang dari mereka. Sebuah perbandingan yang boleh dikatakan antara langit dan bumi. Hal itu tidaklah aneh dan bukanlah sesuatu yang mengherankan, karena mereka adalah generasi terbaik umat ini dengan kesaksian Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ.

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka.” (HR. al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud dan Muslim dari Imran bin Hushain. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1118; dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1743).

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Benar, para sahabat adalah orang-orang terbaik umat ini, era mereka adalah era emas dan zaman mereka adalah zaman paling gemilang dari umat ini. Pada masa mereka, Islam mencapai puncak kemuliaan dan kehormatan tertinggi yang tidak tertandingi. Cukuplah kesaksian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bukti yang tidak terbantahkan. Mereka adalah orang-orang hasil polesan tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah orang-orang yang menyertai dan mengiringi Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka menyaksikan ayat-ayat diturunkan, mereka menghadiri hadits-hadits disabdakan, keutamaan-keutamaan yang tidak akan pernah diraih oleh seorang pun dari umat ini selain mereka.

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah nabi dan rasul terbaik, maka orang-orang yang mendampinginya adalah orang-orang terbaik. Masyarakat era sahabat adalah masyarakat terbaik. Masyarakat dengan hukum Allah dan RasulNya yang diterapkan di semua lini. Gelar abad terbaik dan predikat era emas yang diwujudkan oleh para sahabat, tidak mereka wujudkan begitu saja seperti membalik telapak tangan, bukan. Akan tetapi mereka mewujudkannya dengan sebab-sebab dan usaha-usaha yang telah mereka berikan dan buktikan, di mana sebab dan usaha utama dari mereka adalah iman kepada Allah dan RasulNya dengan iman yang sebenar-benarnya.

Karena iman mereka kepada Allah dan RasulNya-lah, maka mereka berpegang kepada Firman Allah dan sabda RasulNya, mereka membenarkan berita-berita Allah dan RasulNya, ketika Allah memberitakan tentang diriNya kepada mereka bahwa Dia berse-mayam di atas Arasy, bahwa Dia bersama mereka, bahwa Dia memiliki wajah dan tangan, bahwa Dia memiliki sifat-sifat dzatiyah dan fi’liyah lainnya, maka mereka semua menerima dan beriman. Tidak seorang pun dari mereka yang membantahnya atau membelokkannya atau menafsirkannya dengan akal atau bertanya bagaimana atau mengapa. Sikap yang sama mereka tunjukkan pada saat mereka mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa Allah tertawa dan berbahagia, bahwa Allah memiliki kaki, bahwa Allah turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir. Iman membuat mereka meyakini bahwa berita Allah dan rasulNya hanyalah kebenaran yang harus diterima.

Karena iman, mereka menaati Allah dan RasulNya tanpa bantahan dan penundaan, perintah Allah dan RasulNya mereka laksanakan, dan larangan Allah dan RasulNya mereka tinggalkan pada saat itu juga. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib bahwa ketika perintah menghadap Ka’bah sebagai kiblat dalam shalat diturunkan, ada seorang laki-laki yang telah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menghadap Ka’bah, selesai shalat, laki-laki ini melewati sekelompok orang-orang Anshar dalam shalat Ashar dan mereka masih menghadap Baitul Maqdis. Lalu laki-laki tersebut bersaksi kepada mereka bahwa dia telah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menghadap Ka’bah, maka orang-orang Anshar tersebut berbalik pada saat itu juga sehingga mereka menghadap Ka’bah (Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 252). Imam Muslim meri-wayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa di perang Khaibar, para sahabat memasak daging keledai lalu seorang penyeru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berseru, “Ketahuilah, sesungguhnya Allah dan RasulNya melarang kalian darinya, ia kotor termasuk perbuatan setan.” Anas berkata, “Bejana-bejana yang berisi daging keledai yang sudah mendidih tersebut langsung ditumpahkan.”(Mukhtashar Shahih Muslim no. 1330).

Iman yang membuat mereka demikian patuh dan taat, mereka meresapi Firman Allah Ta’ala,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7).

Mereka menyadari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

كُلُّ أُمَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِيْ فَقَدْ أَبَى.

“Seluruh umatku masuk surga kecuali orang yang enggan.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, siapa yang enggan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam men-jawab, “Barangsiapa menaatiku, maka dia masuk surga dan barang-siapa mendurhakaiku, maka dia telah enggan.” (HR. al-Bukhari, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 2117).

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Semoga Allah Ta’ala membimbing kita untuk meneladani mereka sehingga kita sanggup menyikapi perintah dan larangan Allah Ta’ala dengan ketaatan.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذا، وَأَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah yang kedua

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Iman membuat para sahabat bersikap demikian patuh dan taat, berita dari Allah dan RasulNya mereka benarkan, perintah mereka laksanakan, dan larangan mereka tinggalkan tanpa tarik-ulur, tanpa menentangnya dengan alasan tidak nalar, tanpa meno-laknya dengan alasan tidak berperasaan. Dari sini kita melihat bahwa mereka adalah orang-orang yang bersatu di atas kebenaran, mereka tidak tersusupi oleh perpecahan meskipun terjadi di akhir era mereka, akan tetapi tidak seorang pun dari mereka yang menjadi biang keladi perpecahan atau pemimpin firqah-firqah bid’ah dan sesat. Oleh karena itu, jika mereka bersepakat, maka ia merupakan kesepakatan umat sebagaimana para ulama menyatakan bahwa pemahaman mereka wajib dikedepankan dari pemahaman selain mereka, karena mereka adalah orang-orang yang paling tulus, paling bersungguh-sungguh, dan paling ikhlas dalam mencari kebenaran.

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Iman membuat mereka menyintai Allah dan RasulNya di atas segala perkara, melebihi harta, orang tua, keluarga bahkan diri mereka sendiri. Mereka mengerti benar Firman Allah Ta’ala,

قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24).

Mereka memahami sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.

“Salah seorang dari kalian tidaklah beriman sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.” (HR. al-Bukhari dari Anas, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 15).

Kecintaan mendorong mereka memberikan dan mengorbankan segala apa yang mereka miliki demi membela Allah, Rasul, dan AgamaNya. Tidak jarang kita membaca dalam perbincangan mereka, “Aku rela menjadikan bapak dan ibuku sebagai tebusanmu ya Rasulullah.” Tidak sebatas perbincangan, ia terealisasikan dan terbuktikan dalam perbuatan nyata. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendorong bersedekah, maka tidak heran jika di antara mereka yakni Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu hadir membawa seluruh hartanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan hanya meninggalkan Allah dan RasulNya bagi keluarganya. (Abu Dawud, no. 1678; at-Tirmidzi, no. 3684; dan at-Tirmidzi berkata, “Hasan shahih.”). Penulis ar-Rahiq al-Makhtum menyebutkan bahwa demi mempersiapkan pasukan perang Tabuk, Utsman radhiyallahu ‘anhu merogoh koceknya sebesar seribu dinar ditambah sembilan ratus unta dan seratus kuda, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada yang memudharatkan Utsman apa yang dia lakukan setelah hari ini.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3100, dia berkata, “Hadits hasan gharib”). Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa ketika Firman Allah turun,

لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Ali Imran 92),

Abu Thalhah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyerahkan harta yang paling dia cintai yaitu sebuah kebun kurma Bairuha’. Abu Thalhah berkata, “Ia adalah sedekah untuk Allah, aku berharap kebaikan dan pahalanya di sisi Allah, letakkanlah ya Rasulullah di bidang yang Allah tunjukkan kepadamu.” (Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 700, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 529).

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Iman membuat mereka tidak sekedar mengorbankan harta, lebih dari itu yaitu jiwa raga. Kita bisa membaca hal itu dari ucapan al-Miqdad bin al-Aswad, “Kami tidak berkata seperti kaum Musa, ‘Pergilah kamu dan Tuhanmu, berperanglah.’ Akan tetapi kami berperang di sebelah kanan, kiri, depan, dan belakangmu.” (Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1525). Kita bisa melihatnya pada tujuh orang Anshar di perang Uhud, pada saat kaum muslimin tercerai-berai dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam situasi kritis karena musuh yang terus mendesak, bagaimana tujuh orang tersebut gugur syahid satu persatu demi melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (Mukhtashar Shahih Muslim no. 1160). Ini hanyalah sedikit dari banyak pengorbanan para sahabat, hal itu bisa dibaca di buku-buku sunnah dan sirah.

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Mampukah kita menandingi dan menyusul mereka? Tidak bisa, walaupun demikian kita tetap bisa bersama mereka, bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang se-baik-baiknya.” (An-Nisa`: 69).
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Kamu bersama orang yang kamu cintai.” Dengan berpijak kepada hadits ini, Anas berkata, “Aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar, aku berharap bersama mereka dengan cintaku kepada mereka meskipun aku tidak beramal seperti amal mereka.” (Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1459).

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.

(Dikutib dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta. Telp. 021-84998039. Diposting oleh: Abu Nabiel).