Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim (Kitab al-Masajid, Bab an-Nahyi An Nasydi adh-Dhallah, 1/397, no. 568, pent.) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَقُلْ : لَا رَدَّهَا اللَّهُ عَلَيْك ، فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا

“Barangsiapa mendengar orang mengumumkan barang yang hilang di masjid maka hendak-nya dia berkata, ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu’, karena masjid tidak dibangun untuk ini’.” (Mengumumkan barang hilang yaitu menanyakannya dengan suara keras. Masjid tidak dibangun untuk ini, akan tetapi ia untuk ibadah, ilmu dan dzikir, pent.)

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَجُلاً نَشَدَ فِي الْمَسْجِدِ، فَقَالَ: مَنْ دَعَا إِلَى الْجَمَلِ اْلأَحْمَرِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ: لاَ وَجَدْتَ، إِنَّمَا بُنِيَتِ الْمَسَاجِدُ لِمَا بُنِيَتْ لَهُ.

“Bahwa seorang laki-laki mengumumkan barang hilang di masjid, dia berkata, ‘Siapa yang menemukan dan menunjukkan unta merah (untukku)?’ Maka Nabi a menjawab, ‘Semoga kamu tidak menemukannya, sesungguhnya masjid hanya dibangun untuk tujuan asasi dibangunnya masjid-masjid tersebut (yang dikehendaki Allah dan RasulNya)’.”

Kami meriwayatkan di kitab at-Tirmidzi di akhir Kitab al-Buyu’ dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ، فَقُوْلُوْا: لاَ أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيْهِ ضَالَّةً، فَقُوْلُوْا: لاَ رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ.

“Apabila kalian melihat orang yang menjual dan membeli di masjid maka ucapkanlah, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan kepada jual belimu.’ Dan apabila kalian melihat orang yang mengu-mumkan barang yang hilang maka ucapkanlah, ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepada-mu’.”

Takhrij Hadits: Shahih: Diriwayatkan oleh ad-Darimi 1/326; at-Tirmidzi Kitab al-Buyu’, Bab an-Nahyi An al-Bai’ Fi al-Masjid, 3/610 No. 1321; an-Nasa`i dalam al-Yaum wa al-Lailah no. 176, Ibnu Khuzaimah no. 1305; Ibnu Hibban no. 1650; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath no. 2626; Ibn as-Sunni dalam al-Yaum wa al-Lailah no. 154; al-Hakim 2/56; al-Baihaqi 2/447: dari beberapa jalan, dari ad-Darawardi, Yazid bin Khusaifah menyampaikan kepada kami, dari Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban, dari Abu Hurairah dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Hasan gharib.” Dalam naskah al-Mundziri, “Hasan shahih.” Dan ini lebih benar. Al-Hakim berkata, “Berdasarkan syarat Muslim.” Disetujui oleh al-Mundziri dan adz-Dzahabi dan ditambah oleh al-Asqalani dalam Amali al-Adzkar 2/65-Futuhat dia berkata, “Berdasarkan syarat Muslim dengan mutaba’ah bukan secara tersendiri.” Aku berkata, “Dalam kondisi apa pun hadits ini tidak kurang dari derajat hasan, kemudian ia adalah hadits shahih dengan jalan Muslim yang disebutkan sebelumnya. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani, pent.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”

Sumber: dikutip dari Buku “Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Telp. 021-84998039. Oleh: Abu Nabiel)