Jika hamil di luar nikah

Ini kemungkinan buruk dan saya tidak berharap terjadi pada Anda wahai ibu muslimah, jaga diri baik-baik dengan menghindari orang-orang buruk yang hanya ingin menumpahkan ingusnya untuk merengkuh kenikmatan nafsu setan sesaat, saya pernah mengatakan bahwa pernikahan yang diawali dengan ‘kecelakaan’ adalah perkawinan terburuk dari sisi awalannya, dan ketika saya menulis judul di atas, saya hanya ingin menyampaikan kenyataan yang ada, kalau hukum perbuatan tersebut maka saya yakin setiap muslim mengetahui bahwa perbuatan tersebut termasuk dosa yang tidak ringan, yang ingin saya tulis adalah bagaimana jika ia terlanjur terjadi pada Anda karena keteledoran atau kelengahan Anda?

Di zaman Rasulullah saw pernah terjadi seorang wanita dari suku Ghamidi yang menghadap kepada Rasulullah saw mengaku dirinya telah berbuat zina dan berharap beliau membersihkannya, wanita ini menunjukkan bukti perbuatannya dengan kehamilan, dia pasrah kepada Nabi saw, maka beliau melaksanakan hukum rajam atasnya setelah menunggunya melahirkan dan ada seorang Anshar yang akan mengasuh anaknya.

Peristiwa wanita Ghamidiyah ini bisa menjadi pelajaran bagi ibu-ibu yang hamil di luar nikah atau karena zina. Pertama, bertaubat dengan baik dan benar, taubat nasuha. Kebenaran taubat wanita Ghamidiyah tersebut tidak perlu diragukan, betapa dia rela menyerahkan jiwanya demi menebus dosanya. Dari sini, wahai kaum hawa yang melakukan dosa ini, tirulah wanita Ghamidiyah ini, segeralah memperbaiki diri dengan bertaubat kepada Allah, jangan meniru wanita-wanita fasik yang hamil tanpa diketahui ‘pendonornya’ tetapi dia sama sekali tidak ada penyesalan, sebaliknya kebanggaan terpancar dari wajahnya dan dia bisa berceloteh panjang lebar seraya tersenyum dan tertawa.

Zaman memang sudah edan, dosa besar mewabah dan dipraktikkan berikut buntutnya tanpa sedikit pun beban ketika melakukannya dan ketika buntutnya menimpanya. Naudzu billah.

Saya tidak menganjurkan Anda, jika sudah terlanjur hamil karena zina, untuk membuat pengakuan seperti wanita Ghamidiyah tersebut dengan tujuan agar Anda dirajam, tidak perlu karena di negeri kita ini Indonesia tidak ada penerapan hukum yang demikian, lebih baik Anda simpan rapat-rapat antara diri Anda dengan Allah dan bertaubatlah kepadaNya, kalau pun seandainya Anda di sebuah negeri yang menerapkan hukum ini, tetap saja menyimpannya dan bertaubat secara sembunyi adalah lebih baik.

Pelajaran kedua, jangan melakukan dosa berantai dengan menggugurkannya sebagaimana wanita Ghamidiyah tidak menggugurkannya, padahal dia mungkin melakukan itu. Dalam kasus seperti ini menggugurkan hanyalah tindakan pendek yang mau enaknya sendiri, ingin makan nangka tetapi emoh getahnya, berani berbuat –bagaimana tidak berani lha wong enak- tetapi picik ketika harus memikul resiko sehingga ingin mematikannya.

Menggugurkan janin dalam kondisi ini hanya akan menambah dosa di atas dosa, menggali dosa dengan dosa pula, apa dosa janin Anda ketika semestinya dia hendak lahir menjadi manusia yang akan menikmati kehidupan, kemudian tiba-tiba Anda membunuhnya? “Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup itu ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh?” (At-Takwir: 8-9). Tidak berbeda dengan menggugurkan, membuangnya atau mencampakkannya ketika dia lahir sehingga dia mati kehausan atau kelaparan seperti yang dilakukan oleh beberapa wanita yang tidak takut kepada Allah. Kasihan anak-anak itu, benar-benar kasihan harus beribu dengan seorang wanita yang justru menjadi sebab kematiannya.

Orang-orang jahiliyah masih memberi kesempatan bagi janin untuk lahir dan menghirup udara dunia dan mereka hanya tidak suka kepada anak-anak perempuan saja, namun di zaman ini, orang-orang tidak membiarkan janinnya lahir dalam keadaan hidup dan hal ini mereka lakukan tidak hanya kepada janin perempuan semata.

Biarkan anak dalam kandunganmu itu hidup untuk memanggilmu ibu, semoga kelak dengan taubat ibunya yang nasuha, dia akan menjadi anak shalih atau shalihah yang berguna bagi ibunya, memberikan kebaikan bagi ibunya dan menjadi sebab bagi ibunya untuk merengkuh surga.

Bagaimana jika dia gugur?

Ucapkan, “Takdir Allah, dan apa yang Allah kehendaki Allah laksanakan.” Jangan berkata, “Kalau aku melakukan ini dan ini niscaya akan begini dan begini.” Inilah petunjuk Rasulullah saw sebagaimana dalam Shahih Muslim. Ucapkan juga “Alhamdulillah ala kulli hal.” Apa pun, tetap alhamdulillah.

Jika hal ini terjadi pada saat kandungan belum genap empat bulan maka dari sisi hukum fikih ia bukan manusia, akan tetapi hanya sepotong daging, dikubur di mana saja tanpa dimandikan dan dishalatkan. Berbeda jika janin sudah genap empat bulan atau lebih, dalam kondisi ini dia diperlakukan seperti jenazah orang hidup karena dia sudah mempunyai ruh.

Batasan empat bulan ini mengacu kepada hadits Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Muslim di mana Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya penciptaan salah seorang dari kalian dikumpulkan dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk setetes air, kemudian empat puluh hari lagi menjadi gumpalan darah, kemudian empat puluh hari lagi menjadi seonggok daging, kemudian malaikat diutus dan meniupkan ruh kepadanya.” Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)