Ketahuilah bahwa lafazh-lafazh adzan adalah masyhur:
Tarji’ dalam pandangan kami adalah sunnah, yaitu bahwasanya mu’adzin mengucapkan dengan suara tinggi,

اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ.

“Allah Mahabesar Allah Mahabesar.”

Kemudian mengucapkan secara sirr dengan ukuran hanya didengar oleh dirinya sendiri dan orang yang berada di dekatnya,

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ.

“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah.”

Kemudian dia kembali mengumandangkan dengan suara keras dan meninggikan suara (dengan membaca yang sama),

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ.

“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah.”

Tatswib juga sunnah menurut kami, yaitu muadzin mengucapkan pada adzan shubuh secara khusus (Tatswib adalah sunnah pada adzan awal secara khusus tidak pada adzan yang kedua , pent) setelah,

حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ.

“Mari menuju kemenangan.”

اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ، اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ .

“Shalat lebih baik dari tidur, shalat lebih baik dari tidur.”

Terdapat hadits-hadits tentang tarji’ dan tatswib dan hadits-hadits masyhur.

Ketahuilah, seandainya dia meninggalkan tarji’ dan tatswib maka adzannya sah tetapi dia meninggalkan yang afdhal. (Sunnahnya adalah melakukan tarji’ dalam waktu tertentu dan meninggalkannya dalam waktu yang lain, karena dengan itu semua dalil-dalil sunnah bisa diterapkan tanpa meninggalkan dan membuang sebagian darinya. Adapun tatswib maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Abu Mahdzurah untuk beradzan dengannya pada adzan fajar yang pertama. Jadi prinsipnya adalah ia harus dijaga dan orang yang meninggalkannya beresiko memikul dosa, minimal meninggalkannya adalah makruh. Wallahu a’lam, pent.)

Tidak sah adzan dari anak yang belum mumayiz, wanita (Jika ada kaum laki-laki maka adzan tidak gugur dari mereka dengan adzan wanita, jika tidak maka tidak mengapa seorang wanita di tengah jamaah wanita, pent.) dan orang kafir, tetapi adzan anak kecil yang telah mumayiz adalah sah.

Jika orang kafir beradzan dan melafazhkan syahadatain maka itu adalah keislaman-nya menurut madzhab yang shahih dan pendapat yang terpilih. Sebagian kawan kami berkata, “Bukan keislaman.” (Aku berkata, “Perbuatan tergantung pada niatnya, jika niatnya adalah syahadatain maka dia Muslim, jika niatnya ada-lah unjuk kemampuan bersuara merdu, beradzan dengan baik dan dilagukan -ini dilakukan sebagian Yahudi- jika begini, maka mana mungkin dikatakan Islam?”, pent.). Tidak ada perbedaan pendapat bahwa adzannya tidak sah karena awalnya dilafazhkan sementara dia belum Islam.
Terdapat banyak perincian di bab ini yang dijelaskan di kitab-kitab fikih dan bukan ini tempat untuk menjelaskannya.

Sumber: dikutip dari Buku “Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Telp. 021-84998039. Oleh: Abu Nabiel)