Umar bin al-Khatthab menunjuk al-Mughirah bin Syu’bah sebagai gubernur Bahrain, namun penduduknya tidak menyukainya, maka Umar memakzulkannya, namun penduduknya khawatir Umar kembali menunjuknya dan mengirimnya ke kota mereka, seorang tokoh mereka berkata, “Bila kalian melakukan apa yang aku katakan maka Umar tidak akan menunjuknya untuk kalian.” Mereka berkata, “Apa itu?” Dia menjawab, “Kumpulkan seratus ribu dirham kepadaku dan aku akan menemui Umar, aku akan berkata kepadanya bahwa Mughirah menggelapkan uang ini, dia memberikannya kepadaku.”

Maka orang-orang mengumpulkan seratus ribu, selanjutnya tokoh tersebut datang kepada Umar dan mengucapkan hal itu, Umar memanggil al-Mughirah dan bertanya kepadanya, maka al-Mughirah menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, semoga Allah melimpahkan kebaikan kepadamu, dia telah berbohong, bukan seratus ribu akan tetapi dua ratus ribu.” Umar bertanya, “Lalu mengapa kamu melakukan?” Al-Mughirah menjawab, “Keluarga dan kebutuhan.” Maka Umar bertanya kepada tokoh tersebut, “Bagaimana, apa pendapatmu?”

Saat itulah sang tokoh merasa terjebak oleh rencananya sendiri, bila dia menuduh Mughirah menggelapkan seratus ribu, maka Mughirah mundur mengalah padahal dia tidak melakukan, tetapi Mughirah tidak mengaku seratus, akan tetapi dua ratus, itu artinya bila memang benar, ada seratus yang digelapkan oleh sang tokoh, akhirnya sang tokoh tak berkutik, dia tidak ingin tertuduh menggelapkan seratus, dan dia berkata, “Tidak, demi Allah. Aku akan berkata jujur kepadamu. Dia tidak memberiku apa pun.” Terbukalah kebohongannya, maka Umar bertanya kepada al-Mughirah, “Apa yang kamu inginkan dari orang ini?” Al-Mughirah menjawab, “Laki-laki buruk ini berdusta atas namaku, aku ingin menghinakannya.”

Abdurrahman bin Hassan berkata tentang Ramlah putri Mu’awiyah bin Abu Sufyan secara dusta dan berlebihan, maka orang-orang mengusulkan kepada Mu’awiyah, “Hukumlah dia.” Mu’awiyah menjawab, “Aku akan mengatasinya dengan cara lain.” Mu’awiyah mengundang Abdurrahman bin Hassan, dia mendudukkannya di dekatnya. Mu’awiyah berkata kepadanya, “Putriku yang lain kesal kepadamu.” Abdurrahman bertanya, “Mengapa?” Mu’awiyah menjawab, “Karena kamu memuji saudarinya dan tidak menyinggungnya.” Abdurrahman berkata, “Sampaikan maafku kepadanya, aku akan menyebutnya.” Manakala Abdurrahman mulai menyanjungnya, -padahal saat itu Mu’awiyah tidak mempunyai anak perempuan selain Ramlah- maka orang-orang pun mengetahui bahwa Abdurrahman membual.

Ahmad bin Yusuf, salah seorang penasihat al-Ma`mun, sedang duduk di majlis al-Ma`mun. Al-Ma`mun meminta pisau, maka Ahmad bin Yusuf mengambilnya dan memberikannya kepadanya. Saat memberikan, Ahmad bin Yusuf memegang gagangnya dan menyodorkan ujung tajamnya kepada al-Ma`mun. Al-Ma`mun terkejut, memandang Ahmad dengan penuh pengingkaran, melihat hal itu Ahmad bin Yusuf berkata spontan, “Mungkin Amirul Mukminin tidak suka dengan caraku memberikan pisau, aku sengaja melakukannya, karena aku ingin Amirul Mukminin berakal tajam layaknya pisau di depan musuh-musuhnya.” Seketika pengingkaran al-Ma`mun berubah menjadi kerelaan mendengar ketepatan dan kecepatan jawaban Ahmad bin Yusuf. Wallahu a’lam.