Tanya:

Ustadz yangterhormat,

Beribu terima kasih saya sampaikan atas pencerahan yang telah ustadz berikan. Kalau ustadz berkenan bolehkah saya melanjutkan ke konsultasi berikutnya terkait masalah ini. Terus terang masih banyak hal-hal lain yang membuat saya buta dan takut untuk melangkah menghadapi masalah ini. Tiada teman yang bisa diharapkan di perantauan ini untuk curhat dan berbagi cerita sekedar untuk meringankan beban pikiran. Saya tidak tega untuk mengadu kepada ibu saya karena beliau sudah tua dan sudah cukup
banyak pil pahit yang dirasakan beliau selama hidupnya demi anak-anaknya. Saya tidak mau menambah beban, saya cuma ingin membuat beliau menghabiskan hari tuanya dengan kebahagiaan. Itu adalah tekad saya sejak dulu.

Kalau memang dominasi istri sebagai akar masalahnya, bagaimana seharusnya sikap seorang suami seperti saya ini dalam menghadapi dan menghilangkan dominasi tersebut?. Saya masih tinggal di rumah mertua, setiap terjadi cekcok dengan istri saya hanya bisa mengalah karena saya malu kalo sampai terdengar sama mertua dan kakaknya yang juga tinggal disitu dan sudah berkeluarga. Selain itu saya takut anak saya yang masih kecil kaget dan tertekan mendengar suara-suara bentakan keras kalo saya sampai merespon kemarahan istri saya. Yang paling membuat saya makin tertekan adalah istri saya sering mengancam untuk bunuh diri dalam setiap pertengkaran kami. Setiap saya kasih tahu dan nasehati dia selalu mengucapkan: “Cari aja istri lain yang seperti abang inginkan!”. Saya paham itu muncul karena emosi saja. Tapi saya jadi tertekan terus dengan situasi seperti ini. Kesabaran saya memang mungkin masih bisa diandalkan tapi sampai kapan saya harus begini terus? Apakah saya salah memilih istri atau ini memang sudah takdir Allah kepada saya?

Ingin rasanya saya pergi dari rumah itu untuk sementara waktu karena saya sudah tak sanggup lagi apabila terjadi pertengkaran. Saya tak sanggup meninggalkan anak saya dalam situasi seperti ini. Karena tidak segan-segan istri saya melakukan tindakan kekerasan terhadap saya seperti mencakar, menjambak, memukul, bahkan pernah dia
menampar saya. Tapi saya tetap berusaha diam dan mengontrol emosi saya. Memang saya masih bisa menahannya karena seberapalah kekuatan seorang wanita. Akan tetapi kalau seperti ini terus menerus, saya takut melakukan kekhilafan dan tak kuasa lagi
menahan emosi saya sehingga sampai membalasnya dengan kekerasan juga. Saya bingung ustadz, apa yang harus saya lakukan untuk bersikap menghadapi ini?

Terima kasih atas pencerahan ustadz. Mohon ma’af kalau ada tutur kata yang tidak
sepatutnya dan sudah merepotkan ustadz.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jawab:

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan nama Allah Ta’ala, segala puji bagi Allah Ta’ala. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Amma ba’du.

Persoalan Anda berat, kondisi istri Anda -jika yang Anda katakan benar- jauh dari potret istri yang taat kepada suami, tingkat nusyuz (kedurhakaan)nya sudah jauh diambang batas. Hanya ada dua pilihan.

Pertama: Anda mentalaknya. Jika pilihan ini Anda ambil maka segala persoalan Anda dengannya selesai.

Kedua: Tidak mentalaknya, resikonya Anda telah merasakannya sendiri. Jika pilihan yang kedua ini Anda ambil maka Anda harus mendidik istri Anda di mana titik awalnya adalah pendidikan agama, ajaklah istri menghadiri kajian-kajian ilmu agama yang benar khususnya tentang rumah tangga Islam, ajak pula berkunjung kepada ustadz-ustadz atau kiai-kiai untuk brebincang-bincang ringan seputar keluarga. Sediakan buku-buku atau
majalah-majalah tentang keluarga Islam. Semoga semua itu bisa bermanfaat baginya.

Di samping itu yang tidak kalah penting menurut saya saat ini adalah Anda harus mendiri walaupun di rumah kontrakan. Ini lebih baik dan lebih mendidik istri dan jangan lupa shalat malam, berdoa kepada Allah. Semoga istri diberi petunjuk oleh Allah.Shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.