1. Bacaan al-Qur’an atas Orang yang Telah Meninggal

Perbuatan ini dan sejenisnya tidak ada dasarnya sama sekali, juga tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para shahabat radhiyallahu ‘anhum bahwasanya mereka membacakan al-Qur’an untuk orang yang telah meninggal. Justru Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintah kami maka amalan tersebut tertolak.” [1] (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya)

Dalam kitab Shahihain diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa mengada-adakan dalam perkara kami ini (perkara agama) yang tidak berasal darinya, maka dia akan tertolak.” [2]

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam khutbahnya pada hari Jum’at :

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah merupakan kesesatan” [3]

An-Nasa’i menambahkan dengan sanad shahih,

وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

“Dan setiap kesesatan berada dalam Neraka.”[4][5]

2. Bacaan al-Fatihah Atas Orang yang Telah Meninggal

Membacakan al-Fatihah atas orang yang telah meninggal tidak saya dapatkan adanya nash hadits yang membolehkannya. Berdasarkan hal tersebut maka tidak diperbolehkan membacakan al-Fatihah atas orang yang sudah meninggal, karena pada dasarnya suatu ibadah itu tidak boleh dikerjakan hingga ada suatu dalil yang menunjukkan disyari’atkannya ibadah tersebut dan bahwa perbuatan itu termasuk syari’at Allah Subhanahu wa ta’ala. Dalilnya adalah bahwasanya Allah mengingkari orang yang membuat syari’at dan ketentuan dalam agama Allah yang tidak diizinkan-Nya. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah. Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.”(QS. 42:21)

Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintah kami maka amalan tersebut tertolak.”[6]

Apabila tertolak maka termasuk perbuatan bathil yang tidak ada manfaatnya. Allah berlepas dari ibadah untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara sedemikian.

Adapun mengupah orang untuk membacakan al-Qur’an kemudian pahalanya diberikan untuk orang yang telah meninggal termasuk perbuatan haram dan tidak diperbolehkan mengambil upah atas bacaan yang dikerjakannya. Barangsiapa mengambil upah atas bacaan yang dilakukannya maka ia telah berdosa dan tidak ada pahala baginya, karena membaca al-Qur’an termasuk ibadah, dan suatu ibadah tidak boleh dipergunakan sebagai wasilah untuk mendapatkan tujuan duniawi. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ‏

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.” (QS. 11:15) [7]

3. Bacaan al-Qur’an untuk Kedua Orang Tua

Membaca al-Qur’an dengan memberikan pahala bacaannya kepada kedua orang tua diperbolehkan menurut banyak ulama, akan tetapi tidak ada dasar yang pasti sehingga tidak boleh dianggap benar. Sebagian besar melarangnya dikarenakan ketiadaan nash yang membolehkannya. Adapun apabila dikerjakan kadang-kadang, maka perbuatan tersebut tidak diingkari. [8]

4. Bacaan al-Fatihah untuk Kedua Orang Tua

Membacakan surat al-Fatihah untuk kedua orang tua yang telah meninggal atau yang lain merupakan perbuatan bid’ah karena tidak ada dasarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya al-Fatihah boleh dibacakan untuk orang yang meninggal atau arwah mereka, baik itu orang tuanya atau orang lain. Yang disyari’atkan adalah mendoakan bagi kedua orang tua dalam shalat atau sesudahnya, memohonkan ampunan dan maghfirah bagi keduanya dan sejenisnya yang termasuk doa yang bisa bermanfaat bagi yang sudah meninggal.

Catatan Kaki

[1] Diriwayatkan oleh Muslim, nomor 1718 jilid 18, dalam kitab al-Uqdhiyah bab ‘Naqdhul Ahkamil Bathilah wa Raddu Muhdatsatil Umur’ dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha..

[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 2697 dalam al-Shulh bab ‘Idzash Thalahu ‘ala Shulhin Juur Fash Shulh Mardud’ dan Muslim, no. 1718 jilid 18, dalam kitab al-Uqdhiyah bab ‘Naqdhul Ahkamil Bathilah wa Raddu Muhdatsatil Umur’ dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.

[3] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 867/43 dalam Kitab Jum’ah, bab “Memendekkan Shalat dan Khutbah”.

[4] Potongan hadits yang diriwayatkan an-Nasa’i, no. 1577 kitab Khutbah, bab “Tata cara Khutbah” dari hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu.

[5] Fatawa Syaikh Bin Baz rahimahullah, Kitabud Da’wah, 1/210.

[6] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1718 jilid 18, dalam kitab al-Uqdhiyah bab ‘Naqdhul Ahkamil Bathilah wa Raddu Muhdatsatil Umur’ dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.

[7] Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, Nur ‘Alad Darbi, Juz I, I’dad Fayis Musa Abu Syaikhah.

[8] Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, dari salah satu kasetnya yang telah dimuraja’ah dan di-tashhih oleh beliau.

[9] Fatawa Syaikh al-Fauzan, Nur ‘Alad Darbi, Juz III, I’dad Fayis Musa Abu Syaikhah.