Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dalam hadits yang panjang, dari Hushain bin Abdurrahman rahimahullah, dia menuturkan: “Suatu ketika aku berada di sisi Said bin Jubair, lalu dia bertanya: ‘Siapakah di antara kalian yang melihat bintang yang jatuh semalam.’ Aku pun menjawab:‘Aku.’ Kemudian aku berkata lagi:‘Namun sesungguhnya aku, ketika itu tidak dalam keadan sholat, tetapi terkena sengatan kalajengking.’ Ia lalu bertanya:‘Lalu apa yang kamu perbuat.’ Jawabku:‘Aku meminta diruqyah.’ Ia bertanya lagi:‘Apakah yang mendorong dirimu untuk melakukan hal itu?’ Jawabku:‘Yaitu sebuah hadits yang dituturkan oleh Asy-Sya’bi kepada kami.’ Ia bertanya lagi:‘Dan apakah hadits yang dituturkan kepadamu itu?’ Kataku:‘Dia menuturkan kepada kami hadits dari Buraidah bin Al Hushaib:’Tidak boleh ruqyah kecuali karena penyakit ‘ain (sakit yang ditimbulkan karena pandangan mata dengki) atau terkena sengatan (binatang berbisa) …’

Said pun berkata:“Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang telah didengarnya. Tetapi Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menuturkan kepada kami hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:“Telah diperlihatkan kepadaku ummat-ummat. Aku melihat seorang nabi, bersamanya beberapa orang, dan seorang nabi, bersamanya satu dan dua orang, serta seorang nabi dan tak seorang pun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku suatu jumlah yang banyak, aku pun mengira bahwa mereka itu adalah ummatku, tetapi dikatakan kepadaku: Ini adalah Musa bersama kaumnya. Lalu, tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah besar pula. Maka dikatakan kepadaku: ‘Ini adalah ummatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang mereka itu masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.”

Kemudian beliau bangkit dan segera memasuki rumahnya. Maka orang-orang pun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu. Ada di antara mereka yang berkata:“Mungkin saja mereka itu orang yang menjadi shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Ada lagi yang berkata:“Mungkin saja mereka itu orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam, sehingga tidak pernah mereka berbuat syirik sedikitpun kepada Allah.” Dan mereka menyebutkan beberapa perkara.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda:“Mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya dirukyah ditempel dengan besi yang dipanaskan, tidak melakukan tathayyur (menganggap sial dengan sesuatu yang didengar atau dilihat) dan mereka hanya bertawakkal kepada Rabb (Tuhan) mereka.”

Kemudian ‘Ukasyah bin Mihshan al-Asady radhiyallahu ‘anhu bagkit seraya berkata:“Do’akan aku supaya Allah menjadikan aku termasuk bagian dari mereka!” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:“Ya engkau termasuk bagian dari mereka.” Kemudian yang lainnya bangkit dan berkata:” Do’akan aku supaya Allah menjadikan aku termasuk bagian dari mereka!” Beliau menjawab:“Engkau sudah didahului ‘Ukasyah.”

Hadits ini memiliki jalur riwayat yang sangat banyak, ia ada di kitab-kitab as-Shihhaah atau al-Hissaan, kami akan membawakannya Insyaa Allah pada bab tentang sifat Surga ketika menyebutkan tentang kondisi Kiamat dan huru-haranya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah banyak menyebutkan Musa ‘alaihissalam di dalam al-Qur’an. Dia memuji Musa ‘alaihissalam dengan berbagai macam pujian dan Dia ceritakan kisahnya berkali-kali di dalam al-Qur’an, baik secara luas dan detail maupun ringkas. Dan Dia memuji Musa dengan pujian yang sangat mendalam.

Seringkali Allah Subhanahu wa Ta’ala menyertakan penyebutan Musa ‘alaihissalam dan kitabnya (Taurat) dengan penyebutan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan kitabnya (al-Qur’an), sebagaimana yang difirmankan-Nya:

وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لا يَعْلَمُونَ (101)

“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung) nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah).”(QS. Al-Baqarah: 101)

Dia Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

آلم (1) اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ (2) نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ(3) مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ(4)

“Alif laam miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil Sebelum (Al Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa). ).”(QS. Ali-‘Imraan: 1-4)

Dalam surat al-An’aam (91-92), Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ قُلْ مَنْ أَنْزَلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا وَعُلِّمْتُمْ مَا لَمْ تَعْلَمُوا أَنْتُمْ وَلا آبَاؤُكُمْ قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ(91) وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ(92)

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia”. Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui (nya)?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. Dan ini (Al Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Umulkura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Qur’an), dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.”(QS. Al-An’aam: 91-92)

Dengan demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji Taurat dan selanjutnya memuji al-Qur’an dengan pujian yang agung. Pada akhir surat al-An’aam Allah Subhanahu wa Ta’ala berfriman:

ثُمَّ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ تَمَامًا عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لَعَلَّهُمْ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ (154) وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (155)

“Kemudian Kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (ni’mat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka. Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.”(QS. Al-An’aam: 154-155)

Dalam surat al-Maa’idah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (44) وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأنْفَ بِالأنْفِ وَالأذُنَ بِالأذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(45) وَقَفَّيْنَا عَلَى آثَارِهِمْ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَآتَيْنَاهُ الإنْجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ(46) وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الإنْجِيلِ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ(47) وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ(48)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisosnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qisos) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim. Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israel) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa. Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”(QS. Al-Maa’idah: 44-48)

Dengan demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan al-Qur’an sebagai pemberi keputusan bagi seluruh kitab-kitab yang lainnya. Dia menjadikan al-Qur’an sebagai pembenar dan pemberi penjelasan terhadap adanya penyimpangan dan perubahan terhadap kitab-kitab terdahulu. Ahli Kitab diperintah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjaga kitab-kitab yang ada di tangan mereka, tetapi mereka tidak dapat menjaga, mempertahankan keotentikannya dan melindunginya. Mereka telah melakukan pegubahan dan penggantian, karena minim dan buruknya pemahaman mereka terhadap ilmu pengetahuan, jeleknya niat-niat mereka serta kebiasaan mereka yang suka berkhianat kepada Rabb mereka, semoga laknat Allah ditimpakkan kepada mereka samnpai hari Kiamat. Oleh Karena itu, di dalam kitab-kitab mereka terdapat berbagai kesalahan yang benar-benar jelas terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya yang tidak dapat dihitung dan disifati serta tidak ada yang menyamainya.

dalam surat al-Anbiyaa’ (48-50), Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاء وَذِكْراً لِّلْمُتَّقِينَ{48} الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِالْغَيْبِ وَهُم مِّنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ{49} وَهَذَا ذِكْرٌ مُّبَارَكٌ أَنزَلْنَاهُ أَفَأَنتُمْ لَهُ مُنكِرُونَ{50}

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat. Dan Al Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?.”(QS. Al-Anbiyaa’: 48-49)

Dalam surat al-Qashash (48 dan 49) Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

فَلَمَّا جَاءَهُمُ الْحَقُّ مِنْ عِنْدِنَا قَالُوا لَوْلا أُوتِيَ مِثْلَ مَا أُوتِيَ مُوسَى أَوَلَمْ يَكْفُرُوا بِمَا أُوتِيَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ قَالُوا سِحْرَانِ تَظَاهَرَا وَقَالُوا إِنَّا بِكُلٍّ كَافِرُونَ (48) قُلْ فَأْتُوا بِكِتَابٍ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ هُوَ أَهْدَى مِنْهُمَا أَتَّبِعْهُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ(49)

“Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata: “Mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu?”. Dan bukankah mereka itu telah ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu?; mereka dahulu telah berkata: “Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu membantu”. Dan mereka (juga) berkata: “Sesungguhnya Kami tidak mempercayai masing-masing mereka itu’. Katakanlah: “Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al Qur’an) niscaya aku mengikutinya, jika kamu sungguh orang-orang yang benar.”(QS. Al-Qashash: 48-49)

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji kedua kitab suci dan kedua Rasul-Nya ‘alaihimassalam. Ada jin yang berkata kepada kaumnya:

يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ (30)

” Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”(QS. Al-Ahqaaf: 30)

Waraqah bin Naufal pernah berkata ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bercerita kepadanya tentang apa yang dia lihat pada awal turunnya wahyu dan beliau membacakan kepadanya:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ(2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ(3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ(4) عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(5)

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabb (Tuhan)-mulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Waraqah bin Naufal kemudian berkata:“Subbuhun (Mahasuci), Subbuhun (Mahasuci). Inilah wahyu yang pernah diturunkan kepada Musa bin ‘Imran” (HR. al-Bukhari (3) dan Muslim (160))

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa syari’at Musa ‘alaihissalam merupakan syar’iat yang agung. Dan, ummatnya berjumlah sangat banyak, di antara mereka ada para Nabi, ulama, ahli ibadah, orang yang zuhud, raja, umara’, para pemimpin, dan para pembesar. Akan tetapi mereka ingkar sehingga mereka dibinasakan dan digantikan oleh yang lainnya, sebagaimana syari’at mereka telah diganti lalu wujud mereka diubah menjadi kera dan babi. Dan banyak hal lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan. Namun demikian, insyaa Allah kami akan tetap menyajikan beberapa di antaranya yang berkenaan dengan hal itu pada pembahsan berikutnya. Hanya dengan-Nya kita yakin dan kepada-Nyalah kita bertawakal.”

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi, Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah, edisi Indonesia. Pustaka Imam asy-Syafi’i hal 315-324 dengan sedikit gubahan. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)