عن أنس – رضي الله عنه – أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال :« لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووالده والناس أجمعين » أخرجه البخاري[32] ومسلم[33]

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga menjadikan aku lebih dicintai melebihi kecintaannya kepada anaknya, bapaknya dan seluruh manusia.”(HR.al-Bukhari dan Muslim)

Kecintaan Yang Wajib

Termasuk salah satu hak Nabi yang wajib ditunaikan oleh umatnya adalah mahabbah/mencintai beliau, dan telah datang perintah untuk itu di dalam al-Quran, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

– { قل إن كان آباؤكم وأبناؤكم وإخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموها وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحب إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربصوا حتى يأتي الله بأمره والله لا يهدي القوم الفاسقين}.

“Katakanlah:”Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)

Sisi pendalilannya adalah bahwasanya dalam ayat yang mulia di atas terdapat ancaman kepada orang-orang yang kecintaannya terhadap sesuatu, melebih kecintaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Ancaman tersebut terdapat dalam dua kalimat:

Pertama:{فتربصوا حتى يأتي الله بأمره}/ maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya : Makna tunggullah pada ayat ini adalah tunggulah adzab, dan adzab tidak akan ditimpakan kecuali terhadap perbuatan meninggalkan kewajiban.

Kedua{والله لا يهدي القوم الفاسقين}/ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik : Allah mensifati mereka dengan kefasikan, dan sifat tersebut tidak diberikan kecuali kepada orang yang melakukan dosa besar atau yang di atasnya seperti kekufuran dan kesyirikan baik besar maupun kecil. Maka barang siapa mendahulukan kecintaan kepada sesuatu di atas kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka dia telah berbuat fasik dan sedang menunggu turunnya adzab. Kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah digandengkan dengan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hal itu memberikan faidah pemuliaan dan pengagungan, seperti ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam digandengkan dengan ketaatann kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hadits-Hadits Tentang Wajibnya Cinta Nabi

Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang wajibnya mendahulukan kecintaan terhadap Nabi di atas kecintaan kepada selainnya, di antaranya:

1.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah, menggandeng tangan Umar bin Khathathab radhiyallahu ‘anhu, lalu Umar berkata:

يا رسول الله! لأنت أحب إلي من كل شيء إلا من نفسي. فقال النبي: لا، والذي نفسي بيده، حتى أكون أحب إليك من نفسك. فقال له عمر: فإنه الآن والله لأنت أحب إلي من نفسي.فقال النبي: الآن يا عمر). [البخاري، الأيمان والنذور، باب كيف كانت يمين النبي].

“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguh Engkau adalah orang yang paling aku cintai, melebihi segala sesuatu, kecuali di atas diriku sendiri”.Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:” Belum, demi yang jiwaku di tangan-Nya (demi Allah), sampai engkau menjadikan Aku lebih engkau cintai melebihi dirimu sendiri.”Maka Umar berkata kepada beliau:” Maka sekarang –Demi Allah- sungguh Engkau lebih aku cintai, melebihi diriku sendiri.”Maka Nabi pun berkata:”Sekarang wahai Umar (sudah benar).” (HR. Bukhari Kitab Sumpah dan Nadzar bab Bagaimana Sumpah Nabi)

Penafian/peniadaan yang diperkuat dengan sumpah (dalam sabda beliau: :”Belum, demi yang jiwaku di tangan-Nya (demi Allah)”), menunjukkan wajibnya mendahulukan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas kecintaan kepada diri sendiri. Karena jiwa seseorang pada asalnya binasa dan celaka, kalau tidak karena kemurahan dan rahmat Allah dengan mengutus Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau adalah sebab selamatnya jiwa-jiwa manusia. Oleh karena itu, maka kecintaan kepada beliau lebih berhak untuk didahulukan.

2.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووالده والناس أجمعين) البخاري، الإيمان.

Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga menjadikan aku lebih dicintai melebihi kecintaannya kepada anaknya, bapaknya dan seluruh manusia.” (HR.al-Bukhari kitab al-Iman)

Hadits ini adalah dalil tentang wajibnya menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dicintai oleh seseorang melabihi segala sesuatu yang bersifat duniawi, hal ini karena beberapa alasan:

a.Dinafikan/ditiadakannya keimanan kecuali dengan menjadikan beliau sesuatu yang paling dicintai. Iman adalah wajib, maka yang berkaitan dengannya adalah wajib.

b.Seruan atau perintah ini ditujukan kepada seluruh manusia, sebagaimana di dalam sabda beliau:”salah seorang di antara kalian” Maka setiap orang yang beriman diseur atau diperintah dengan kecintaan ini.

c.Hadits ini menggunakan ungkapan tafdhil/menunjukkan lebih dalam sabda beliau”lebih dicintai”, ini adalah ungkapan yang tegas di dalam perintah mendahulukan kecintaan kepada beliau di atas kecintaan kepada selainnya dari urusan duniawi. Kecintaan ini adalah wajib, barang siapa yang meremehkan dan menyepelekannya maka dia berdosa, dan barang siapa mendahulukan kecintaan kepada bapak-bapaknya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, istri-istrinya atau segala sesuatu dari kesenangan dunia di atas kecintaan kepada beliau maka dia berdosa, fasiq dan berhak mendapatkan hukuman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله ، وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار) متفق عليه.(

“Tiga hal apabila ketiganya terdapat dalam diri seseorang, maka dia akan mendapatkan manisnya iman, (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai melebihi selain keduanya, seseorang mencintai orang lain dan dia tidak mencintainya kecuali karena Allah dan dia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia membenci untuk dilemparkan kedalam neraka.(Mutafaq ‘Alaihi)

Penghambaan Bukan Penuhanan

Tidak ada kecintaan yang lebih tinggi di atas kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melainkan kecintaan kepada Allah. Maka kecintaan kepada Allah adalah ketinggi-tinggi kecintaan dan yang paling wajib secara mutlak. Oleh karena itu tidak boleh menyamakan antara kecintaan kepada-Nya dengan kecintaan kepada selain-Nya sekalipun kecintaan kepada Nabi.Sesungguhnya kecintaan kepada Nabi sekalipun itu mulia, agung dan didahulukan di atas kecintaan kepada selainnya dari urusan duniawi, akan tetapi hal itu tetap berada pada tingkatan bahwa beliau sebagai manusia, tidak sampai tingkatan dipertuhankan (seperti di sembah, dimintai berkah ketika sudah meninggal, beristighatsah dengannya dan lain-lain).

Dari sini kita mengetahui kekeliruan orang yang berlebih-lebihan dalam mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai menjadikan kecintaan kepada beliau seperti kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka menisbatkan kepada beliau kekhususan-kekhususan Allah Sang Pencipta, di antaranya:

-mereka mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui ilmu Ghaib (padahal ilmu ghaib hanya diketahui oleh Allah)

-mereka mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ikut mengatur urusan manusia dan alam semesta. (padahal hanya Allah lah yang mengatur manusia dan alam semesta ini)

-menganggap bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengabulkan doanya orang-orang yang berdoa.(oleh sebab itu di antara mereka ada yang berdoa dan meminta sesuatu kepada Nabi)

-Berdoa dan beristighatsah(minta diselamatkan dari mara bahaya) kepada beliau, selain Allah.(sehingga tidak sedikit di antara mereka yang ketika mendapatkan musibah dan masalah mencari dan meminta jalan keluar kepada Nabi padahal beliau sudah meninggal)

-meminta kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (seperti minta jodoh, minta disembuhkan dari sakit, minta lancar rezeki, minta hujan dan lain-lain)

Maka sesungguhnya kecintaan kepada Nabi apabila dikaitkan dengan kecintaan kepada Allah, hal sebagaimana dikaitkannya ketaatan kepada beliau dengan ketaatan kepada Allah. Adapun kecintaan Ilahiyyah adalah kecintaan diatas kecintaan kepada seluruh manusia (seklipun kepada Nabi). Dan tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali untuk mengikat hati manusia kepada kepada Allah dan mengikhlaskan kecintaan mereka hanya kepada-Nya, maka janganlah mereka menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dalam kecintaan. Inilah yang dinamakan ibadah, yang Allah telah berfirman tentangnya:

– {وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون}

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(QS.adz-Dzariyat: 56)

Maksudnya, supaya mereka mengikhlaskan kecintaan, ketundukkan dan ketaatan kepada-Ku. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan perilaku seperti ini (perilaku berlebihan terhadap Nabi) dengan peringatan yang sangat keras dan beliau bersungguh-sungguh untuk mencegah semua jalan dan sarana yang mengarahkan kepada sikap menyamakan beliau dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kecintaan. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(لا تطروني كما أطرت النصارى المسيح ابن مريم، فإنما أنا عبده فقولوا عبد الله ورسوله).

“Janganlah kalian berlebihan dalam menyanjungku, seperti berlebih-lebihannya orang Nashrani/kristen dalam menyanjung Isa bin Maryam ‘alaihissalam, sesungguhnya aku adalah hamba Allah, maka katakanlah (tentang aku)”Hamba Allah dan Rasl-Nya”

Makna hadits di atas adalah:”Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam menyanjungku dan berbuat ghuluw, sebagaimana berlebih-lebihannya nashrani terhadap Isa bin Maryam ‘alaihissalam, karena mereka menyangka kalau Isa bin Maryam ‘alaihissalam anak Allah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam takut kalau umatnya meniru langkah orang-orang nasharani tersebut, oleh sebab itu beliau melarang umatnya untuk memuji beliau dengan pujian yang berlebihan. Dan sungguh telah terjadi apa yang yang telah beliau larang, di mana sebagian manusia pada zaman ini berlebih-lebihan terhadap beliau, sampai-sampai mereka menempatkan beliau pada derajat Uluhiyah (peribadatan) dan Rububiyah (penciptaan alam semesta, pengaturan, menghidupkan, mematikan, dll). Maka mereka menisbatkan kepada beliau pengaturan alam semesta, pengetahuan terhadap ilmu ghaib, pengabulan doa. Maka dengan perbuatannya tersebut mereka telah menempatkan beliau pada posisi Uluhiyah (ketuhanan), walaupun mereka tidak mengatakan kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu tuhan.Sebagaimana juga mereka telah membuat-buat perayaan dan peringatan untuk beliau, mereka merayakan hari lahir beliau pada hari itu, sebagaimana orang nashrani membuat perayaan natal untuk Isa ‘alaihissalam, padahal Isa ‘alaihissalam tidak mrayakannya dan juga tidak memrintahkannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga demikian, tidak merayakan hari lahir (maulud) dan juga tidak memerintahkan umatnya untuk melaukannya.

Sungguh sebagian umat ini telah mengikuti langkah-langkah orang yahudi dan nashrani selangkah demi selangkah, sampai seandainya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun pasti mereka akan mengikutinya, sebagiamana hal itu telah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Memang benar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia paling agung, penghulu/pemimpin Bani Adam, kekasih Allah, manusia yang paling tinggi derajatnya pada hari kiamat dan di Surga, dan beliau adalah imam/pemimpin para Nabi. Tidak ada yang sampai kepada kedudukan beliau tersebut, baik itu para Nabi yang diutus, dan juga para malaikat, namun begitu beliau tetap saja seorang hamba yang menyembah dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak memiliki hak Uluhiyah (hak untu diibadahi dan disembah). Dan sabda beliau:

– (إنما أنا عبده، فقولوا عبد الله ورسوله).

“Sesungguhnya aku adalah hamba Allah, maka katakanlah (tentang aku)”Hamba Allah dan Rasul-Nya”

Adalah sebuah pengakuan dan penetapan terhadap hakikat ini, dan pemabatalan dan bantahan terhadap pengakuan dua golongan:

1.Pertama,orang yang Ghuluw/berlebih-lebihan, yaitu mereka yang mengangkat beliau dari derajat ubudiyah/peribadatan menjadi derajat uluhiyah, yaitu dalam sabda beliau:”maka katakanlah (tentang aku)”Hamba Allah”

2.Kedua,orang yang meremehkan, yaitu mereka yang memperlakukan beliau seperti manusia biasa, dan tidak membedakan beliau dengan manusia yang lain dengan ketinggian derajat beliau. Hal itu dalam sabda beliau:”dan Rasul-Nya”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

{قل لا أملك لنفسي نفعا ولا ضرا إلا ما شاء الله ولو كنت أعلم الغيب لاستكثرت من الخير وما مسني السوء إن أنا إلا نذير وبشير لقوم يؤمنون}.
“Katakanlah:”Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf:188)

Sebab Didahulukannya Kecintaan Kepada Rasulullah

Dan sebab didahulukannya kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas kecintaan kepada selainnya, ada 4 hal, dua yang pertama adalah wajib dan yang lainnya adalah sunnah, sebab-sebab itu adalah:

1.Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkannya, sebagaimana dalil-dalil yang telah dikemukakan di atas. Sebenarnya hal ini saja sudah cukup intik menunjukkan wajibnya mendahulukan kecintaan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

2.Kebaikan dan jasa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap umatnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada manusia lewat tangan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau telah menunjukki manusia kejalan kebahagiaan dan keselamatan dari kesengsaraan dunia dan akhirat.

3.Kesempurnaan akhlaq beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu keberanian, kedermawanan, kebikan, kehormatan, kejujuran, keadilan, amanah, kesantunan, kasih sayang, dan kemurahan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Di samping ilmu, fiqh dan pemahaman beliau. Dan satu saja karakter dari karakter-karakter di atas sudah mengharuskan kita mencintai siapa saja yang memilikinya, maka bagaimanakah kiranya apabila hal itu terkumpul dalam diri satu orang dengan sempurna? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

{وإنك لعلى خلق عظيم}.

“Dan sesungguhnya Engkau (Ya Muhammad) benar-benar berada di atas aklaq yang terpuji.”(QS. Al-Qalam: 4)

4.Kesempurnaan fisik beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah orang yang tampan, bersinar seperti matahari, beraroma wangi, keringat beliau seperti bau minyak kasturi, berbadan ideal, rambut yang indah, mata yang mempesona dan kulit yang putih. Maka beliau memiliki sifat-sifat keindahan, dan barang siapa yang melihat beliau pasti akan mencintainya.

Kerinduan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Tanda-tanda kecintaan, dan kerinduan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ada beberapa macam, di antaranya:

1.Iman kepada beliau, memuliakannya, membelanya dan mentaatinya.

2.Kemudian juga kerinduan dan kegembiraan ketika nama beliau disebut, kemudian berharap untuk bisa melihat dan duduk bersama beliau, walaupun hal itu tidak akan didapatkan kecuali dengan mengeluarkan seluruh hartanya. Dan tidaklah diketahui dari orang-orang yang jujur dari kalangan orang yang beriman kecuali perasaan seperti ini.

Berikut ini beberapa riwayat tentang kecintaan Para Sahabat radhiyallahu’anhum :

سأل رجل فقال: ” متى الساعة؟.- قال: ( وما أعددت لها)؟.- قال: لا شيء، إلا أني أحب الله ورسوله.- فقال: (أنت مع من أحببت). قال أنس: فما فرحنا بشيء فرحنا بقول النبي: أنت مع من أحببت. قال أنس: فأنا أحب النبي وأبا بكر وعمر، وأرجو أن أكون معهم بحبي إياهم، وإن لم أعمل أعمالهم” [البخاري، الأدب، باب علامة الحب في الله دون قول أنس].

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:”(wahai Rasulullah) Kapan kiamat?”Beliau menjawab:”Apa yang telah engkau siapkan untuk menyambutnya?” Dia berkata:”Tidak ada, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Maka beliau bersabda:”Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:”Maka tidaklah aku bergembira melebihi kegembiraanku karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:”Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata:”Maka aku mencintai Nabi, Abu Bakar, dan Umar dan aku berharap bisa bersama mereka karena kecintaanku kepada mereka, walaupun aku tidak beramal seperti amalan mereka.” (HR.al-Bukhari kitab al-Adab, bab ‘Alamatul Hub fiillah)

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ( والذي نفس محمد بيده! ليأتين على أحدكم يوم ولا يراني. ثم لأن يراني أحب إليه من أهله وماله معهم ) [رواه مسلم في الفضائل، باب: فضل النظر إليه صلى الله عليه وسلم، وتمنيه 4/1836].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Sungguh akan datang suatu hari kepada salah seorang di antara kalian, di mana kalian tidak melihat aku. Kemudian sungguh melihat aku lebih menyenangkan baginya dari pada keluarga dan hartanya bersamanya.”(HR. Muslim, kitab al-Fadhail, bab Fadhlu an-Nazhar ilaihi shallallahu ‘alaihi wasallam wa Tamanihi 4/1836)

أن امرأة قتل أبوها وأخوها وزوجها يوم أحد مع رسول الله فقالت:- “ما فعل رسول الله؟.- قالوا: خيرا، هو بحمد الله كما تحبين .فلما رأته قالت: كل مصيبة بعدك جلل”. [الروض الأنف للسهيلي 6/25، الشفا 2/22]

“Sesungguhnya ada seorang wanita (sahabat) yang bapak, saudara dan suaminya telah meninggal (terbunuh) pada perang Uhud bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dia berkata:”Apa yang terjadi dengan Rasulullah?” Para sahabat menjawab:” Baik-baik saja, beliau alhamdulillah sebagaimana yang engkau harapkan”Dia berkata:”Seluruh musibah selain (yang menimpa) Engkau (Rasulullah) adalah ringan.”

ولما احتضر بلال قالت امرأته: ” واحزناه. – فقال: واطرباه، غدا نلقى الأحبة .. محمدا وحزبه”. [سير أعلام النبلاء1/359، الشفا2/23]

Ketika Bilal radhiyallahu ‘anhu sakaratul maut, istrinya berkata:”betapa sedihnya” Maka Bilal berkata:”betapa senangnya, besok kami akan bertemu dengan orang tercinta ….Nabi dan pengikutnya (maksudnya meninggal).” (Siyar A’lam Nubala 1/359, asy-Syifaa 2/23)

ولما أخرج أهل مكة زيد بن الدثنة من الحرم ليقتلوه، قال له أبو سفيان:- ” أنشدك الله يا زيد!، أتحب أن محمدا الآن عندنا مكانك يضرب عنقه، وأنك في أهلك”؟.- فقال زيد: ” والله ما أحب أن محمدا الآن في مكانه الذي هو فيه تصيبه شوكة، وإني جالس في أهلي”.- فقال أبوسفيان: ” ما رأيت من الناس أحدا يحب أحدا كحب أصحاب محمد محمدا”. [السيرة النبوية الصحيحة للعمري 2/400، سيرة ابن هشام 3/160، الروض الأنف 6/166، الشفا 2/23]

Ketika penduduk Mekah mengeluarkan Zaid bin al-Dutsnah radhiyallahu ‘anhu dari masjidil Haram untuk membunuhnya (karena di masjidil Haram tidak boleh membunuh), Abu Sufyan (sebelum beliau masuk Islam)berkata kepadanya:”Aku bertanya kepadamu dengan nama Allah wahai Zaid, apakah engkau suka kalau Muhammad sekarang berada di sini menggantikan posisimu untuk dibunuh, dan engkau bersama keluargamu?”Maka Zaid radhiyallahu ‘anhu bekata:”Demi Allah, aku tidak suka kalau Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sekarang berada pada tempat beliau yang di sana beliau tertusuk duri sedangkan aku duduk bersama keluargaku.”Abu Sufyan berkata:”Aku tidak melihat satu pun manusia yang mencintai seseorang melebihi kecintaan Sahabat Muhammad terhadap Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Sirah Nabawiyah Shahihah, Akram Dhiya al-‘Umari, Sirah Ibnu Hisyam dll)

Dan masih banyak riwayat riwayat yang lain yang tidak bisa disebutkan di sini diantaranya, Khalid bin Mi’dan tidak tidak tidur melainkan dia mengungkapkan lerinduannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu’anhum, kayu (mimbar) yang bersuara karena rindu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Hasan al-Bashri yang menangis apabila menyebutkan kejadian itu, dan juga makanan yang bertasbih di tangan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, pohon, gunung dan bebatuan yang mengucapkan salam kepada beliau dan masih banyak lagi. Barang siapa yang ingin mendapatkannya silahkan baca shahih Bukhari dan Muslim, Sirah Nabawiyah dll.

Kebanyakan orang shalih melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mimpi mereka, sebagian mereka melihat beliau setiap malam, dan apabila dia tidak melihat beliau (dalam mimpi) pada satu malam maka mereka menuduh diri mereka dengan kemunafikan. Melihat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mimpi adalah bukti terikatnya hati dengan beliau, basahnya lisan dengan shalawat terhadap beliau, terfokusnya mata melihat sunah beliau dan telinga mendengar hadits-hadits beliau. Adapun mereka yang:
1.Tidak bershalawat kepada beliau, sekalipun nama beliau disebut.
2.Tidak mendengarkan hadits beliau sekalipun dibacakan.
3.Tidak melihat dan merenungi sunah-sunah beliau (untuk diamalkan), sekalipun dia membaca kitab-kitab hadits.
Maka mereka tidak ada dalam hati mereka pemuliaan dan kerinduan (kepada beliau). Maka bagaimana mungkin mereka melihat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mimpi mereka walaupun sekali. Maka, bukankah mereka lebih pantas untuk menunduh diri mereka dengan kemunafikan?

(Sumber:Diterjemahkan dengan perubahan dari”Al-Jidz’u yahinnu Ilaihi”, oleh D.Luthfullah bin Malaa ‘Abdul ‘Azhim, dari www.montada.rasoulallah.net, diterjemahkan oleh Abu Yusuf Sujono