Adakah jual beli terikat dengan waktu dan tempat? Untuk yang pertama, semua waktu selain waktu yang hanya cukup untuk shalat fardhu dan saat adzan Jum’at dikumandangkan bagi siapa yang wajib Jum’atan, karena Allah memerintahkan berangkat dan meninggal jual beli manakala seruan Jum’atan dialunkan dalam surat al-Jumu’ah ayat 9, berarti siapa yang wajib Jum’atan maka ada waktu yang dia tidak boleh berjual beli berdasarkan ayat di atas.

Untuk yang kedua, semua tempat selain masjid berdasarkan hadits, “Apabila kamu melihat orang yang menjual atau membeli di masjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak menjadikan perdaganganmu beruntung’. Dan apabila kamu melihat orang yang mencari barang hilang maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.’” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah, at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.” Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 291.

Menetapkan Harga

Dari Anas bin Malik bahwa orang-orang berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, harga-harga mahal, maka tetapkanlah harga untuk kami.” Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Sesungguhnya Allah yang menetapkan harga, yang menyempitkan, yang melapangkan dan yang memberi rizki. Sesungguhnya aku berharap bertemu Allah sementara tidak seorang pun dari kalian menuntutku karena kezhaliman terkait dengan darah dan harta.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”

Para ulama memahami dari hadits ini larangan campur tangan penguasa dalam mematok harga barang, karena hal itu memicu kezhaliman, padahal masyarakat bebas dalam aktifitas perniagaan mereka dan mematok harga bertentangan dengan kebebasan ini, kepentingan pembeli tidak lebih patut untuk diperhatikan dari kepentingan penjual. Namun hal ini bukan harga mati, saat para tengkulak mempermainkan hajat hidup masyarakat atas dorongan ketamakan terhadap keuntungan besar, saat itu campur tangan penguasa terhadap harga bukan sebuah dosa bahkan bisa jadi dibutuhkan.

Menimbun

Ma’mar bin Abdullah berkata, Rasulullah bersabda, “Tidak menimbun kecuali orang yang sengaja berbuat salah.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Ibnu Hajar berkata, “Menimbun secara syar’i adalah menahan bahan makanan yang dibutuhkan masyarakat sambil menunggu kenaikan harga padahal dia tidak membutuhkan.”

Definisi ini mencakup tiga perkara: Menahan dengan tujuan kenaikan harga, keditakbutuhan diri dan kebutuhan masyarakat.

Iqalah

Pembatalan jual beli yang sah. Barangsiapa membeli sesuatu kemudian menimbang, ternyata dirinya tidak membutuhkannya atau menjual sesuatu kemudian menimbang, ternyata dirinya membutuhkannya, maka dengan kesepahaman kedua belah pihak, jual beli bisa dibatalkan, inilah iqalah dan ia termasuk kemurahan dan kebaikan.

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menerima iqalah jual beli seorang muslim maka Allah mengampuni kesalahannya.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban.

Wadh’ul Jawa`ih

Wadh’u adalah menggugurkan. Jawa`ih adalah musibah langit yang menimpa tanaman tanpa campur tangan manusia. Maksud dari wadh’ul jawa`ih, bila hasil kebun dijual saat terlihat tanda masaknya, penjual menyerahkannya kepada pembeli, namun sebelum panen ia terserang jawa`ih maka ia dalam tanggung jawab penjual, dia tidak berhak menuntut pembayaran kepada pembeli, karena Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan wadh’ul jawa`ih dalam hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Muslim.

Rasulullah shallallou ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalau kamu menjual buah-buahan kepada saudaramu lalu ia terkena jawa`ih maka tidak halal bagimu mengambil apa pun darinya, dengan alasan apa kamu mengambil harta saudaramu tanpa hak?” Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir.

Tashriyah atau Musharrah

Tashriyah berarti menampung, maksudnya menampung susu di empeng kambing atau sapi dengan tidak memerahnya dalam waktu tertentu sehingga calon pembeli menyangkanya bersusu deras, hewan yang diperlakukan demikian disebut dengan musharrah.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan mentashriyah kambing, barangsiapa membelinya maka dia berhak memilih setelah memerahnya, bila dia rela maka dia menerimanya, bila dia tidak rela maka dia mengembalikannya bersama satu sha’ kurma.” Wallahu a’lam. (Oleh Ustadz Izzudin Karimi, Lc)