Dalam buku-buku sastra dan sejarah terdapat biografi Ibnu Zayyat yaitu Muhammad bin Abdul Malik bin Aban bin Abi Hamzah, Abu Ja’far, yang terkenal dengan Ibnu Zayyat. Mempunyai hubungan khusus dengan Amirul Mukminin Al-Mu’tashim, martabatnya terangkat dan diberi jabatan perdana menteri. Ibnu Zayyat adalah seorang sastrawan, ahli bahasa dan nahwu.

Ayahnya seorang zayyat (penjual minyak) yang cukup kaya. Muhammad bin Zayyat ini orang yang sangat keras, dingin tanpa belas kasihan dan kelembutan. Dia berkata, “Belas kasih adalah kelemahan tabiat.”

Suatu hari dia menerima sepucuk kertas dari seorang laki-laki. Dia meminta bantuannya karena hubungan ketetanggaan antara keduanya. Di bawah kertas itu Ibnu Zayyat menulis, “Ketetanggaan adalah milik tembok dan berbelas kasih adalah milik para wanita.”

Ibnu Zayyat ini menjadi perdana menteri dari tiga Khulafa’ Abbasiyah. Mereka adalah Al-Mu’tasim…Al-Watsiq…Al-Mutawakkil…

Kemudian al-Mutawakkil murka kepadanya setelah empat puluh hari menjabat. Dia menangkapnya, menyita hartanya. Penyebabnya adalah ketika al-Watsiq sakit, Ibnu Zayyat berusaha untuk menjadikan anak al-Watsiq sebagai khalifah sesudah bapaknya dan menghalang-halangi al-Mutawakkil, tetapi Ibnu Zayyat gagal. Al-Mutawakkil lolos menjadi khalifah, akibatnya al-Mutawakkil membalasnya dengan menyiksanya sampai dia mati.

Ibnu Zayyat ini telah membuat semacam tungku besi dengan ujung-ujung besi tajam lagi besar. Pada masa dia menjadi perdana menteri dia menyiksa para pejabat yang mengambil kekayaan (negara) dengan alat ini, jika salah seorang yang disiksa bergerak atau berbalik karena tidak tahan panasnya siksaan, paku-paku tajam menusuk tubuhnya, mereka mendapatkan rasa sakit yang bukan main. Tidak seorang pun yang menggunakan cara penyiksaan ini sebelumnya. Jika ada yang memohon, “Tuan Perdana Menteri, kasihanilah aku.” Maka dia menjawab, “Belas kasih adalah kelemahan tabiat”.

Ketika al-Mutawakkil menangkapnya, dia memerintahkan agar Ibnu Zayyat dibawa ke tungku bikinannya, dia diikat dengan bandul besi seberat lima belas ritl. Dia berkata, “Ya Amirul Mukminin, kasihanilah aku.” Maka al-Mutawakkil menjawabnya dengan ucapannya sendiri, “Belas kasih adalah kelemahan tabiat.” Seperti yang dia katakan kepada orang-orang.

Al-Mutawakkil berkata kepadanya, “Kami terapkan padamu hukum yang kamu terapkan kepada orang-orang.” Maka dia didudukkan di atasnya. Selang tiga malam dia mati, dan itu pada tahun 233 H. Dia dikubur tetapi tidak digali dengan dalam, maka anjing-anjing membongkarnya dan memakannya. Allah membalasnya seperti apa yang dia lakukan kepada manusia. Senjata makan tuan. Hikmah yang mendalam. Apakah ada peringatan yang berguna?

Padahal sebelum itu apabila dia berjalan orang-orang mengelilinginya seperti pengantin, dunia menyanjungnya dan dia bersikap dengan penuh kesombongan. Benar-benar awal dan akhir yang bertolak belakang. Kami berlindung kepada Allah dari takdir buruk-Nya. Begitulah,

Segala sesuatu berakhir dengan ketiadaan
kecuali Tuhanku dan amal-amal yang shalih

“Katakanlah, ‘Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (Al-An’am: 11).

“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya azabNya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (Hud: 102). Wallahu a’lam.