Penyisiran di Ulee Lheue, Lok Nga

Segala puji adalah milik Allahï؟½
Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah ï؟½
Juga para sahabat dan pengikut yang ihsan sampai yaumil qiyamah ï؟½

Sesuai hasil evaluasi harian dan target kerja lapangan yang disepakati, maka tim pun bergegas langsung selepas shalat subuh (06.00 WIB, sebab subuh di Banda Aceh jatuh pada jam 05.30 WIB). Tim terdiri atas 8 orang, yaitu:
1. Ketua rombongan: Heru Sunoto, A.KS;
2. Ust. Abu Bakar M. Altway, Lc
3. Dr. Arief Baraja
4. Ust. Ahmad Amin Syihab, Lc
5. Binawan Sandi Kusuma, S.Sos
6. Drs. Iwan Muhidjat
7. Yusuf Firmansyah
8. Ust. Indzar

Tujuan penyusuran adalah untuk menemukan kantong-kantong pengungsian yang ï؟½terlupakanï؟½ dari posko-posko bantuan, baik pemerintah maupun masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian besar kamp-kamp pengungsian di pusat kota Banda Aceh sudah tertangani walaupun ada kekurangan disana-sini.
Tim menemukan lokasi di pesisir pantai Lok Nga, yaitu desa Leupeung, Lok Nga, Lhoong. Kawasan ini bisa dikatakan terisolir karena putusnya jembatan yang melintas di sungai. Jembatan rangka baja sepanjang 60-an meter tersebut putus dan terlempar sejauh 20 meter dan hingga kini belum ada perbaikan sama sekali. Kami sempat mengeluh kenapa sejumlah media elektronik yang berhasil mengumpulkan dana puluhan milyar itu tidak membuat jembatan? Mengapa mereka hanya membuat posko layanan bagi-bagi mie dan pakaian bekas yang bisa dilakukan oleh siapa saja walau oleh lembaga kecil?

Syukur Alhamdulillah, Tim menemukan tenda kemah milik RSSA Malang dalam keadaan kosong, bahkan terkesan sengaja ditinggalkan tidak terurus. Maka, kami menghubungi RSSA Malang di Jawa Timur dan ketua rombongan relawannya yang ada di Banda Aceh untuk memastikan kemungkinan bisa-tidaknya dimanfaatkan. Dan akhirnya mereka menyerahkan tenda tersebut kepada kami, SIWAKZ ALSOFWA untuk menggunakan dan memanfaatkannya.

Kendala Lapangan

Kami mengalami kendala lapangan yang tidak sedikit. Hal ini juga dialami oleh posko-posko lain yang ada di NAD:
1. Kesulitan dalam menyalurkan di lokasi yang terisolir. Hal ini karena sarana untuk menuju kesana sangat susah, harus menyewa perahu dengan harga mahal setiap kali angkut (Rp. 650.000 ï؟½ Rp. 2.500.000);
2. Sulitnya memanfaatkan fasilitas pemerintah, baik helikopter maupun pesawat.

Keadaan Global Pengungsi

Dengan telah berlalunya waktu selama lebih dari 2 pekan sejak terjadinya musibah tsunami, maka sebagian besar warga tidak lagi mau berada di barak-barak. Mereka lebih senang untuk tinggal di rumah-rumah penduduk atau dirumah saudaranyaa, bagi mereka yang masih memiliki saudara. Dan mereka inilah yang sering luput dari bantuan logistik dari posko-posko.

Harapan Kepada Pemerintah

Kami –sebagaimana yang dirasakan oleh posko-posko di lapangan– tidak muluk-muluk meminta fasilitas kepada pemerintah dalam penanganan korban tsunami. Akan tetapi, kami hanya ingin pemerintah menyiapkan armada darat, laut dan udara, sebab logistik yang ada di semua relawan lebih dari cukup jika benar-benar tersalur. Kedua, buatkan saja sarana jalan, perbaikan jembatan yang putus, dan dermaga-dermaga kecil untuk membantu penyaluran bantuan.

Demikian yang bisa kami laporkan langsung dari NAD. Semoga Allah mencurahkan rahman dan rahimnya kepada kita semua. Amiin.
Washallallahu wa sallama alaaa nabiyyina Muhammad
#abm/11012005M#