Ketahuilah bahwa bab ini sangat luas, di dalamnya terdapat hadits-hadits shahih yang banyak dengan berbagai ragamnya, di dalamnya terdapat cabang-cabang masalah yang banyak tertera di kitab fikih. Di sini kami akan menjelaskan dasar-dasarnya dan target-targetnya tanpa menyinggung persoalan-persoalan yang detail dan terperinci, di mana aku tidak menurunkan dalil-dalil pada mayoritas persoalan-persoalan tersebut, hal itu demi menjaga keringkasan karena kitab ini bukan disusun untuk menjelaskan dalil, namun hanya untuk menjelaskan apa yang diamalkan. Dan hanya Allah-lah Pemberi taufik.

BAB TAKBIRATUL IHRAM

Ketahuilah bahwa shalat tidak sah tanpa takbiratul ihram, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah.

Takbiratul ihram menurut asy-Syafi’i dan mayoritas ulama, adalah bagian dari shalat dan salah satu rukunnya. Menurut Abu Hanifah ia adalah syarat bukan dari shalat itu sendiri.( Yang benar bahwa ia adalah bagian dari shalat dan salah satu rukunnya, kalau ia adalah syarat maka ia sama dengan wudhu, barangsiapa melakukannya maka dia tidak dianggap masuk ke dalam shalat dan tidak wajib baginya apa yang wajib bagi orang yang telah masuk ke dalam shalat.)

Ketahuilah bahwa lafazh takbir adalah اَللهُ أَكْبَرُ atau اَللهُ اْلأَكْبَرُ . Dua lafazh ini boleh menurut asy-Syafi’i, Abu Hanifah dan lain-lain, sementara Malik tidak membolehkan yang kedua. Yang lebih hati-hati adalah hendaknya seseorang mengambil yang pertama demi menghindari khilaf. Maka Takbir tidak boleh dengan selain kedua lafazh tersebut, kalau dia mengucapkan Allahul Adzim atau Allahul Muta’ali atau Allahu A’dzam atau A’az atau Ajal dan yang sepertinya, maka shalatnya tidak sah menurut asy-Syafi’i dan mayoritas ulama. Abu Hanifah berkata, “Shalatnya sah. Kalau dia mengucapkan Akbar Allah maka shalatnya tidak sah menurut pendapat yang shahih bagi kami.” Sebagian kawan-kawan kami berkata, “Sah sebagaimana jika dia mengucapkan di akhirnya, ‘Alaikumus salam.’ Ia sah menurut pendapat yang shahih.(Ketahuilah wahai pencari kebenaran yang menolak dan berpaling dari selainnya bahwa shalat tidak sah kecuali dengan takbir dengan lafazh ‘Allahu Akbar’ di mana ia adalah satu-satunya lafazh yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tak ada selainnya dan tidak pernah ada nukilan khilaf dari seorang pun dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Semoga Allah merahmati an-Nawawi. Semestinya dia tidak perlu melakukan pengkotakan ini dan yang sepertinya di mana menying-gungnya tidak membawa faidah dan tidak diperlukan. Berapa banyak dan berapa banyak para syaikh buruk dan orang-orang dengan tendensi tidak baik yang menemukan pada perkara seperti ini lahan subur untuk mempengaruhi orang-orang umum agar mencampakkan dan menyelisihi serta mengganti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan keangkuhan dan kesombongan dengan pendapat dan madzhab mereka yang rusak dan tidak layak. Innalillahi wainna Ilaihi raji’un.)

Ketahuilah bahwa takbir dan dzikir lainnya tidak sah sehingga ia melafazh-kannya dengan lisannya di mana dirinya sendiri mendengarnya tanpa ada penghalang. Penjelasan tentang hal ini telah kami hadirkan dalam pasal-pasal di awal kitab, (Di hal 74. dan 81. Telah saya jelaskan pula bahwa tidak mengapa jika dia hanya menggerakkan lisannya dan kedua bibirnya meskipun tanpa suara. jika dia bisu atau mempunyai cacat lain maka dia menggerakkannya sesuai dengan kemampu-annya yang dengannya shalatnya menjadi sah

    .

    Ketahuilah bahwa takbir tidak sah dengan bahasa non Arab bagi orang yang bisa bahasa Arab. Adapun orang yang tidak bisa (Apabila dia bisu atau gila maka dia memiliki hukum keduanya, jika dia mampu berbicara dan berakal maka aku tidak mengerti bagaimana dia tidak bisa) maka ia sah dan dia wajib belajar (dalam) bahasa Arab. Apabila dia lalai belajar maka shalatnya tidak sah dan dia wajib mengulang shalatnya selama dia melalaikan belajar. (Tidak, dia tidak wajib mengulang satu pun shalat di mana dia melalaikan mempelajarinya, kecuali shalat fardhu terakhir yang dia lakukan jika waktunya masih mencukupi. Nabi memerintahkan orang yang shalat dengan salah agar mengu-lang shalat yang dia lakukan di depannya saja. Nabi shalllallahu ‘alaihiwasallam bersabda kepadanya, “Kembalilah dan shalatlah, karena kamu belum shalat.” Lalu Nabi tidak memerintahkannya untuk mengulang yang sebelumnya. Sama halnya di sini. Wallahu a’lam.

    Ketahuilah bahwa madzhab yang shahih yang dipilih adalah bahwa takbiratul ihram tidak dipanjangkan dan tidak ditambah-tambah akan tetapi ia dilafazhkan dengan cepat dan langsung. Ada yang berkata, “Ia dibaca panjang,” dan yang benar adalah yang pertama. Adapun takbir-takbir lainnya, maka madzhab yang shahih yang terpilih adalah dianjurkan untuk memanjangkannya sehingga ia sampai pada rukun sesudahnya. Ada yang berkata, “Tidak dipanjangkan.” Ini lebih dekat kepada yang benar, memanjangkan takbir hingga sampai pada rukun sesudahnya adalah panjang sekali. Ini jelas salah Seandainya dia memanjangkan apa yang tidak semes-tinya dipanjangkan atau meninggalkan panjang apa yang semestinya dipanjangkan maka shalatnya tidak batal akan tetapi ia kehilangan keutamaan shalat.
    Ketahuilah bahwa yang dipanjangkan adalah lam sesudah lam pada Allahu Akbar, selainnya tidak dipanjangkan.

    Pasal: Sunnahnya adalah imam mengeraskan takbiratul ihram dan lainnya, agar makmum mendengarnya. Makmum sendiri mengucapkan secara sirr di mana dia sendiri yang mendengarnya, jika sebaliknya maka shalatnya tetap sah. ( Kecuali karena alasan kesulitan lidah atau lidah berat (cadel) atau sejenisnya.)

    Hendaknya seseorang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membenarkan takbir, sehingga tidak memanjangkan bacaan (mad) di selain tempatnya. Apabila dia membaca panjang hamzah pada ‘Allah’ atau membaca fathah pada huruf ba’ kalimat ‘akbar’ dengan isyba’ maka shalatnya tidak sah.

    Pasal: Ketahuilah bahwa shalat yang terdiri dari dua rakaat disyariatkan di da-lamnya sebelas takbir, shalat yang terdiri dari tiga rakaat tujuh belas takbir, shalat yang terdiri dari empat rakaat dua puluh dua takbir; karena di setiap rakaat terdapat lima takbir: takbir ruku, empat takbir untuk dua sujud dan bangkit darinya, takbiratul ihram dan takbir bangkit dari duduk tahiyat awal.

    Ketahuilah bahwa semua takbir di atas adalah sunnah, seandainya dia mening-galkannya dengan sengaja atau karena lupa maka shalatnya tetap sah dan itu tidak haram baginya, tidak perlu sujud sahwi kecuali takbiratul ihram, karena shalat tidak sah tanpanya dan tidak ada perbedaan pendapat tentangnya. Wallahu a’lam.
    (Takbir-takbir ini diriwayatkan secara shahih dari perbuatan dan perintah Nabi a, sejumlah ulama menyatakannya wajib dan pendapat tersebut adalah benar, ia ditopang oleh dalil-dalil yang shahih. Kemudian demi Allah, saya tidak mengetahui mengapa orang yang shalat meninggalkan seluruh takbir begitu saja dengan sengaja. Apakah orang yang melakukan itu tidak khawatir terkena sebagian dari apa yang Allah firmankan, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa`: 115).)