Pernah suatu hari, Juha diminta oleh ayahnya untuk membeli kepala kambing yang telah dipanggang. Juha pun segera bergegas ke pasar untuk membeli kepala kambing panggang permintaan ayahnya tersebut.

Di tengah perjalanan pulang, Juha memakan kedua mata, kedua telinga, lidah dan otak yang ada di kepala kambing panggang itu, dan membawa pulang sisanya ke rumah.

Sesampainya di rumah, ayahnya yang melihat kepala kambing panggang itu bertanya, “Celaka kamu! Apa yang baru saja kau beli?”

“Ini kepala kambing panggang yang Ayah minta,” jawab Juha.

Ayahnya bertanya lagi, “Matanya mana?”

“Kambing ini buta semasa hidupnya,” jelas Juha.

“Telinganya mana?” tanya Ayahnya lagi.

“Kambing ini tuli semasa hidupnya,” jawab Juha.

“Lidahnya mana?” lanjut Ayahnya.

“Kambing ini bisu semasa hidupnya,” sahut Juha.

“Otaknya mana?” tanya Ayahnya.

“Kambing ini tidak memiliki tanduk semasa hidupnya,” jawab Juha.

“Kalau begitu, sekarang juga kamu kembali ke pasar! Tukarkan kepala kambing ini dengan yang lain,’ perintah Ayahnya.

Juha pun menjawab, “Tadi, penjualnya telah menjual kepala kambing panggang ini kepadaku dengan ketentuan bahwa ia tidak bertanggung jawab atas catat (kerusakan) yang ada dalam kepala kambing ini dan saya telah menyetujuinya. Itu artinya saya tidak bisa menukar kepala kambing panggang ini dengan yang lain.”

(Akhbarul Hamqaa wal Mughaffalin, karya Ibnul Jauzi)