Manusia diciptakan untuk tujuan ibadah, maka manusia harus tahu apa itu ibadah karena ia merupakan tujuan dari hidupnya, dengan mengetahuinya maka manusia bisa merealisasikannya, mana mungkin merealisasikan sesuatu tanpa mengetahuinya.

Definisi Ibadah

Dari segi bahasa ibadah berarti ketundukan dan kepasrahan, dikatakan thariq muabbad yang berarti jalan yang ditundukkan, yakni bisa dilalui dengan baik karena sebelumnya sudah ditangani sedemikian rupa sehingga ia nyaman bagi orang-orang yang melewatinya.

Dari segi istilah ibadah adalah ketundukan mutlak kepada Allah swt melalui lisan para rasulNya. Ada yang mendefinisikan, ibadah adalah sebuah nama yang mencakup segala apa yang dicintai dan diridhai Allah, berupa perkataan dan perbuatan, yang lahir maupun batin. Definisi ini milik Imam Ibnu Taimiyah dan definisi ini adalah yang terbaik dan terlengkap.

Dari definisi di atas kita mengetahui bahwa cakupan ibadah adalah luas, mencakup seluruh jiwa dan tubuh manusia. Ada ibadah qalbiyah (hati) seperti khauf (takut), raja` (berharap), mahabbah (cinta) dan sebagainya. Ada ibadah fisik seperti shalat, jihad, haji dan sebagainya. Ada ibadah hartawiah seperti zakat, sedekah dan sebagainya. Dari sisi lain ibadah juga melingkupi segala sisi kehidupan manusia dan seluruh aktifitas hariannya. Tidak ada satu sisi hidup atau tidak ada satu aktifitas manusia kecuali ia tersangkut sisi ibadah. Prinsipnya, hidup adalah ibadah.

Prinsip dasar ibadah

Prinsipnya adalah tauqifiyah, artinya sebuah perbuatan atau perkataan hanya bisa digolongkan sebagai ibadah jika ia memiliki dasar dari al-Qur`an dan sunnah. Apa yang tidak memiliki dasar berarti bukan ibadah. Dalam perkara ibadah yang kita cari adalah dasar yang menetapkannya sebagai ibadah, atau dengan bahasa lain, dalil yang memerintahkannya. Ada, berarti ia dilakukan, tidak ada, berarti harus menahan diri, karena kita tidak lebih tahu dan tidak boleh merasa lebih tahu daripada Allah dan rasulNya.

أ£أ³أ¤أ؛ أڑأ³أ£أ¶أ،أ³ أڑأ³أ£أ³أ،أ‡أ° أ،أ³أ­أ؛أ“أ³ أڑأ³أ،أ³أ­أ؛أ¥أ¶ أƒأ³أ£أ؛أ‘أµأ¤أ³أ‡ أ‌أ³أ¥أµأ¦أ³ أ‘أ³أڈأ¸أ±

“Barangsiapa melakukan suatu amalan tanpa dasar perintah kami maka ia tertolak.â€‌ (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menetapkan bahwa setiap amal ibadah harus memiliki dasar izin dari peletak syariat, jika tidak maka ia tidak diterima. Yang menyatakan demikian bukan siapa-siapa melainkan Rasulullah saw. Hadits ini adalah pedang tajam yang memilah amal perbuatan, mana yang merupakan ibadah dan mana yang bukan, dari sini maka tidak sedikit manusia, khusunya ahli bid’ah, yang alergi dengan hadits ini, berbeda dengan muslim sunnni yang meniti jalan sunnah Rasulullah saw, dia meletakkan hadits ini di depan kedua matanya sebagai pijakan beribadah sehingga tidak terjatuh ke dalam bid’ah yang sesat.

Manhaj lurus dalam ibadah

Sikap yang lurus dalam ibadah adalah tawazun atau tawassuth, sikap tengah dan seimbang, tidak ghuluw (berlebih-lebihan) dan tidak pula taqshir (meremehkan), tidak ekstrim keras dan tidak ekstrim longgar. Manhaj lurus ini ditetapkan oleh beberapa dalil.

Firman Allah, “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.â€‌ (Huud: 112). FirmanNya, “Tetaplah kamu pada jalan yang benar.â€‌ Ini adalah makna keteguhan atau istiqomah di atas jalan yang lurus dalam melaksanakan ibadah dengan mengambil jalan tengah, tidak kurang dan tidak lebih, kurang berarti ekstrim longgar, lebih berarti ekstrim keras, keduanya sama-sama tercela. Dan firmanNya, “Dan jangan melampaui batas.â€‌ Merupakan larangan terhadap sikap berlebih-lebihan, memaksakan kehendak dan mengada-ada. Ini juga tercela.

Pada saat Nabi saw mendengar sebagian sahabat mempunyai kecenderungan kepada sikap berlebih-lebihan, ada yang berkata, “Saya akan berpuasa terus menerus dan tidak berbuka.â€‌ Ada yang berkata, “Saya akan shalat terus menerus tanpa tidur.â€‌ Ada yang berkata, “Saya tidak akan menikah.â€‌ Maka beliau segera meluruskan sikap ini dengan mengembalikan mereka kepada sikap seimbang dan tengah yang terpuji, beliau bersabda,

أƒأ³أ£أ¸أ³أ‡ أƒأ³أ¤أ³أ‡ أ‌أ³أƒأ•أµأ¦أ؛أ£أµ أ¦أ³أƒأµأ‌أ؛أ‘أ¶أکأµأ¦أ؛ أ¦أ³أƒأµأ•أ³أ،أ¸أ¶أ­أ؛ أ¦أ³أƒأ³أ‘أ؛أ‍أµأڈأµ أ¦أ³أƒأ³أٹأ³أ’أ³أ¦أ¸أ³أŒأµ أ‡أ،أ¤أ¸أ³أ“أ³أ‡أپأ³ أ‌أ³أ£أ³أ¤أ؛ أ‘أ³أ›أ¶أˆأ³ أڑأ³أ¤أ؛ أ“أµأ¤أ¸أ³أٹأ¶أ­أ؛ أ‌أ³أ،أ³أ­أ؛أ“أ³ أ£أ¶أ¤أ¸أ¶أ­أ؛

“Adapun saya maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur dan saya menikah. Barangsiapa tidak menyukai sunnahku maka dia bukan bagian dari golonganku.â€‌ (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Pilar-pilar ibadah

Ibadah dibangun di atas tiga pilar, hubb (cinta), khauf (takut) dan raja` (harapan). Hubb dibarengi dengan khudhu’ (pasrah, rendah diri), sedangkan khauf diiringi dengan raja`.

Ketiga pilar ini harus terkumpul pada setiap ibadah, ketika pelaku ibadah melaksanakan ibadah maka ibadahnya harus didasari oleh hubb kepada peletaknya dan kepada ibadah itu sendiri, hal ini membuatnya rela melaksanakannya dan beristiqamah di atasnya, ditambah dengan sikap khauf yang teriringi oleh sikap raja’, takut ibadahnya belum sempurna sehingga ia tidak diterima, pada saat yang sama dia juga berharap ia diterima.

Allah Ta’ala berfirman tentang hubb pada hamba-hambaNya yang beriman, “Dan Dia menyintai mereka dan mereka menyintaiNya.â€‌ (Al-Maidah: 54).

Dia berfirman menyifati para Nabi saw dan rasul yang mulia, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.â€‌ (Al-Anbiya`: 90).

Sebagain salaf berkata, “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan hubb saja maka dia adalah zindiq, siapa yang beribadah kepada Allah dengan raja` saja maka dia murji` dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan khauf saja maka dia haruri. Siapa yang beribadah kepada Allah dengan hubb, raja dan khauf sekaligus maka dia mukmin muwahhid.â€‌ Zindiq adalah orang munafik, orang sesat anti Tuhan. Murji` adalah orang Murji`ah, kelompok yang meyakini amal perbuatan bukan termasuk iman. Haruri adalah orang Khawarij, kelompok yang meyakini mukmin pelaku dosa adalah kafir. Wallahu a’lam.