Pendapat Para Ulama’

Sejak dahulu para ulama’ telah berbeda pendapat dalam permasalahan ini atas empat pendapat. Tiga pendapat di antaranya telah disebutkan oleh al-‘Alamah Ibnu Rusyd rahimahullah, dia berkata; sebagian mereka dari kalangan madzhab Malik dan pengikutnya melarang secara muthlaq; dan sebagian mereka dari kalangan madzhab asy-Syafi’i melarang keculai bagi pejalan dan bukan bagi yang menetap di masjid; dan sebagian mereka dari kalangan madzhab Daud adh-Dhahiriy dan pengikutnya membolehkan secara muthlaq. (Lihat Bidayah al-Mujtahid, 1/.46)

Aku (penulis –red-) berkata, “Dan telah dinukil juga (yang demikian) oleh penulis al-Fath ar-Rabbaniy li Tartibi Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibaniy, 2/165 dari Zaid bin Tsabit, Daud dan ahlu Dhahir, sebagaimana juga asy-Syaukaniy telah menukilnya dari al-Muzanniy pengikut asy-Syafi’iy. (Lihat Nail al-Authar, 1/251)

Adapun pendapat ke empat mengatakan bahwa selama yang sedang junub telah berwudhu maka boleh masuk baginya ke dalam masjid. Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Katsir (dalam tafsirnya, 1/205) dari Imam Ahmad, dan dinukil juga oleh imam asy-Syaukani dan Muhammad Syamsul Haq al-Adhim Aabadiy dari Imam Ahmad dan dari Ishaq bin Rahawaih dan Ibnu Qadamah (‘Aunul Ma’buud, 1/391), dan asy-Syaukani menyebutkan bahwa Imam Ahmad dan Ishaq mengkhususkan yng demikian bagi wanita yang berhadats besar (junub) dan bukan haid. Keduanya mengambil dalil hadits sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’ied bin Manshur dan al-Bukhari (dalam at-Tarikh al-Kabir) dari Athaa bin Yasar, dia berkata, “Aku telah melihat beberapa laki-laki dari sahabat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk di dalam masjid dan mereka dalam keadaan junub, jika para sahabat sedang wudhu untuk melakukan shalat.

Dan juga riwayat Hanbal bin Ishaq sahabat Ahmad dari Zaid bin Aslam, dia berkata,”Suatu hari sahabat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa salam berhadats sedang mereka ada di dalam masjid dan mereka juga tidak dalam keadaan berwudhu, dan pada saat itu salah seorang dari mereka sedang junub, maka dia berwudhu kemudian masuk masjid dalam keadaan berhadats.

Aku berkata, “Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah (Majmu’ah al-Fatawa al-Kubra, 1/313, Abdur Rahman bin Qasim), dan al-Khathabiy menganggap pendapat Ahmad, Ishaq dan adh-Dhahiriyah atau sebagian dari mereka sebagai pendapat yang sama sebagaimana dia berkata, “Bahwa Imam Ahmad bin Hanbal dan Jama’ah dari Ahli Dhahir membolehkan bagi Junub masuk ke dalam masjid, kecuali Imam Ahmad yang menganjurkan baginya berwudhu jika ingin masuk ke dalam masjid. Aku berkata, “Bahwa pendapat al-Khathabiy adalah bagus dan kuat”.