Pasal: Apabila selesai membaca al-Fatihah disunnahkan baginya untuk mengu-capkan, “Amin”(Kecuali dia adalah makmum, dalam kondisi tersebut dia wajib beramin karena Nabi memerintahkannya tidak hanya pada satu hadits)[ /i] Hadits-hadits shahih dalam hal ini berjumlah banyak dan masyhur tentang keutamaannya yang banyak dan pahalanya yang besar. Amin ini dianjurkan bagi setiap pembaca baik di dalam maupun di luar shalat.Terdapat beberapa bahasa (bacaan) pada amin; pertama, dan ini yang paling fasih dan masyhur adalah آمِيْنَ dengan mad (panjang) tanpa tasydid pada mim Kedua, dengan alif dibaca pendek dan mim tanpa tasydid. Ketiga, dengan imalah dan keempat, dengan mad dan tasydid. Dua yang pertama masyhur, al-Wahid menyebutkan yang ketiga dan keempat di awal kitab al-Basith, dan yang terpilih adalah yang pertama. Aku telah menjelaskan masalah ini meliputi maknanya, dalil-dalilnya dan perkara-perkara yang terkait dengannya dalam kitab Tahdzib al-Asma` wa al-Lughat.

Dianjurkan membaca, ‘amin’ di dalam shalat bagi imam, makmum dan munfarid (Ia disunnahkan bagi imam dan munfarid, tapi wajib bagi makmum. Wallahu a’lam.)mam dan munfarid mengucapkannya dengan keras pada shalat jahriyah dan yang benar adalah bahwa makmum mengeraskannya juga (Di naskah lain berbunyi, “Dan yang benar juga bahwa makmum mengucapkannya dengan keras (jahr).”)baik jamaahnya sedikit maupun banyak.

Dianjurkan ucapan amin makmum bersamaan dengan ucapan amin imam, bukan sebelum dan sesudahnya. Tidak ada sesuatu di dalam shalat di mana ucapan makmum berbarengan dengan ucapan imam kecuali ucapan amin, sementara ucapan-ucapan mak-mum yang lain adalah setelah imam.

Pasal: Disunnahkan bagi orang yang membaca di dalam shalat atau di luar shalat untuk memohon karunia Allah apabila mendengar ayat rahmat, berlindung dari neraka atau dari azab atau dari keburukan atau kejelekan apabila membaca ayat azab, atau dia berdoa, “Ya Allah aku memohon keselamatan kepadaMu…” Atau doa lain yang senada. Apabila dia mendengar ayat yang menyucikan Allah maka dia menyucikanNya dengan mengucapkan subhanallah atau Mahasuci Allah Rabbul alamin atau Mahabesar , keagungan Tuhan kami… atau yang senada dengannya. (Adapun dalam shalat fardhu, apabila dia sebagai makmum maka pada dasarnya adalah diam mendengarkan. Apabila dia imam, maka tidak selayaknya memotong bacaannya kepada para makmum dengan hal seperti ini dan tidak terdapat riwayat yang shahih dari Nabi bahwa beliau melakukan hal itu. Apabila dia munfarid maka tidak mengapa. Adapun dalam shalat nafilah, jika ia adalah shalat malam maka hal itu disyariatkan, itu ditetapkan oleh hadits berikut. Adapun shalat-shalat nafilah selainnya maka sunnahnya adalah diringankan. Apabila dia ingin memanjangkan dengan ini atau selainnya maka itu baik. Wallahu a’lam.)

Kami meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ a ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِئَةِ. ثُمَّ مَضَى، فَقُلْتُ: يُصَلِّيْ بِهَا فِي رَكْعَةٍ. فَمَضَى، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ بِهَا. ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ آلِ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا، يَقْرَأُ مُتَرَسِّلاً: إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيْهَا تَسْبِيْحٌ؛ سَبَّحَ، وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ؛ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ؛ تَعَوَّذَ.

“Suatu malam aku shalat bersama Nabi, beliau mulai membaca al-Baqarah. Aku berkata, ‘Beliau akan ruku’ pada ayat ke seratus’. Tetapi beliau terus membaca. Aku berkata, ‘Beliau akan membaca seluruhnya dalam satu rakaat’. Tetapi beliau terus membaca. Aku berkata, ‘Beliau akan ruku’ setelah ayat terakhir’. Tetapi beliau melanjutkan surat an-Nisa` dan beliau membacanya. Kemudian melanjutkannya dengan surat Ali Imran dan beliau membacanya. Beliau membacanya dengan tartil. Apabila beliau membaca ayat tasbih beliau bertasbih. Apabila beliau membaca ayat permohonan beliau memohon dan apabila beliau membaca ayat perlindungan beliau memohon perlindungan.” Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya. (Kitab al-Musafirin, Bab Istihbab Tathwil al-Qira`ah Fi Shalat al-Lail, 1/536, no. 772.)
(Di kebanyakan naskah: Mendahulukan Ali Imran sebelum an-Nisa`, sepertinya itu adalah perbuatan para penulis karena jika tidak maka yang benar adalah apa yang ada di sebagian naskah, yaitu mendahulukan an-Nisa` di atas Ali Imran dan itulah lafazh “ash-Shahih”.)

Sahabat-sahabat kami berkata, “Tasbih, permohonan dan meminta perlindungan ini dianjurkan bagi pembaca di dalam dan di luar shalat, bagi imam, makmum dan mun-farid, karena ia adalah doa, maka mereka sama mengenai disunnahkan membacanya, seperti ucapan amin.”(Bagaimana begitu, sementara ucapan amin diriwayatkan secara mutawatir dari perbuatan dan perintah Nabi shallalllahu ‘alaihi wasallam Penjelasan tentang hal ini telah hadir belum jauh.)

Dianjurkan bagi yang membaca, (أَلَيْسَ اللهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِيْنَ) (at-Tin: 8) untuk mengucapkan, (بَلَى، وَأَنَا عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْن) “Benar dan aku termasuk orang-orang yang bersaksi atas itu.” (Dhaif tidak shahih dari Nabi shallalllahu ‘alaihi wasallam)
Apa-bila membaca, (أَلَيْسَ ذلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى) (al-Qiyamah: 40) dia mengucapkan, (بَلَى أَشْهَدُ) “Benar aku bersaksi.” ( Bukan itu akan tetapi, سُبْحَانَكَ فَبَلَى”Mahasuci Engkau maka benarlah.” Karena inilah yang shahih dari Nabi shallalllahu ‘alaihi )
Apabila membaca (فَبِأَيِّ حَدِيْثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُوْنَ) (al-Mursalat: 50), dia mengu-capkan, (آمَنْتُ بِاللهِ) “Aku beriman kepada Allah.” (Dhaif tidak shahih dari Nabi shallalllahu ‘alaihi wasallam ).Apabila membaca (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى) (al-A’la: 1), dia mengucapkan, (سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى) “Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi.” Semua itu diucap-kan di dalam dan di luar shalat. Aku telah menjelaskannya di kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalati al-Qur`an.(yang di dalam kurung adalah komentar/ta’liq dari Syaikh Amir bin Ali Yasin )
(Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi,Pustaka Sahifa, oleh :Abu Yusuf sujono)