Yang memasukkan mayit ke kubur adalah laki-laki sekalipun mayit seorang wanita. Mayit dimasukkan melalui sisi kubur yang akan menjadi tempat untuk kedua kakinya bila memungkinkan, hal ini diriwayatkan dari beberapa sahabat. Mayit diletakkan dengan berbaring miring ke sebelah kanan, menghadap ke arah kiblat, berdasarkan sabda Nabi saw terkait dengan Ka’bah,

قِبْلَتُكُمْ أَحْياَءً وَأَمْوَاتاً

Ka’bah adalah kiblat kalian, saat hidup dan saat sudah mati.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ubaid bin Umair dari bapaknya no. 2875.

Di bawah kepala mayit diletakkan batu bata, batu biasa atau tanah padat, lalu didekatkan ke dinding kuburan di depannya. Sementara di bagian belakang punggungnya diletakkan sesuatu yang dapat menegakkan tubuhnya, dari tanah dan sejenisnya, sehingga dia tetap dalam posisi miring, tidak telungkup atau terlentang.

Kemudian bagian yang terbuka dari liang lahat ditutup dengan batu bata dan tanah liat hingga merekat, baru ditaburkan tanah di atasnya dari tanah galian kuburnya sendiri. Kuburan itu dibuat agak tinggi kira-kira sejengkal dari permukaan tanah, dan dibuat cembung agar air guyuran hujan dapat mengalir turun dari atasnya. Di bagian atasnya ditaburkan batu-batu kerikil, disiram dengan air agar tanahnya memadat dan tidak bertaburan.

Hikmah dari kuburan yang dibuat agak tinggi dengan ukuran tersebut adalah agar dapat dikenali sebagai kuburan, dan tidak diinjak-injak. Boleh saja diletakkan sejenis tonggak di kedua ujungnya, untuk sekadar membatasi wilayah kuburan tersebut, agar dapat dikenali, tanpa perlu ditulisi nama mayit.

Usai pengebumian jenazah, dianjurkan kaum muslimin berdiri tegak di pinggir kuburan, mendoakan dan memohonkan ampunan buat mayit. Karena Nabi saw melakukan hal itu usai mengebumikan mayit juga berdiri. Sabda beliau,

اِسْتَغْفِرُوا لأَخِيْكُمْ وَاسْأَلُوا لّهُ التَثْبِيْتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ

Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini. Mohonlah keteguhan buat dirinya, karena sekarang ia sedang ditanya.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Usman no. 3221.

Ada larangan mendirikan bangunan di atas kuburan, mengecatnya atau menggoreskan tulisan di atasnya, berdasarkan riwayat Jabir yang berkata, “Rasulullah saw melarang mengecat kuburan, duduk di atas kuburan, atau mendirikan bangunan di atas kuburan.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 2242.

At-Tirmidzi meriwayatkan dan beliau menyatakannya shahih dari hadits Jabir secara marfuu’, “Nabi saw melarang mengecat kuburan, menuliskan nama di atasnya, mendirikan bangunan di atasnya, atau menginjak-injaknya.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam no. 1053 an-Nasaa-i no. 2026.

Ada larangan membuat penerangan di kuburan. Ada larangan membangun masjid di atas kuburan atau shalat di atas kuburan atau shalat menghadap ke arah kuburan.

Dalam Ash-Shahih diriwayatkan bahwa Nabi bersabda,

لَعْنَةُ اللهِ عَلىَ اليَهُوْدِ وَالنَّصَارَى اِتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِياَئِهِمْ مَساَجِدَ

Allah melaknat kaum Yahudi dan Nashrani, karena mereka menjadi kuburan para Nabi mereka sebagai masjid.

Melecehkan kuburan juga dilarang. Misalnya, berjalan di atas kuburan, menginjak kuburan dengan sendal, duduk di atas kuburan, atau menjadikan kuburan sebagai lokasi pembuangan sampah, atau mengalirkan air ke lokasi kuburan. Dasarnya adalah rwiayat Muslim dari Abu Hurairah,

لأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلىَ جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِياَبَهُ فَتَخْلُصَ إِلىَ جِلْدِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ

Kalau kalian duduk di atas bara sehingga pakaian kalian terbakar dan menembus kulit, itu lebih baik daripada kalian duduk di atas kuburan.” Diriwayatkan oleh Muslim no 2245. Wallahu a’lam.