Tanya :

Assalamualaikum Warahmatullahi wa Barakaatuh

Pak ustadz kebetulan saya tinggal di kalangan masyarakat yang apabila telah selesai shalat saya suka disuruh berdzikir terlebih dahulu, padahal saya sudah menghindarinya dengan keluar terlebih dahulu, tetapi imamnya (kebetulan guru ngaji saya sewaktu kecil) suka memanggil saya untuk kembalil berdzikir, kemudian apabila saya shalat berdua saja imam tersebut selalu berdiri di mimbar, jadi tidak bisa sejajar karena mimbar tersebut sempit. Bagaimana ya pak ustadz menghadapi hal seperti itu, karena saya ingin memberitahupun saya belum mahir, karena saya tidak hafal hadist, Mohon bantuannya ya pak ustadz. Jazakulullahu Khairan katsiron.

Wassalamu’alaikum Warhamatullaahi Wabarakatuh
Dari : Ari.R

Jawab

Ykh.sdr/Ari Romli
Wa’alaikum Salam Warahmatullahi Wabarokaatuh

Bila yang anda maksud, bahwa begitu usai shalat, anda langsung berdiri tanpa berdzikir lagi; maka dalam hal ini anda salah dalam menerapkan sunnah. Tetapi bila yang anda maksud, bahwa anda tetap berdzikir tetapi secara sendirian, tidak mengikuti jama’ah itu, lalu setelah berdzikir tersebut anda berdiri, baik untuk shalat sunnah atau langsung pulang dan shalat sunnah di rumah, dengan tidak mengikuti doa bersama imam; maka ini adalah benar.
Artinya, untuk menyiasatinya; anda memang tidak boleh terburu-buru berdiri dan pergi tetapi juga harus berdzikir sesuai yang diamalkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hanya saja tanpa mengikuti dzikir bersama tersebut, lalu setelah anda selesai dzikir, anda berdiri dan shalat sunnah, misalnya, lalu seusai shalat sunnah; bila sekali-kali dan tidak dirutinkan, tidak apa-apa anda berdoa secara sendirian, lalu setelah itu anda pergi.

Untuk menghadapi ustadz anda itu (karena ia tetap ustadz anda); anda harus bersikap baik terus terhadapnya dan hormat. Dengan cara yang sopan dan lunak, anda katakan saja bahwa setelah anda mendapatkan beberapa bacaan yang dibaca (sebutkan saja contohnya padanya bila perlu) dan juga mendapatkan ilmu dari beberapa ustadz yang anda akui kemampuan agamanya di mana anda menerimanya karena dalil-dalilnya kuat, maka anda berketetapan hati untuk mengikutinya. Artinya, dalam masalah tersebut tidak ada dalilnya berdzikir secara bersama setelah shalat tersebut, demikian juga dengan doa bersama…
Bila ia mengatakan ada dalilnya, anda mintakan saja dalilnya dan katakan bahwa karena kemampuan anda yang terbatas, maka silahkan dia bertemu atau berdialog dengan ustadz yang anda anggap bagus kemampuan ilmu agamanya atau dalil itu akan anda sodorkan kepada ustadz yang anda akui kemampuan ilmu agamanya itu.

Anda perlu tegaskan; bahwa anda bukan anti dzikir dan anti doa, sebab keduanya memang disyari’atkan agama; tetapi yang anda permasalahkan adalah caranya; kenapa mesti dirutinkan setiap shalat wajib padahal itu masalah ibadah yang harus ada dalilnya yang kuat…Bila memang ada dalilnya yang kuat, apakah dia bisa menunjukkan satu hadits saja yang menyatakan bahwa Rasulullah pernah melakukan dzikir dan do’a bersama…Kalau memang ada dalil yang shahih dan secara tegas menyatakan hal itu, maka anda akan mengikutinya. Karena itu, mintakan kepadanya dalilnya tersebut, lalu nanti tanyakan kepada ustadz yang anda percayai keilmuannya tersebut agar dapat diteliti…kemudian, anda bisa langsung menjawabnya melalui jawaban ustadz itu atau anda pertemukan dia dengan ustadz tersebut bila ia berkenan….

ALHASIL, sembari berbicara secara santai anda katakan saja; anda tidak puas dengan cara-cara dzikir dan doa bersama seperti itu, karena bagi anda dalilnya yang shahih dan secara tegas tidak ada…Asalkan anda lakukan dengan cara yang baik, tidak terkesan menggurui sebab biasanya orang yang merasa sudah tua; jarang ada yang mengalah sama -apalagi- mantan muridnya, kecuali orang-orang yang diberi sifat tawadlu’ oleh Allah…

Yang jelas, setelah anda beri penjelasan itu, janganlah kemudian hal itu menjadi jarak antara anda dan guru anda tersebut; anda berprilaku seperti biasa terhadapnya sekali pun barangkali ada sedikit perubahan dari sikapnya terhadap anda.

Mengenai mimbar yang sempit itu; bila ia bisa ke belakang, maka itu lebih baik, tetapi bila tidak bisa tetapi anda perkirakan ada jema’ah lain datang, maka tidak apa anda mundur (berada di belakangnya) tetapi bila memang hanya anda berdua saja, maka paling tidak anda dekatkan jaraknya sekali pun tidak bisa di sebelah kanannya…Anda katakan, bahwa anda dapatkan hadits nabi, bahwa posisi berdiri itu di sebelah kanan, sejajar dengan imam….Ini masih ringan dari pada masalah pertama di atas….Wallahu A’lam.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfa’at dan anda tidak mengalami lagi permasalahan yang kurang mengenakkan itu. Wassalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh