عن أبي هريرة رضي الله عنه قال:قال رسول الله صلى الله عليه و سلم (( لقد كان فيما قبلكم من الأمم ناس محدثون، فإن يك في أمتي أحد فإنه عمر))رواه البخاري
و رواه مسلم من رواية عائشة رضي الله عنهاوفي روايتهما قال ابن وهب: ((محدثون)) أي ملهمون

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:’Dahulu di antara ummat sebelum kalian ada beberapa muhaddatsun (orang yang mendapat firasat/ilham yang benar). Seandainya ada seseorang di antara ummatku, maka sesungguhnya dia adalah ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.(HR.al-Bukhari). Imam Muslim pun meriwayatkannya melalui ‘Aisyah radhiyallahu’anha. Di dalam riwayat mereka berdua, Ibnu Wahab rahimahullah barkata:”muhaddatsun artinya mulhamuun (orang yang mendapat ilham).”

Pengesahan hadits:
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (VII/42-Fath) melalui hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Imam Muslim juga meriwayatkannya (2398) melalui hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha

Kosa kata asing:

(محدث):Mendapat firasat khusus dengan kebenaran melalui ucapan, tanpa direncanakan atau ataupun disengaja sebelumnya, dan ia bukan merupakan berita nubuwat (kenabian).

Oleh sebab itu, Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata di dalam kitab Madaarijus Saalikin:”Tahdits lebih khusus daripada sekedar ilham. Pasalnya, ilham diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman secara umum menurut kadar keimanan mereka. Maka dari itu, setiap orang yang beriman telah diberikan (diilhamkan) Allah Subhanahu wa Ta’ala kebaikan (petunjuk) sebagai hasil dari keimanannya. Adapun tahdits dinyatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:” Seandainya ada seseorang di antara ummatku, maka sesungguhnya dia adalah ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.”Dengan kata lain, ia termasuk orang-orang yang diberikan kemampuan tahdits, maka ia adalah ilham yang khusus.”

(فإن يك في أمتي)/ Seandainya ada seseorang di antara ummatku: Ucapan ini bukan atas dasar keraguan, pasalnya ummat Islam adalah ummat terbaik dan paling sempurna dari sekalian manusia. Akan tetapi, hal itu dilakukan sebagai sebuah penegasan. Apabila hal itu mungkin terjadi pada ummat-ummat terdahulu, berarti keberadaannya pada ummat Islam lebih mungkin lagi.

Kandungan hadits:

1. Penjelasan tentang kelebihan/keutamaan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.

2. ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mendapat pujian khusus karena memang di masa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam belia mempunyai banyak gagasan yang serasi dengan ketentuan yang diturunkan al-Qur’an. Demikian pula, sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dia mempunyai banyak gagasan yang tepat sasaran.

3.Keterangan mengenai keutamaan ummat Islam atas ummat lainnya. Yang demikian itu disebabkan sedikitnya orang yang mendapatkan keistimewaan tahdits. Islam sebagai agama penutup dan demi menjaga kemurniaannya, al-Qura’an telah mencukupi daripada yang lainnya. Di samping itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menanamkan tunas-tunas ulama di tengah-tengah mereka untuk menjaga keutuhan agama melalui perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

4.Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata di dalam kitab Miftah Daaris Sa’adah, ringkasannya sebagai berikut:”Dan renungkanlah hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam pengutusan para Rasul kepada semua ummat, satu persatu secara bergantian. Setiap seorang Rasul wafat, maka diganti dengan yang lainnya, mengingat perlunya kedatangan para Rasul dan Nabi secara beruntun, sebab akal mereka (ummat manusia) lemah dan tidak cukup hanya dengan peninggalan-peninggalan syari’at Rasul sebelumnya. Setelah nubuwat (kenabian) itu berakhir dengan diutusnya Muhammad bin ‘Abdullah sebagai Rasul dan Nabi Allah, maka beliau diutus kepada ummat yang paling sempurna akal dan pengetahuannya, pemikirannya dan yang paling banyak ilmunya, dengan membawa syari’at paling sempurna yang pernah muncul di muka semenjak terciptanya bumi sampai masa beliau diutus.

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mencukupkan ummat ini dengan kesempurnaan Rasulnya, kesempurnaan syari’atnya, kesempurnaan akal dan pemikirannya, dari datangnya Rasul setelah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala, membangkitkan untuk-Nya para pewaris dari kalangan ummatnya untuk menjaga keutuhan syari’at-Nya, diserahkan pula kepada mereka syari’at tersebut agar disampaikan kepada selain orang-orang mereka, dan Dia menanamkannya (syari’at) tersebut kedalam hati-hati orang yang seperti mereka. Maka dengan itu mereka tidak membutuhkan lagi Rasul dan Nabi yang lain dan tidak juga membutuhkan muhaddatsun. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إنه قد كان فيما قبلكم من الأمم ناس محدثون، فإن يكن في أمتي أحد فعمر

“Sesungguhnya dahulu di antara ummat sebelum kalian ada beberapa muhaddatsun (orang yang mendapat firasat/ilham yang benar). Seandainya ada seseorang di antara ummatku, maka sesungguhnya dia adalah ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.

5.Redaksi kalimat dalam hadits itu menunjukkan kepastian adanya orang-orang yang mendapatkan tahdits di kalangan ummat terdahulu, sementara di kalangan ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, beliau membatasinya dengan bentuk kalimat syarat. Hal ini bukan menunjukkan rendahnya derajat ummat ini daripada ummat-ummat terdahulu. Sebalknya justru ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallamlebih sempurna daripada ummat sbelumnya. Sebab, dengan kesempurnaan derajat ummat, Nabi dan syari’atnya, maka Islam tidak memerlukan seseorang yang diberi kemampuan tahdits. bahkan, kalaupun itu ada, maka dia juga patut dicermati dan dimintai kesaksiannya, bukan menjadi sandaran mutlak. Alasannya syari’at yang dibawa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk ummat ini sudah sempurna, tidak memerlukan tambahan lagi, baik melalui mimpi, mukasyafah, ilham ataupun tahdits. sementara ummat sebelumnya, mereka memang memerlukannya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan orang-orang yang memiliki kemampuan tahdits untuk mereka.

6.Jangan pernah salah menduga bahwa pegkhususan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dengan hal tersebut menunjukkan kelebihannya atas Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Sebaliknya, ini merupakan indikasi terkuat yang menunjukkan keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Yang demikian itu didasari atas kesempurnaannya dalam meminum air telaga Nubuwwah dan meneguk air sari risalah (kerasulan), sehingga ia tidak perlu lagi mendapatkan tahdits atau semacamnya. Sesuatu yang telah diperolehnya dari sumber cahaya Nubuwwah lebih sempurna daripada tahdits yang diperoleh ‘Umar radhiyallahu ‘anhu. Harap hal ini direnungi dan letakkanlah pengetahuan ini sesuai dengan tempatnya. Renungi pula hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sempurna, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Mahabijksana lagi Maha Mengetahui, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah makhluk yang paling sempurna, syari’atnya paling sempurna daripada syari’at yang lain, juga ummatnya paling sempurna daripada ummat lainnya.

7.Di dalam Madaarijus Saalikin (Ibnul Qayyim) berkata:”Kedudukan tahdits berada di bawah kedudukan wahyu khusus dan para Shidiqqin, sebagaimana yang terdapat pada diri ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Hal ini seperti dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

إنه قد كان فيما قبلكم من الأمم ناس محدثون، فإن يكن في أمتي أحد فعمر

“Sesungguhnya dahulu di antara ummat sebelum kalian ada beberapa muhaddatsun (orang yang mendapat firasat/ilham yang benar). Seandainya ada seseorang di antara ummatku, maka sesungguhnya dia adalah ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.

Aku (Ibnul Qayyim) pernah mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan eksistensi orang-orang yang mendapatkan tahdits di tengah-tengah ummat sebelum kita. Sedang di kalangan ummat ini beliau menjelaskan dengan dengan kalimat syarat, padahal ummat inilebih utama dari pada ummat yang lai. Yang demikian dikarenakan ummat sebelum kita memang memerlukan cara tersebut, sedangkan ummat ini tidak memerlukannya karena Nabi ummat ini dan risalahnya telah sempurna. Maka dari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan ummat setelahnya tidak memerlukan seseorang yang mendapatkan tahdits, ilham, mukasyafah, dan mimpi. Sehingga kalimat ta’liiq (syarat) dalam hadits ini lebih menunjukkan kepada kesempurnaan ummat ini, bukan karena kekurangannya.”

8.Muhaddats: Orang yang hati kecilnya mendapatkan bisikan sesuatu, lalu hal itu terjadi seperti apa yang diucapkannya.

Guru kami (Syaikh al-Albani):”Seorang shiddiq lebih sempurna daripada muhaddats, sebab dengan kejujuran dan ketelitiannya seorang shiddiq, tidak lagi memerlukan tahdits, ilham dan kasyf. Selain itu, seorang shiddiq telah menyerahkan dengan penuh secara total kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hati dan sanubarinya, lahir dan batinnya. Oleh karena itulah, dia tidak memerlukan tambahan daripada yang lainnya.

Selanjunya, dia berkata:”Muhaddats ini, ungkapan yang disampaikannya harus ditimbang dengan apa yang dibawa (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau sesuai, maka diterima, dan kalau tidak sesuai maka ditolak. Dengan demikian kita mengetahui bahwa kedudukan shidiqqiyah di atas kedudukan tahdits.

Beliau juga berkata:”Adapun perkataan kebanyakan orang bodoh yang suka mengkhayal:”Hatiku menyampaikan sesuatu dari Rabku (tuhanku)…”Hatinya memang benar menuturkan sesuatu kepadanya, tetapi, dari siapa? Apakah dari syaitannya atau Rabbnya? Apabila dia barkata:”Hatiku menuturkan sesuatu dari Rabbku” berarti dia menyandarkan pemberitaanya kepada siapa yang tidak dia ketahui apakah dia menyampaikan berita itu kepadanya , dan itu adalah kedustaan. Dan muhaddats ummat ini (‘Umar bin al-Khaththab) tidak pernah mengucapkan ucapan semacam itu, dan tidak pernah berkata semacam ini selama-lamanya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melindunginya agar tidak melakukan hal yang demikian. Bahkan, pada suatu hari sekretarisnya menulis:”Inilah yang telah diperlihatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.” ‘Umar berkata:”Jangan, hapuslah kalimat itu. Tuliskan bahwa inilah pendapat ‘Umar bin al-Khaththab. Jika benar, maka itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan jika salah, maka itu dari ‘Umar. Allah dan Rasul-Nya berlepas diri darinya.” ‘Umar radhiyallahu ‘anhu juga berkata tentang hukum kalalah (seseorang yang meninggal dan tidak memiliki orang tua ataupun anak):”Tentang hukum kalalah, aku berkata dengan pendapatku (ijtihad. Jika pendapatku benar, maka itu dari Allah dan jika salah, maka itu dariku dan dari syaitan.” Ini ucapan muhaddats dengan persaksian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sementara anda mengetahui ucapan seorang pengikut faham Ittihadiyah, Hululiyah, Ibahiyah, baik yang kuno maupun yang modern, dengan tidak tahu malu dan terang-terangan dalan berdusta, mengatakan:”Hatiku menuturkan kepadku dari Tuhanku!”.

Perhatika perbedaan pernyataan di atas, antara kedua kelompok di atas, kedua tingkatan, ucapan, dan keadaanya. Maka berikalah hak kepada masing-masing sesuai dengan porsinya, dan jangan mencampurkan yang palsu menjadi satu dengan yang murni.

8.Tahdits, ilham, firasat, dan mimpi yang benar tidak dapat dijadikan sebagai dalil hukum. Apabila dia benar-benar terjadi, maka harus ditimbang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika sesuai denag keduanya, maka boleh diamalkan dan jika tidak sesuai, maka garus ditinggalkan.

(Sumber:Syarah Riyadhus Shalihin, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali hafizhahullah edisi Indonesia hal 533-537. Pustaka Imam Syafi’i, diposting oleh Abu Yusuf Sujomo)