Menyatunya Predikat Raja dan Kenabian pada Diri Nabi Dawud ‘Alaihissalam

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَءَاتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ {20}

”Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.”(QS. Shaad: 20)

Maksudnya, Kami (Allah Subhanahu wa Ta’ala) menganugerahkan kepadanya kedudukan dan hikmah yang besar.

Firman-Nya:

… وَءَاتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ … {20}

”…Dan Kami berikan kepadanya hikmah ….”(QS. Shaad: 20)

Yakni, kenabian
… وَفَصْلَ الْخِطَابِ {20}

”… Dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.”(QS. Shaad: 20)

Yakni, kebijaksanaan dalam berbicara dan memberi keputusan. Dan, hal itu pendapat yang menjadi pilihan Ibnu Jarir rahimahullah.

Tanda Kenabian Nabi Dawud ‘Alaihissalam

وَهَلْ أَتَاكَ نَبَؤُا الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ {21} إِذْ دَخَلُوا عَلَى دَاوُدَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ قَالُوا لاَتَخَفْ خَصْمَانِ بَغَى بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَاحْكُم بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلاَتُشْطِطْ وَاهْدِنَآ إِلَى سَوَآءِ الصِّرَاطِ {22} إِنَّ هَذَآ أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِىَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ {23} قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَآءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّاهُمْ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ * {24} فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِندَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَئَابٍ {25}

”Dan adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar. Ketika mereka masuk(menemui) Dawud lalu ia terkejut karena (kedatangan) mereka.Mereka berkata :”Janganlah kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus. Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja.Maka ia berkata:”Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan”. Dawud berkata:’ Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadapmu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya.Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini’.Dan Dawud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Rabbnya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami berikan ampunan baginya atas kesalahan-kesalahnnya itu.Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.”(QS. Shaad: 21-25)

Banyak ahli tafsir dari kalangan Salaf maupun Khalaf yang menyebutkan beberapa kisah dan akhbar (berita) yang mayoritas merupakan Israiliyyat dan bahkan di antaranya ada juga yang bohong (dusta). Di sini, kami sengaja tidak menyajikannya, karena menurut kami, kisah yang ada di dalam al-Qur’an sudah mencukupi untuk dijadikan pegangan. Dan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.

Para Imam telah berbeda pendapat tentang sujud (sujud Tilawah) pada bacaan ayat di dalam surat Shaad ini (yaitu pada ayat yang ke duapuluh empat). Apakah ia termasuk ayat yang mengharuskan sujud? Ataukah ia hanya sekedar sujud Syukur saja, bukan termasuk bacaan yang harus disujudi? Mereka berbeda pendapat menjadi dua pendapat:

Imam al-Bukhari (dalam Shahihnya 4870) meriwayatkan dari al-‘Awwam, dia bercerita:’ Aku pernah bertanya kepada Mujahid tentang sujud pada bacaan ‘Shaad’ Maka dia berkata:’ Aku juga pernah bertanya kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma:”Apa yang menyebabkan kamu bersujud?” Dia menjawab:”Tidakkah engkau membaca ayat:

… وَمِن ذُرِّيَتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ…أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ … {90}

”… Dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Dawud, Sulaiman …Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. …” (QS. Al-An’aam: 84-90)

Nabi Dawud ‘alaihissalam termasuk orang yang menyuruh Nabi kalian untuk mengikutinya. Maka Dawud ‘alaihissalam bersujud karenanya (ayat dalam surat Shaad), dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun sujud karenanya pula.

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia mengatakan sehubungan dengan sujud pada bacaan ’Shaad’:”Ia bukan termasuk sujud yang menjadi keharusan. Aku sendiri pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakannya.” (Musnad Imam Ahmad (I/359), demikian juga yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (3422), Abu Dawud (1409), at-Tirmidzi (577), dan an-Nasa’i dalam al-Kubra (11170))

Imam an-Nasa’i meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersujud pada bacaan dalam surat Shaad seraya berkata:”Dawud pernah mengerjakannya sebagai taubat, sedang kita melakukannya sebagai ungkapan rasa syukur.” (HR. Imam an-Nasaa’i dalam al-Mujtaba’ dan al-Kubra. Demikian juga diriwayatkan oleh ‘Abdurrazaq (5870), ath-Thabrani dalam al-Kabiir (12386 dan 12387) dan ad-Daruquthni (I/407), serta al-Baihaqi (II/319) dan sanadnya shahih)

Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membaca di atas mimbar, dan ketika sampai pada ayat sajdah, beliau langsung turun dan bersujud, lalu orang-orang pun ikut sujud bersamanya. Pada hari yang lain, beliau membacanya kembali, dan ketika sampai pada ayat sajdah, orang-orang pun bersiap-siap untuk bersujud, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Sesungguhnya ia (sujud tersebut) adalah taubat seorang Nabi, namun aku telah melihat kalian telah bersiap-siap untuk sujud.” Maka turunlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (dari mimbar) dan melakukan sujud.

Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Majah rahimahumallah meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita, ada seseorang yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia berkata”Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya aku pernah bermimipi layaknya mimpi orang tidur, seakan-akan aku shalat di belakang sebatang pohon, lalu aku membaca ayat sajdah maka pohon itu bersujud dengan sujud yang aku lakukan. Setelah itu, aku mendengar pohon itu berkata, sedang dia dalam keadaan bersujud:”Ya Allah tetapkanlah dengan sujud itu pahala bagiku di sisi-Mu, dan jadikanlah ia sebagai simpanan di sisi-Mu, dan tempatkanlah ia sebagai pemberat timbanganku, dan terimalah ia dariku sebagaimana Engkau menerima dari hamba-Mu Dawud.”’ (Hadits ini shahih, yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (579 dan 3424), Ibnu Majah (1053), Ibnu Hibban (69 Mawarid), ath-Thabrani (XI/no. 11262), al-Hakim (I/219), al-Baihaqi (II/320) dengan sanad dha’if karena ketidakjelasan Hasan bin Muhammad bin ‘Ubadillah bin Abu Yazid. Tetapi hadits ini memiliki syahid yang menguatkan hadits ini)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:”Aku pernah menyaksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan membaca ayat sajdah, lalu beliau bersujud, kemudian aku mendengar beliau berucap sedang beliau dalam keadaan bersujud seperti apa yang dikisahkan oleh seseorang mengenai ucapan sebatang pohon.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

{24} فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِندَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَئَابٍ {25}

”Maka Kami berikan ampunan baginya atas kesalahan-kesalahnnya itu.Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.”(QS. Shaad: 21-25)

Maksudnya, bahwa pada hari Kiamat kelak dia akan mempunyai kedudukan yang mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tempat-Nya yang suci, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam sebuah hadits:

المُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَلَى يَمِينِ الرَّحْمَنِ وَكِلْتَا يَدَيْه يَمِينٌ ، الَّذِينَ يَقسطُونَ فِي أَهْلِيهِمْ وَ حُكْمِهِمْ وَمَا وَلُوا

”Orang-orang yang adil itu berada di atas mimbar yang terbuat dari cahaya disebelah kanan ar-Rahman. Dan kedua tangan-Nya adalah kanan. Yaitu, orang-orang yang berbuat adil terhadap keluarganya, adil dalam keputusannya, dan terhadap apa yang dipimpinnya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim (2817) dari hadits ‘Abdillah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma)

يَادَاودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي اْلأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلاَتَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ {26}

”Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”(QS. Shaad: 26)

Ini adalah firman Allah kepada Nabi Dawud ‘alaihissalam, dan maksudnya ditujukan kepada para penguasa dan pemimpin manusia. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka untuk berbuat adil dan mengikuti kebenaran yang diturunkan dari sisi Allah, bukan mengikuti selainnya yang berupa pendapat-pendapat dan hawa nafsu. Dan Dia (Allah) Subhanahu wa Ta’ala mengancam siapa saja yang menempuh jalan selain jalan itu dan yang berhukum dengan selain hukum itu (hukum Allah).

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi. Pustaka Imam Syafi’I hal 408-413 dengan sedikit perubahan. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)