Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam dalam hadits Abu Said al-Khudri yang muttafaq alaihi menceritakan seorang pembunuh 99 nyawa dari kalangan umat terdahulu. Manakala dia hendak bertaubat, dia bertanya tentang penduduk bumi yang paling berilmu, maka dia ditunjukkan kepada seorang rahib –rahib adalah ahli ibadah di kalangan Bani Israil- laki-laki ini mengabarkan kepada sang rahib bahwa dirinya sudah membunuh 99 orang, dia bertanya, “Apakah aku masih bisa bertaubat?” Rahib menjawab, “Tidak.” Maka laki-laki itu menggenapkan angka menjadi 100 nyawa dengan membunuh sang rahib.

Kemudian laki-laki itu bertanya tentang orang yang paling tahu di bumi, dia ditunjukkan kepada seorang alim. Laki-laki ini menyampaikan kepadanya bahwa dirinya telah membunuh 100 orang. Dia berkata, “Adakah saya masih bisa bertaubat?” Alim ini menjawab, “Ya. Siapa yang menghalangimu untuk bertaubat?” Dan kisah selanjutnya.

Jawaban pertama adalah jawaban rahib, dia melakukan dua kesalahan yang bersumber dari kebodohan. Pertama, dia tidak tahu dan berani menjawab atas dasar tidak tahu, karena biasanya ahli ibadah memang tak berbekal ilmu yang memedahi. Kedua, keteledorannya dalam melindungi dirinya saat menjawab sehingga laki-laki itu menjadikannya sebagai korbannya yang ke 100.

Di sinilah terlihat keunggulan ilmu dan ulama, dari jawaban laki-laki kedua yang merupakan seorang alim. Jawaban tepat dan lebih dari itu, dia bisa mengarahkan pembunuh 100 orang ini ke jalan yang benar dalam rangka mewujudkan niat bertaubat yang terpendam dalam dadanya.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda, “Satu orang ahli fikih lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Ibnu Ubaid berkata, Abu Abdullah Ahmad bin Yahya menyampaikan kepadaku, Ali bin Ashim menyampaikan kepada kami dari sebagian orang-orang Bashrah berkata, ada dua orang: alim dan abid, keduanya bersaudara karena Allah. Para setan berkata kepada Iblis, “Kami tidak mampu memisahkan keduanya.” Maka Iblis berkata, “Biarkan aku yang menangani keduanya.” Iblis duduk di jalan ahli ibadah yang biasa dia lewati, saat ahli ibadah itu sudah dekat kepada Iblis, dia bangkit menampakkan diri dalam wujud seorang laki-laki tua dengan bekas sujud di keningnya. Iblis berkata kepada ahli ibadah, “Dalam hati terdapat suatu ganjalan, aku ingin bertanya kepadamu tentangnya.” Ahli ibadah berkata, “Silakan, bila aku mempunyai ilmu maka aku akan mengatakannya kepadamu.”

Iblis bertanya, “Apakah Allah kuasa menjadikan langit-langit dan bumi, gunung-gunung, pohon-pohon dan air dalam sebuah telur tanpa menambah ukuran telur sedikit pun dan tanpa mengurangi ukuran semua itu sedikit pun?” Maka ahli ibadah terheran-heran dan berkata, “Tanpa menambah ukuran telur sedikit pun dan tanpa mengurangi ukuran semua itu sedikit pun?” Ahli ibadah itu berhenti maka Iblis berkata kepadanya, “Silakan tuan berjalan dan berpikir.” Kemudian Iblis memandang kepada rekan-rekannya dan berkata, “Aku telah mencelakakan orang ini, aku telah menjadikannya ragu-ragu terhadap Allah.”

Kemudian Iblis duduk di jalan ahli ilmu, dia datang dan mendekat, Iblis bangkit kepadanya dan berkata, “Wahai bapak, dalam dadaku terdapat sesuatu yang mengganjal, aku ingin menanyakannya kepadamu.” Ahli ilmu berkata, “Silakan, bila aku punya ilmu maka aku akan mengatakannya kepadamu.” Iblis bertanya, “Apakah Allah kuasa menjadikan langit-langit dan bumi, gunung-gunung, pohon-pohon dan air dalam sebuah telur tanpa menambah ukuran telur sedikit pun dan tanpa mengurangi ukuran semua itu sedikit pun?” Ahli ilmu itu menjawab, “Ya.” Iblis kaget dan berkata, “Tanpa menambah ukuran telur sedikit pun dan tanpa mengurangi ukuran semua itu sedikit pun?” Ahli ilmu menjawab, “Ya.” Dengan nada tinggi sambil menghardik.

Ahli ilmu itu melanjutkan, “Sesungguhnya urusan Allah bila Dia menghendaki sesuatu, hanyalah berfirman kepadanya, ‘Jadilah.’ Maka ia pun jadi.” (Yasin: 82). Maka Iblis berkata kepada rekan-rekannya, “Dari arah inilah kalian kalah.” Semoga Allah menjaga kita semuanya.

Dari Akamul Marjan fi Ahkamil Jan, Badruddin Abdullah asy-Syibli.
(Izzudin Karimi)