Siapa di antara kaum muslimin dan muslimat yang tidak mengenal Khadijah, seorang janda berumur, matang, cerdik dan berakal sekaligus berharta. Tidak sedikit pemuka Quraisy berminat menjadi pendamping hidupnya, namun tiada satu pun yang berhasil mengikat hatinya, walaupun mereka bermodal kekayaan, kedudukan dan derjat tinggi di kaumnya, tetap tidak membuka hati Khadijah untuk menerimanya. Namun begitu Khadijah mengetahui seorang pemuda yang bernama Muhammad, maka hatinya terbuka dan berharap menjadi pasangan hidupnya.

Pernikahan antara Khadilah dengan Muhammad terjadi, pernikahan paling berbahagia di dunia, saat itu Muhammad hanyalah seorang anak muda, belum diangkat menjadi nabi dan rasul, pernikahan yang melahirkan keturunan-keturunan mulia lagi suci: Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Abdullah dan Fatimah. Buah hati dan ketenangan Muhammad Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam.

Sesaat sebelum Allah menjadikan Muhammad sebagai seorang nabi dan rasul paling agung, Allah menjadikan Muhammad menyukai khalwat (menyendiri), untuk apa? Untuk beribdah kepada Allah di sebuah gua, merenungkan keadaan kaumnya yang terbenam dalam kesyirikan dan dibekap dosa dan kemaksiatan, selama proses khalwat ini Khadijah senantiasa mendukung suaminya, tidak merasa gelisah, sedih atau tertekan sekalipun suaminya meninggalkannya untuk beberapa waktu. Khadijah tidak mencoba menahan suaminya untuk tetap di rumah saja atau mengalihkan perhatiannya kepada sesuatu yang lain, karena Khadijah percaya kepada apa yang dilakukan oleh suaminya, dan akhir faktanya memang demikian.

Khadijah memandang langkah suaminya saat suaminya meninggalkan rumah menuju gua dengan bekal yang telah dia siapkan untuknya, lebih dari itu dia meminta beberapa orang untuk menjaga suaminya dari kejauhan tanpa mengganggu apa yang dilakukan oleh suaminya. Bahkan segala kemampuan, harta dan apa pun yang dia miliki, dia berikan demi suaminya.

Saat Muhammad pulang dalam keadaan ketakutan pasca menerima wahyu dari Jibril, Khadijah berdiri di samping beliau, memberikan kata-kata dan sikap yang menenangkan dan menentramkan, berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi pada suaminya dengan membawanya kepada sepupunya Waraqah bin Naufal.

Kehidupan baru dijalani oleh Muhammad setelah itu, dia bukan lagi sebagai pemuda biasa, akan tetapi seorang rasul pengemban amanat risalah dari Tuhan semesta Allah, Khadijah tahu diri dengan menyesuaikan keadaan dan kondisi hidupnya, maka dialah orang pertama yang beriman kepada suaminya, menyintai suaminya dan rela memberikan seluruh hartanya demi perjuangan suaminya, menopang suaminya dalam menghadapi kerasnya gangguan dan permusuhan dari orang-orang kafir.

Ujian demi ujian mulai menempa kaum muslimin, termasuk Muhammad suaminya, semua itu Khadijah hadapi dengan teguh dan sabar, mulai diambilnya kedua putranya oleh Allah yaitu Qasim dan Muhammad saat keduanya masih anak-anak, lalu kepergian Ruqayyah, salah seorang putrinya yang bersuamikan Usman bin Affan, bersama Usman untuk hijrah ke Habasyah, berlari menyelamatkan agamanya.

Ujian yang harus dipikul oleh Khadijah semakin berat, namun hal itu membuatnya semakin sabar dan kuat dalam menghadapinya, Khadijah meninggalkan segala godaan hidup enak dan nyaman dan memilih iman dan akidahnya di samping sang suami Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Khadijah menjadikan Muhammad suaminya sebagai teladannya nomor wahid dan panutan paling unggul dalam memikul segala resiko di bidang akidah dan iman, Khadijah tidak ragu bergabung dengan kaum muslimin yang diboikot oleh orang-orang Quraisy, selama tiga tahun Khadijah ikut merasakan penderitaan kaum muslimin dalam usia yang tidak tergolong muda lagi.

Dan akhirnya pemboikotan zhalim tersebut berakhir, enam bulan setelah itu Khadijah dipanggil oleh Allah menghadap kepadaNya, persisnya tiga tahun sebelum hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.

Dengan wafatnya Khadijah, meningkatlah ujian yang harus dipikul oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam, karena Khadijah adalah teman yang tulus dan rekan yang menentramkan dalam memperjuangkan Islam.

Begitulah Khadijah, dia telah pergi menghadap Rabbnya, meninggalkan keteladanan mulia seorang istri dalam mendampingi suaminya, seorang istri bijak yang mampu meletakkan segala urusan pada tempatnya, mencurahkan segala kemampuan demi meraih ridha Allah melalui dukungan kepada RasulNya, karena itulah Allah menyampaikan salamNya kepadanya melalui suaminya dan meraih kabar gembira sebuah rumah di surga.

Sekarang ini, adakah Khadijah baru? Wallahu a’lam.