عن أبي هريرة -رضي الله عنه- عن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: مِن حُسْنِ إسلام المرء تركه ما لا يَعنيه حديث حسن، رواه الترمذي وغيره هكذا.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:”Salah satu tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.”(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya seperti ini)
Takhrij hadits

Shahih lighairihi, yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2419) dan Ibnu Majah (3976) melalui jalan al-Auza’i, dari Qurrah bin ‘Abdirrahman bin Huyau-il, dari az-Zuhri, dari Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu.

Sanad ini hasan dan rijalnya (periwayat) pun tsiqah, kecuali Qurrah bin ‘Abdirrahman bin Huyau-il, karena dia adalah seorang shaduq yang meriwayatkan beberapa hadits munkar. Ia mempunyai syagid (penguat) dari hadits ‘Ali bin al-Husain bin ‘Ali secara nursal yang diriwayatkan oleh Imam Malik (II/903) dan dari jalan ini yang juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2420). Secara menyeluruh dapat dikatakan, bahwa hadits tersebut shahih ligahairihi.

Dan dalam masalah ini diriwayatkan dari sejumlah Sahabat, yaitu Abu Bakar, ‘Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, dan al-Harits bin Hisyam radhiyallahu’anhum. hadits ini merupakan salah satu dasar penting dari dasar-dasar etika, sebagaimana hal itu telah ditetapkan oleh Ibnu Shalah, Ibnu Rajab, dan lain-lainnya.

Ibnu Shalah rahimahullah berkata:”berkata Abu Zaid rahimahullah , salah seorang Imam madzhab Malikiyah berkata:’Kumpulan adab-adab (etika) kebaikan berkisar dalam empat hadits, yaitu:

(من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيراً أو ليصمت)

”Barang siapa yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau (kalau tidak bisa) diam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

مِن حُسْنِ إسلام المرء تركه ما لا يَعنيه

”Salah satu tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.”(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya seperti ini)

لاتغضب

”Jangan marah”

الْمُؤْمِنِ يحب لأخيه ما يحب لنفسه) متفق عليه (

”Seorang mukmin menyukai untuk saudaranya (sesame mukmin) apa-apa yang dia sukai untuk dirinya sendiri.”(Mutafaq ‘alaihi)

Penjelasan hadits.

– مِن حُسْنِ إسلام المرء: Di antara tanda kesempurnaan dan keistiqomahan seorang muslim.

– تركه ما لا يَعنيه : Meninggalkan apa yang tidak dibutuhkannya berdasarkan Syari’at, bukan karena hawa nafsu dan dorongan jiwa.

Apabila telah diketahui makna hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, maka pertanyaannya sekarang apa yang dimaksud dengan “Apa yang dibutuhkan dan apa yang tidak dibutuhkan”?

Apa yang dibutuhkan yang dalam bahasa Arabnya al-‘Inayah artinya adalah perhatian dengan sesuatu, atau sesuatu yang penting yang harus diperhatikan. Dan sesuatu yang tidak dibituhkan adalah sesuatu yang tidak perlu diperhatikan secara serius karena di dalamnya tidak ada manfaat dan maslahat bagi pelakunya. Dan sebagaimana sudah maklum bahwasanya urusan syari’at (agama), maka seorang muslim harus memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Demikian juga, fiqh (pemahaman) terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan oleh setiap muslim dan harus mendapatkan perhatian lebih dibandingkan dengan urusan-urusan yang lainnya.

Dengan demikian, perhatian dan keseriusan dalam memahami nash-nash Syar’iat (al-Qur’an dan as-Sunnah) merupakan salah satu tanda baiknya Islam pelakunya. Dan sabda beliau”Salah satu tanda kebaikan Islam seseorang” secara mafhmum bisa dikatakan bahwa bahwa salah satu tanda kebaikan Islam seseorang adalah perhatiannya terhadap apa yang berguna dan penting baginya, apa yang tidak penting bagi seorang muslim berupa ucapan yang tidak ada manfaat baginya di dalam urusan agama, dunia, akherat, maupun dalam urusan anak-anak (keluarganya) maka meninggalkan hal itu adalah salah satu tanda kebaikan Islam seseorang. Dan ini umum mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap berlebihan dalam masalah ilmu yang tidak bermanfaat baginya, atau dalam pergaulan, atau masalah ikatan-ikatan (hubungan) dengan orang lain dan yang semisal dengan itu, maka meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat dan berlebih-lebihan tadi termasuk tanda kebaikan dan kesempurnaan Islam seseorang. Maksudnya tanda kecintaanya terhadap kebaikan, karena berlebih-lebihan dan melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat di dalam perkataan, pendengaran dan lain sebagianya termasuk sarana yang bisa menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan dosa, atau meremehkan dan menyepelekan kewajiban yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan kepadanya.

Termasuk dalam hadits ini adalah meninggalkan perkara yang tidak berguna berupa perkataan atau pendengaran atau ucapan. Dan ini jelas, karena lidah/lisan adalah sumber tergelincirnya seseorang, demikian juga telinga. Maka setiap apa yang keluar dari lisan kita akan dimintai pertanggung jawabannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firman Alah Subhanahu wa Ta’ala:

مَّايَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ {18}

”Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisnya Malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)”. (QS. Qaaf: 18)

Sebagian ulama Salaf berkata:”Dicatat setiap yang keluar dari lisan seseorang, sampai rintihan orang sakit sekalipun. Maksudnya, sekalipun hal itu sesuatu yang seseorang tidak diperhitungkan (tidak dianggap dosa ataupun pahala) maka Malaikat akan menulisnya. Dan ini adalah pendapat yang kuat, bahwasanya Malaikat menulis semuanya (semua ucapan manusia), dan penulisannya tidak khusus pada sesuatu yang di dalamnya ada pahala atau ada siksa. Hal tersebut berdasarkan dua dalil:

1. Bahwa firman Allah: “من قول” /dari ucapan, adalah bahwa kata ”ucapan“ adalah kata nakirah yang berada dalam konteks kalimat negatif (nafi) dan didahului kata “min”(menunjukkan sebagian), dan ini menunjukkan keumuman, sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama ahli bahasa dan ahli usul fiqh.

2. Sesungguhnya pembagian sesuatu yang dicatat oleh malaikat kedalam pembagian bahwa mereka mencatat apa-apa yang ada pahalanya dan yang ada siksaanya saja, ini diminta dari yang membagi hal ini untuk menetapkan/memastikan bahwa Malaikat pencatat bisa membedakan antara amalan-amalan berpahala dan yang tidak berpahala, dan juga bisa membedakan dalam niat-niat setiap hamba dan amalan hati serta perkataan-perkataan yang muncul dari amalan hati….dan lain-lain.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata daklam kitabnya “al-Iman”:” dan hal ini tidak ada dalinya” Maksudnya bahwa para Malaikat mengetahui apa yang berpahala dari ucapan-ucapan dan apa yang tidak berpahala. Akan tetapi mereka hanyalah pencatat sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ

Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az-Zukhruf: 80)

Hal ini menunjukkan bahwa meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baik dalam ucapan, perbuatan ataupun pendengaran adalah salah satu yang meningkatkan derajat seorang hamba di dunia maupun di akherat. Maka masuk dalam hadits ini adalah mencari tahu hal-hal yang tidak penting bagi kita, tidak berguna bagi kita dalam agama, atau semangat untuk mengetahui berita-berita tentang fulan, pekerjaan fulan dan hal-hal lain yang tidak berguna. Juga yang termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang duduk manis berjam-jam di depan TV untuk menonton bola, sinetron megikuti perkembangan artis-artis dan lain sebagainya. Bukankah lebih baik kalau mereka menghabiskan waktu mereka untuk membaca al-Qur’an atau Hadit dan mengahafal serta memahaminya?

Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas:
1. Tingkat keislaman (seseorang) itu berbeda-beda, di antaranya ada yang baik dan ada yang tidak baik, berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:”Di antara tanda kebaikan Islam seseorang.”
2. Manusia semestinya meninggalkan apa-apa yang tidak berguna baginya, baik dalam urusan dunia maupun akheratnya. Karena hal itu lebih menjaga waktunya, lebih selamat untuk agamanya, dan lebih mudah untuk menutupi kekurangannya. Seandainya ia campur tangan dalam berbagai urusan manusia yang tidak berguna baginya niscaya ia penat. Tetapi jika ia berpaling darinya dan tidak sibuk kecuali pada apa yang berguna baginya, maka itu menjadi ketentraman dan ketenangan baginya.
3. Manusia tidak boleh menyia-nyiakan apa yang berguna baginya, yakni apa yang penting baginya, dari urusan akherat dan dunianya. Tetapi ia memperhatikannya, sibuk dengannya, dan menuju apa yang lebih dekat kapada pencapaian tujuanya.
4. Dalam hadits ada isyarat bahwa setiap muslim hendaknya berusaha untuk mencapai kesempurnaan dan kebaikan Islamnya, yaitu dengan menjalankan apa-apa yang bermanfaat dan meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat.
5. Salah satu tanda baiknya keislaman seseorang adalah senang melakukan tindakan-tindakan yang tidak bermanfaat sekalipun hukum asal hal tersebut adalah mubah (boleh). Dan sibuk dengan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah salah satu tanda berpalingnya Allah dari seorang hamba-Nya, sebagaimana perkataan al-Hasan al-Bashri rahimahullah:”Di antara tanda berpalingnya Allah dari seorang hamba adalah Dia menyibukkan hamba tersebut dengan sesuatu yang tidak bermanfaat”. Wallahu A’lam

Sumber: Taudhihul Ahkam, Syarah Riyadhus Shalihin dll