Setelah Sulaiman ‘alaihissalam meninggalkan kuda itu dalam rangka mencari Wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ganti kepadanya berupa angin yang mempunyai kecepatan paling cepat dan kekuatan yang sangat kuat.

… تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَآءً حَيْثُ أَصَابَ {36}

” (Angin) Yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya.”(QS. Shaad: 36)

Selain itu Sulaiman ‘alaihissalam juga memiliki periuk yang terbuat dari kayu-kayu yang banyak, yang mana ia mampu menampung semua yang dia butuhkan berupa bangunan rumah, istana, kemah, perabotan, kuda, unta, barang muatan, kalangan laki-laki dari bangsa jin dan manusia dan lain-lain yang dibutuhkan oleh Sulaiman ‘alaihissalam seperti hewan-hewan dan burung-burung. Lalu jika Sulaiman ‘alaihissalam ingin safar, bertamasya atau memerangi raja atau musuh di bumi Allah manapun yang ia inginkan, jika dia ingin membawa barang-barang tersebut di atas periuk, maka dia ‘alaihissalam menyuruh angin untuk masuk ke bawah periuk lalu mengangkatnya. Lalu jika periuk sudah menggantung di antara langit dan bumi maka Sulaiman ‘alaihissalam memerintahkan ar-Rakhaa’ (angin yang lembut/sepoi-sepoi), lalu angin itu membawanya. Dan jika ingin terbang lebih cepat dari itu maka Sulaiman ‘alaihissalam memerintahkan al-‘Aashifah (angin kencang), lalu ia pun membawanya dengan kecepatan yang paling cepat. Lalu ia meletakkan periuk tersebut di tempat yang diinginkan oleh Sulaiman ‘alaihissalam, yang mana Sulaiman ‘alaihissalam berangkat pada awal siang dari Baitul Maqdis, lalu di bawa oleh angin dan ditempatkan di Ishthakhir (nama tempat) yang jaraknya sejauh satu bulan perjalanan, kemudian tinggal di sana sampai akhir siang, kemudian kembali pada sore hari lalu dikembalikan ke Baitul Maqdis.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مّن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَن يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ {12} يَعْمَلُونَ لَهُ مَايَشَآءُ مِن مَّحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَّاتٍ اعْمَلُوا ءَالَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ {13}

”Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya.Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapanya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Rabb-nya.Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung, dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada diatas tungku).Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah).Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.”(QS. Saba’: 12-13)

Mengenai kata al-Qithr dalam ayat di atas, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, rahimahumullah dan yang lainnya mengatakan:”Yakni, tembaga” (lihat Tafsir ath-Thabari dan Ibnu Katsir). lebih lanjut Qatadah rahimahullah melanjutkan:”Tembaga itu di Yaman dan Allah munculkan untuknya (Sulaiman)”

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

… وَمِنَ الْجِنِّ مّن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَن يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ {12}

”… Dan sebagian dari golongan jin ada yang bekerja di hadapanya (di bawah kekuasaanya) dengan izin Rabb-nya.Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.”(QS. Saba’: 12)

Maksudnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menundukkan untuknya bangsa jin sebagai pekerja yang bekerja untuknya apa saja yang dia kehendaki. Dan jin-jin itu tidak dapat menentang dan keluar dari perintahnya, dan barang siapa yang keluar dari perintahnya maka ia akan mengadzabnya dan menyiksanya.

يَعْمَلُونَ لَهُ مَايَشَآءُ مِن مَّحَارِيبَ …{13}

”Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi …”(QS. Saba’: 13)

Yakni, tempat-tempat yang bagus.

… وَتَمَاثِيلَ … {13}

”….Dan patung-patung…. .”(QS. Saba’: 13)

Yakni, gambar-gambar di dinding-dinding. Dan hal itu berlaku dalam syari’at dan ajaran mereka.

Firman-Nya:

… وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ … {13}

”…Dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam …. .”(QS. Saba’: 13)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan:”Al-Jafnah berarti seperti kubangan tanah.” Masih menurut beliau:”Yakni, seperti kolam.” Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mujahid, al-Hasan al-Bashri, Qatadah, adh-Dhahak dan ulama lainnya rahimahumullah.

Berdasarkan riwayat di atas, kata al-Jawaab merupakan jamak dari kata Jaabiyah, yaitu kolam yang dipenuhi air, sebagaimana yang diungkapkan oleh al-A’syaa’

تروح على آلِ المُحَلِّق جَفْنَةٌ … كَجابِيَةِ الشَّيخ العِراقيِّ تَفْهَقُ

Tersedia di keluarga al-Muhallaq sebuah piring besar…seperti kubangan air milik lelaki tua Iraq

Sedangkan mengenai kata al-Quduur ar-Raasiyaat dalam ayat di atas, ‘Ikrimah rahimahullah mengatakan:”Yakni, periuk yang masih berada di atas tungkunya.” Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mujahid dan beberapa ulama lainnya.

Dan karena hal ini berkenaan dengan pemberian makanan dan kebaikan kepada makhluk dari kalangan manusia dan jin, maka Allah berfirman:

…. اعْمَلُوا ءَالَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ {13}

”….Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah).Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.”(QS. Saba’: 13)

Dia Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّآءٍ وَغَوَّاصٍ {37} وَءَاخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي اْلأَصْفَادِ {38}

”Dan (Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam, dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu.”(QS. QS. Shaad: 37-38)

Maksudnya, di antara mereka ada yang diperintahkan untuk membangun bangunan dan menyelam ke dalam air untuk mengambil mutiara dan barang-barang berharga lainnya yang tidak ditemukan kecuali di sana. Dan firman-Nya:

وَءَاخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي اْلأَصْفَادِ {38}

” Dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu.”(QS. QS. Shaad: 38)

Yakni, mereka yang telah berbuat maksiat sehingga mereka diikat dua-dua dalam belenggu. Semuanya merupakan karunia yang dianugerahkan kepada Sulaiman ‘alaihissalam sekaligus menjadi penyempurna kerajaan yang dipimpinnya, yang tidak akan pernah diberikan kepada siapapun sebelum dan sesudahnya.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

إن عفريتا من الجن تفلت البارحة ليقطع علي صلاتي فأمكنني الله منه فأخذته فأردت أن أربطه على سارية من سواري المسجد حتى تنظروا إليه كلكم فذكرت دعوة أخي سليمان { رب اغفر لي وهب لي ملكا لا ينبغي لأحد من بعدي } . فرددته خاسئا

”Sesungguhnya Ifrit dari bangsa jin melompat tadi malam untuk memutuskan shalatku. Maka Allah memberi kemampuan kepadaku untuk menangkapnya, lalu aku menangkapnya. Aku ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid sehingga kamu semua bisa melihatnya. Lalu aku teringat doa saudaraku Sulaiman : ‘Rabb berilah kepadaku kerajaan yang tidak pantas untuk seseorang sesudahku.’ Maka aku mengembalikannya dalam kondisi merugi.”

Imam Muslim rahimahullah juga meriwayatkan dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendirikan shalat, lalu kami mendengar beliau berucap:”Aku berlindung kepada Allah darimu, aku melaknatmu dengan laknat Allah.” Sebanyak tiga kali. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengibaskan tangan beliau seakan-akan beliau mengambil sesuatu. Setelah selesai shalat, kami pun bertanya:”Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tadi mendengarmu mengucapkan sesuatu dalam shalatmu yang belum pernah kami dengar sebelumnya darimu. Dan kami melihatmu mengibaskan tanganmu” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Sesungguhnya musuh Allah, Iblis telah datang dan membawa seberkas api untuk dilemparkan ke wajahku, maka kukatakan kepadanya:’Aku berlindung kepada Allah darimu.’ Sebanyak tiga kali, kemudian aku ingin menangkapnya. Demi Allah, kalau bukan karena do’a saudara kita Sulaiman, niscaya Iblis itu telah terikat dan dijadikan mainan oleh anak-anak penduduk Madinah.”

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan, Abu ‘Ubaid shahibu Sulaiman memberitahukan kami, dia menceritakan, aku pernah menlihat ‘Atha’ bin Yazid al-Laitsi berdiri mengerjakan shalat, lalu aku berjalan di hadapannya, namun di mencegahku. Kemudian (selesai shalat) ia berkata:”Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu telah memberitahuku bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdiri menegakkan shalat shubuh, sedang dia (Abu Sa’id) berada di belakang beliau, lalu beliau membaca bacaan shalat, namun bacaannya terganggu. Setelah mengerjakan shalat beliau bersabda:’Seandainya kalian melihatku dan Iblis, lalu aku ingin menangkapnya dengan tanganku. Dan aku senantiasa mencekiknya sehingga aku merasakan air ludahnya di antara dua jari-jemariku ini –yakni : ibu jari dan jari telunjuk. Dan, kalau bukan karena do’a saudaraku, Sulaiman ‘alaihissalam niscaya dia akan tetap terikat pada salah satu pagar masjid dan dijadikan mainan oleh anak-anak Madinah. Barangsiapa di antara kalian mampu untuk tidak membiarkan seseorang lewat di antara dirinya dan kiblat hendaklah dia melakukannya’

Diriwayatkan dari Abu Dawud rahimahullah, di antaranya berbunyi:”Siapa di antara kalian yang mampu….” sampai akhir hadits

Tidak sedikit ulama salaf yang menyebutkan bahwa Sulaiman ‘alaihissalam mempunyai seribu isteri. Dan, Sulaiman ‘alaihissalam mempunyai kekuatan berhubungan intim yang luar biasa hebatnya.

Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda:

قال سليمان بن داود لأطوفن الليلة على سبعين امرأة تحمل كل امرأة فارسا يجاهد في سبيل الله فقال له صاحبه إن شاء الله فلم يقل ولم تحمل شيئا إلا واحدا ساقطا أحد شقيه . فقال النبي صلى الله عليه و سلم ( لو قالها لجاهدوا في سبيل الله ) . قال شعيب وابن أبي ازناد ( تسعين ) . وهو الأصح

“Sulaiman bin Daud berkata:‘Sungguh malam ini aku akan menggilir tujuh puluh isteriku. Setiap dari mereka akan melahirkan satu penunggang kuda yang siap berjihad di jalan Allah.’ Maka shahabatnya berkata kepadanya:‘Ucapkanlah insyaAllah (jika Allah menghendaki).’ (Akan tetapi) dia tidak mengucapkannya, maka tidak ada seorangpun yang hamil dari isterinya melainkan hanya satu saja yang melahirkan namun sebelah tubuhnya jatuh (miring).Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:’Seandainya dia (Sulaiman) mengucapkan Insya Allah, sungguh (anak-anaknya) akan berjihad di jalan Allah.“

Syu’aib dan Abu Ziyad berkata:”Sembilan puluh” dan ia lebih shahih. Adapun lafazh ini maka Imam al-Bukhari menyendiri dalam periwayatannya.

Abu Ya’la menceritakan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(قال سليمان بن داود عليهما السلام لأطوفن الليلة على مائة امرأة كل امرأة منهن تلد غلاما يضرب باالسيف في سبيل الله فلم يقل إن شاء الله فطاف تلك الليلة على مائة امرأة ولم تلد منهن امرأة إلا امرأة ولدت نصف إنسان.) فقال النبي صلى الله عليه و سلم ( لو قال إن شاء الله لم يحنث وكان أرجى لحاجته )

“Sulaiman bin Daud berkata:‘Sungguh (aku bersumpah) malam ini aku akan menggilir seratus isteri. Masing-masing dari mereka akan melahirkan seorang anak laki-laki yang siap memanggul pedang untuk berjihad di jalan Allah.’. Namun dia tidak mengucapkan insya Allah. Lalu dia pun menggilir seratus isterinya pada malam itu dan tidak ada seorangpun dari mereka yang hamil, melainkan hanya seorang wanita saja yang melahirkan separuh orang (manusia). Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:’Seandainya dia (Sulaiman) mengucapkan insya Allah, maka ia tidak melanggar sumpah dan lebih besar harapan untuk dipenuhi hajatanya.”

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita:”Sulaiman bin Dawud ‘alaihissalam pernah berkata:’ Aku akan menggilir seratus isteriku pada malam ini, yang setiap dari mereka akan melahirkan seorang anak laki-laki yang berperang di jalan Allah.’Dan Sulaiman tidak memberikan pengecualian (maksudnya tidak mengucapkan insya Allah). Kemudian tidak ada seorangpun yang melahirkan, kecuali seorang isterinya yang hanya melahirkan “setengah orang (manusia).” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:’Seandainya dia (Sulaiman) mengecualikan (mengucapkan insya Allah), niscaya akan lahir untuknya seratus anak, yang mereka semua berperang di jalan Allah.”

Imam Ahmad rahimahullah juga meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Sulaiman bin Dawud ‘alaihissalam berkata:’Sungguh (aku bersumpah) aku akan menggilir seratus isteri dalam satu malam, yang masing-masing dari mereka akan melahirkan seorang anak laki-laki yang berjihad di jalan Allah.’.Kemudian lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Sulaiman lupa untuk mengucapkan insya Allah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:Dan tidak seorangpun dari mereka yang melahirkan, kecuali seorang wanita saja yang melahirkan setengah orang (manusia). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:’Seandainya dia (Sulaiman) mengucapkan insya Allah, maka ia tidak akan berdosa (karena melanggar sumpah) dan lebih besar harapan untuk dipenuhi hajatanya.”

Sulaiman ‘alaihissalam memegang berbagai urusan kerajaan, memperluas negeri, bala tentara yang banyak, yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumnya maupun kepada seorang pun setelahnya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

… وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَىْءٍ … {16}

”…dan kami diberi segala sesuatu……”(QS. QS. An-Naml: 16)

Dia Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَّيَنبَغِي لأَحَدٍ مِّن بَعْدِي إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ {35}

”Ia berkata:”Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi.”(QS. Shaad: 35)

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menganugerahkan semuanya itu sebagaimana yang ditegaskan melalui nash-nash Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang paling jujur.

Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan berbagai kenikmatan yang sempurna lagi besar yang dikaruniakan kepada Sulaiman ‘alaihissalam, Dia berfirman:

هَذَا عَطَآؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ {39}

”Inilah anugerah kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah(untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab.”(QS. Shaad: 39)

Maksudnya, berilah siapa saja yang kamu kehendaki, dan tolak siapa saja yang tidak engkau kehendaki. Semuanya terserah pada dirimu. Dan, tidak ada pertangungan jawab bagimu. Artinya, belanjakan dan gunakanlah harta kekayaan itu sekehendak hatimu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkanya untukmu sepenuhnya dan tidak menuntut pertanggungan jawab darimu. Demikian itulah keadaan seorang Nabi yang merangkap sebagai seorang raja, yang berbeda dengan keadaan seorang hamba dan sekaligus rasul (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) yang beliau tidak memberi dan tidak menahan (tidak memberi) kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah diberi pilihan antara kedua kedudukan tersebut di atas, yang akhirnya beliau lebih memilih menjadi seorang hamba yang merangkap sebagai seorang Rasul.

dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Jibril ‘alaihissalam pernah dimintai pendapat dalam masalah tersebut, yang akhirnya Jibril ‘alaihissalam menyarankan agar beliau shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa bertawadhu’ (rendah hati). Akhirnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tetap memilih sebagai seorang hamba sekaligus sebagai seorang Rasul.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan kekhalifahan dan kerajaan kepada orang-orang yang hidup setelah beliau dari kalangan ummatnya sampai hari Kiamat kelak. Dan, akan tetap ada sekelompok orang dari ummatnya yang akan selalu menonjol (nampak) sampai hari Kiamat. Maka, segala puji bagi Allah atas segala nikmat ini.

Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan berbagai kebaikan dunia yang telah dikaruniakan kepada Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, Dia mengingatkan apa yang telah disiapkan bagi Nabi Sulaiman ‘alaihissalam kelak di akhirat berupa pahala yang banyak, balasan yang baik, dan kedudukan yang mendekatkan dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, keberuntungan yang luar biasa besarnya, serta kemuliaan di sisi-Nya. Hal tersebut ia dapatkan kelak pada hari Kiamat dan hari perhitungan, di mana Dia Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

وَإِنَّ لَهُ عِندَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَئَابٍ {40}

”Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.”(QS. Shaad: 40)

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi. Pustaka Imam Syafi’i hal 449-458 dengan sedikit perubahan. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)