Oleh: Abu Qotadah

KHUTBAH PERTAMA :

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّد صلى الله عليه و سلم ٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah menganugerahkan nikmat kepada kita, nikmat yang amat banyak, berupa nikmat Iman, Islam, nikmat Sunnah dan nikmat sehat, sehingga kita masih bisa mendekatkan diri kepadaNya.

Para sahabat mempunyai andil besar bagi umat Islam, merekalah yang membantu Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam menyebarkan agama Islam, mereka telah berjihad dengan harta dan jiwa mereka guna menjaga keutuhan agama, al-Qur`an dan as-Sunnah. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ اْلأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَاْلإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَاْلأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ ءَامَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur`an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-A’raf: 157).

مُّحَمَّدُُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي اْلإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْئَهُ فَئَازَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فاَسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمَا

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang Mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Fath: 29).

لِلْفُقَرَآءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا وَيَنصُرُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ . وَالَّذِينَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَاْلإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلاَيَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaanNya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 8-9).

Al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata, “Di antara prinsip-prinsip Sunnah adalah berloyalitas kepada para sahabat Nabi, mencintai mereka, menyebutkan kebaikan mereka, menyayangi mereka, memohon ampunan kepada Allah buat mereka, menahan diri untuk tidak membicarakan kesalahan-kesalahan mereka dan perselisihan yang telah terjadi di antara mereka, serta meyakini akan keutamaan mereka.”

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَالَّذِينَ جَآءُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10).

Dari Abi Sa’id al-Khudri, “Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam telah bersabda :

لَا تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيْفَهُ.

“Janganlah mencela para sahabatku, demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan mungkin bisa menyamai Mud salah seorang dari mereka, bahkan tidak pula setengahnya.” (HR. al-Bukhari, no. 3673; dan Muslim, no. 2541).

Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
HAK-HAK PARA SAHABAT

Sahabat adalah setiap orang yang pernah melihat Nabi dan beriman kepada beliau (di zamannya) dan mati dalam keimanan.
Di antara kewajiban umat Islam terhadap para sahabat Nabi adalah sebagai berikut:

Kewajiban Yang Pertama, Mencintai Mereka Dengan Hati Yang Tulus, dan Membenci Siapa Saja Yang Membenci Mereka Serta Tidak Melampaui Batas Dalam Mencintai Mereka.

Dalam poin ini ada empat pembahasan :

Pembahasan pertama, mencintai mereka dengan hati yang tulus.

Mencintai siapa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya adalah sebagai konsekuensi dan tuntutan dari Iman. Al-Imam ath-Thahawi berkata, “Mencintai para sahabat Nabi adalah Din (Agama), Iman dan Ihsan.”

Makna “mencintai mereka adalah agama,” yaitu berloyalitas kepada siapa yang telah dipuji Allah, dan di sini Allah telah memuji para sahabat dalam kitabNya. Sedangkan hubungan kecintaan kita kepada mereka sebagai inti dari agama adalah karena adanya kewajiban kita untuk memberikan loyalitas (mencintai, menolong) sesama orang-orang yang beriman. Dan para sahabat adalah orang-orang yang paling utama imannya dan ketakwaannya, maka merekalah orang yang paling berhak dan pantas untuk mendapatkan loyalitas (kecintaan dan kasih sayang).

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (At-Taubah: 71).

Makna “mencintai mereka adalah iman,” karena Allah telah mewajibkan kita untuk mencintai mereka dan setiap perkara yang Allah perintahkan adalah bagian dari cabang iman. Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :

آيَةُ الْإِيْمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ.

“Tanda-tanda keimanan adalah mencintai orang Anshar dan tanda-tanda kemunafikan adalah benci terhadap orang Anshar.” (Muttafaq ‘alaih)

Jamaah Sidang Jum’at yang Dirahmati Allah

Makna “mencintai mereka adalah ihsan,” karena orang yang mencintai para sahabat berarti telah mencintai orang yang melakukan berbagai kebaikan dalam agamanya, dan telah menyempurnakan agamanya dengan melaksanakan apa yang telah diwajibkan atasnya (mencintai mereka dan tidak membencinya), dan telah melakukan berbagai amalan yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Dan perbuatan itu adalah bagian dari ihsan.

Pembahasan kedua, tidak membenci mereka.

Di antara konsekuensi kecintaan kita kepada mereka adalah tidak membenci mereka. Al-Imam ath-Thahawi berkata, “Membenci mereka adalah kufur, nifak dan thugyan (melampaui batas).”

Pengertian “membenci mereka adalah kufur,” maksud kufur di sini mencakup kufur akbar dan kufur ashghar, seperti mencela mereka dengan sesuatu yang berkonsekuensi kafir, maka perbuatan ini mengakibatkan kekafirannya, karena sama halnya mencela agama atau ilmu yang mereka bawa. Begitu juga kebencian yang dasarnya duniawi, seperti kadang-kadang timbul kebencian kepada yang lainnya karena dunia, ini juga termasuk bagian kekafiran.

Sedangkan pengertian “membenci mereka adalah nifak,” karena di antara ciri kemunafikan adalah membenci terhadap orang-orang yang telah membawa kebenaran dan memperjuangkan kebenarannya, mereka adalah para sahabat Nabi, pengusung kebenaran sejati yang dibawa Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُم مِّن بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ.

“Orang-orang munafik lelaki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf.” (At-Taubah: 67).

Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :

آيَةُ الْإِيْمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ.

“Tanda-tanda keimanan adalah mencintai orang Anshar dan tanda-tanda kemunafikan adalah benci terhadap orang Anshar.” (Mut-tafaq ‘alaih).

Maka membenci para sahabat adalah merupakan bagian kekufuran dan kemunafikan, bisa masuk pada kufur akbar dan juga bisa masuk pada nifaq i’tiqadi atau nifaq ‘amali tergantung jenis bentuk kebenciannya sebagaimana telah dirinci oleh para ulama.

Adapun membenci mereka adalah thugyan (melampaui batas) artinya, karena orang-orang yang membenci para sahabat telah melampaui batasan syar’i yang semestinya. Allah telah memuji mereka dan telah memerintahkan kita untuk mencintai mereka, maka membenci mereka berarti menyelisihi syari’at dan telah melampauinya.

Pembahasan ketiga, membenci siapa saja yang membenci mereka.

Di antara tanda kecintaan dan loyalitas kita kepada mereka adalah membela mereka ketika ada orang yang mencela, atau menggunjing mereka. Sebab, yang mencela mereka berarti telah mencela agama, karena mereka adalah orang-orang yang telah membawa dan menyebarkan agama ini.

Pembahasan keempat, tidak melampaui batas dalam mencintai mereka.

Di mana prinsip Ahlu Sunnah wal Jama’ah di dalam setiap perkara adalah bersikap pertengahan, maka kecintaan mereka terhadap sahabat pun sesuai dengan kelayakan yang sewajarnya yaitu pertengahan, tidak berlebih-lebihan hingga melampaui batas, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Rafidhah yang berlebihan mencintai Ali bin Abi Thalib, sehingga menempatkannya pada sisi ketuhanan. Dan tidak juga sebaliknya, yaitu menghina dan melecehkan mereka, seperti orang-orang Nashibi dan Khawarij yang mengkafirkan para sahabat.

Kewajiban Yang Kedua, Menyayangi Mereka Dengan Cara Memohonkan Ampunan Kepada Allah Atas Dosa-dosa Yang Mungkin Pernah Mereka Lakukan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Di antara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bersihnya hati dan lisan mereka terhadap para sahabat Rasulullah, sebagaimana Allah telah mensifati mereka di dalam FirmanNya :

وَالَّذِينَ جَآءُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang’.” (Al-Hasyr: 10).

Kewajiban Yang Ketiga, Tidak Mencela Mereka (عَدَمُ سَبِّهِمْ)

Kebersihan hati dan lisan mereka terhadap para sahabat Rasulullah merupakan salah satu komponen kesempurnaan seorang Muslim, karena dia telah mengaplikasikan perintah Allah dan menjaga nama baik pengusung bendera kebenaran yang diturunkan kepada penutup seluruh nabi.

Melaknat para sahabat, menganggap cacat keadilan dan kejujuran mereka, mensifati dengan sifat yang tidak layak, menyebutkan aib mereka adalah termasuk dalam kategori mencela mereka.

Bahaya Mencela Para Sahabat

Mencela para sahabat, seperti menuduh mereka bahwa mereka telah kafir, para pengkhianat, para pendusta, sebagaimana yang telah dilontarkan oleh orang-orang Syi’ah Rafidhah terhadap para sahabat adalah kekufuran. Oleh sebab itu, para ‘Ulama menghukumi bahwa ajaran Rafidhah telah keluar dari ruang lingkup Islam. Bisa berakibat kufur karena beberapa faktor, di antaranya:

A. Mencela para sahabat berarti menisbatkan kebodohan kepada Allah. Menurut logika saja, orang yang memuji orang yang tercela adalah orang bodoh, maka dengan demikian orang yang mencela para sahabat berarti telah menuduh Allah, bahwa Dia telah memuji orang-orang yang tercela. Sungguh Allah Mahasuci dari sifat itu, dan semoga kita dijauhkan dari perbuatan mencela para sahabat.

B. Mencela para sahabat berarti mendustakan al-Qur`an, karena perbuatan ini bertolak belakang dengan ayat-ayat al-Qur`an yang telah memuji secara khusus kepada para sahabat Nabi. Mendustakan sebagian ayat sama halnya dengan mendustakan al-Qur`an secara keseluruhan.

C. Mencela para sahabat berarti menganggap cacat dan mendustakan Rasulullah, sebab para sahabat adalah satu generasi yang telah dibimbing dan dididik oleh beliau. Maka menganggap mereka cacat berarti menganggap Nabi cacat. Dan berkonsekuensi mendustakan apa yang telah dikabarkan oleh Nabi tentang mereka.

D. Mencela para sahabat berarti menganggap cacat agama Islam, sebab mereka adalah pembawa dan penyampai Islam kepada kita semua, maka menganggap mereka cacat berarti menganggap agama yang mereka bawa cacat.

E. Mencela para sahabat berarti menganggap sesat umat Islam secara keseluruhan, dan bahwa umat Islam adalah seburuk-buruk umat, sebab pendahulu umat ini adalah orang-orang yang buruk.

Jamaah Sidang Jum’at yang Dirahmati Allah…

Kewajiban Yang Keempat, Menahan Diri untuk Membicarakan Kesalahan Mereka, Meskipun Ada di Antara Mereka yang Melakukan Kesalahan

Merupakan prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah tidak ikut serta dalam perselisihan yang telah terjadi di antara mereka, dan menahan diri untuk tidak membicarakan kesalahan mereka. Hal ini didasarkan kepada beberapa poin:

1. Allah telah mengampuni kesalahan mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

لَّقَد تَّابَ اللهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِن بَعْدِ مَاكَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِّنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpa-ling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (At-Taubah: 117).

لَّقَدْ رَضِىَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَافِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَة عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang Mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (Al-Fath: 18).

2. Mereka memiliki keutamaan yang lebih banyak dibandingkan dengan kesalahannya, dan mereka memiliki keutamaan yang tidak ada yang bisa menyamai mereka yaitu fadhlus sabqi (mereka orang yang lebih dulu masuk Islam).

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100).

لاَيَسْتَوِى مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ مِن قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولاَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنفَقُوا مِن بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلاًّ وَعَدَ اللهُ الْحُسْنَى وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah), mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid: 10).

إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا

“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya, dan kepada orang-orang Mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya, dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Al-Fath: 26).

3. Kesalahan mereka, seandainya itu terjadi, maka dasarnya adalah ijtihad, bukan karena mengikuti hawa nafsu.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا اللهُ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ الله لِيْ وَلَكُمْ.

KHUTBAH KEDUA :

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah

Sebelum kita tutup khutbah ini dengan doa, di sini kami mencoba untuk memaparkan beberapa kelebihan dan keutamaan para sahabat Nabi yang tidak dimiliki oleh generasi manapun. Dan di antaranya adalah sebagai berikut,

1. Fadhlus sabqi (mereka adalah orang-orang terdahulu masuk Islam) dan mereka adalah sebaik-baik umat di muka bumi ini. Allah berfirman :

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah, sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran: 110).

Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ يَجِيْءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِيْنَهُ وَيَمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ.

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, lalu generasi sesudah itu, kemudian generasi setelahnya, kemudian datanglah kaum yang kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.” (Muttafaq ‘alaih).

2. Mereka adalah perantara di antara Nabi dan umatnya di dalam menyampaikan ilmu dan ajaran-ajaran syariat yang beliau usung.

3. Mereka adalah orang-orang yang telah menyebarkan agama Islam di tengah-tengah umat manusia, mereka yang telah menolong Rasulullah dan mereka telah berjihad dengan sebenar-benar jihad dengan harta dan jiwa mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالَّذِينَ ءَاوَوْا وَّنَصَرُوا أُوْلَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi.” (Al-Anfal : 72).

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ اْلأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَاْلإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَاْلأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ ءَامَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengi-kuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur`an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-A’raf : 157).

4. Mereka adalah orang yang paling tahu tentang agama ini, sebab mereka adalah orang-orang yang hadir langsung di hadapan Nabi, mereka mengetahui setiap kejadian turunnya wahyu, mereka langsung mendengar bagaimana Nabi menjelaskan Islam, mereka langsung melihat perbuatan Nabi, maka mereka adalah orang yang paling tahu terhadap agama Allah.

5. Keadilan dan kejujuran mereka langsung disaksikan oleh Allah dan RasulNya.
Dan keutamaan yang lainnya, yang tidak mungkin kita sebut-kan dalam khutbah yang singkat ini.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

( Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta. Diposting oleh Wandy Hazar Z )