Pasal :
Para ulama berbeda pendapat, mana yang lebih afdhal antara sujud dan berdiri di dalam shalat. Madzhab asy-Syafi’i dan orang-orang yang menyetujuinya menya-takan bahwa berdiri adalah lebih utama, berdasarkan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam dalam Shahih Muslim (Kitab al-Musafirin, Bab Afdhal ash-Shalah Thul al-Qunut, 1/520, no. 756)

أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُوْلُ الْقُنُوْتِ.

“Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.”.
Juga, karena dzikir berdiri adalah al-Qur`an dan dzikir sujud adalah tasbih, dan al-Qur`an lebih utama, maka memanjangkannya adalah lebih utama. Sebagian ulama berpendapat bahwa sujud lebih utama berdasarkan hadits Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam di atas,

أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ.

“Keadaan di mana seorang hamba paling dekat kepada Rabbnya adalah ketika dia sujud.” (Takhrijnya tidak lewat pada hadits no. 162).
Imam Abu Isa at-Tirmidzi dalam kitab-kitabnya (Takhrijnya tidak lewat pada hadits no. 162) berkata, “Para ulama berbeda pen-dapat tentang hal ini. Sebagian dari mereka berkata, ‘Lama berdiri di dalam shalat lebih utama daripada memperbanyak ruku’ dan sujud.’ Yang lain berkata, ‘Memperbanyak ruku’ dan sujud lebih utama daripada lama berdiri.’ Ahmad bin Hanbal berkata, ‘Dalam hal ini terdapat dua hadits yang diriwayatkan dari Nabi,’ dan Ahmad tidak memutuskan mana yang lebih utama. Ishaq berkata, ‘Di siang hari memperbanyak ruku’ dan sujud, di malam hari lama berdiri, kecuali apabila seseorang mempunyai kebiasaan membaca al-Qur`an di malam hari yang hadir kepadanya, maka memperbanyak ruku’ dan sujud dalam hal ini lebih aku sukai karena dia melakukan kebiasaan membaca al-Qur`an, (Di semua naskah rujukan, “Hizbnya,” apa yang aku tetapkan lebih pantas dan lebih layak, ia adalah lafazh at-Tirmidzi) maka dia beruntung dengan memperbanyak ruku’ dan sujud’.” At-Tirmidzi berkata, “Ishaq mengatakan begitu karena begitulah sifat shalat Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam di malam hari, ia dikenal memiliki ciri lama berdiri, lain halnya dengan di siang hari, shalat beliau tidak dikenal dengan lama berdiri seperti di malam hari.”

Pasal :

Apabila dia melakukan sujud tilawah dianjurkan untuk mengucapkan apa yang kami sebutkan pada sujud di dalam shalat, dianjurkan untuk menambahkan ucapan, “Ya Allah jadikanlah ia sebagai simpanan pahalaku di sisiMu, agungkanlah pahala untukku karenanya, hapuskanlah untukku dosa dengannya, terimalah ia dariku seperti Engkau telah menerimanya dari Dawud ‘alaihissalam.” (Dia mengisyaratkan kisah Dawud yang terkenal pada dua orang yang berselisih,

وَظَنَّ دَاوُوْدُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ. فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ.

“Dan Dawud mengetahui bahwa Kami mengujinya. Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi kami dan tempat kembali yang baik.” (Shad: 24-25). Dianjurkan pula membaca,

وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَآ إِن كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولاً

“Mahasuci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.” (Al-Isra’: 108).
Asy-Syafi’i juga menyebutkan yang terakhir ini secara jelas. (Yakni sebagai tafsir dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

إِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَقُوْلُوْنَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُوْلاً.

“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, ‘Mahasuci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.” (Al-Isra’: 107-108). Dan aku tidak menemukannya dalam al-Um).

Sumber: Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar Z.