Oleh: Ahmad Fadhilah Barobba’, Lc.

KHUTBAH PERTAMA :

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إلهَ إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.

Kaum Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah

Pada kesempatan yang mulia ini, khatib mengajak dan mengingatkan diri khatib sendiri serta jamaah pada umumnya agar senantiasa meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala, dengan melaksanakan ketaatan kepadaNya sesuai dengan nur atau cahaya dari Allah Subhanahu Wata’ala yang telah disampaikan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, karena kita mengharapkan ridha dan pahala dari Allah Subhanahu Wata’ala, dan kita tinggalkan maksiat kepada Allah Subhanahu Wata’ala sesuai dengan nur yang telah disampaikan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam karena kita takut akan azab dan siksaNya. Dan kita jadikan takwa ini sebagai bekal kita dalam mengarungi kehidupan, baik di dunia yang fana ini atau di akhirat yang kekal kelak, karena dia adalah sebaik baik bekal. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”

Kaum Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133).

Dan dalam ayat lain Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

خِتَامُهُ مِسْكُُوَفيِ ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (Al-Muthaffifin: 26).

Dan dalam ayat lain Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

لِمِثْلِ هَذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُونَ

“Untuk kemenangan serupa ini, hendaklah orang-orang yang be-kerja berusaha.” (Ash-Shaffat: 61).

Dalam ketiga ayat ini, Allah Subhanahu Wata’ala menyuruh kita untuk berlomba-lomba atau bersegera dalam mendapatkan surgaNya, namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah dengan apa surga itu diraih?

Kaum Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah

Ada beberapa jalan untuk meraih surga, dan di antara jalan itu adalah taat kepada orang tua. Dan cukup banyak ayat-ayat al-Qur`an yang menerangkan tentang itu. Bahkan dalam beberapa ayat, Allah Subhanahu Wata’ala merangkaikan ketaatan kepada orang tua dengan beribadah kepadaNya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun.” (An-Nisa`: 36).

Dan dalam suatu surat, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra`: 23).

Diulang-ulangnya ayat yang menerangkan berbuat baik kepada orang tua, dan dirangkaikannya ketaatan kepada keduanya dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala menunjukkan tentang keutamaan berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain).

Hal ini juga didukung dengan beberapa hadits Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam yang menerangkan tentang keutamaan birrul walidain. Di antara hadits itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu :

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلّم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ الله، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ؟ قَالَ: أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوْكَ.

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam , lalu bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku pergauli dengan baik?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu’. Dia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Kemudian ibumu’. Dia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Kemudian ibumu.’ Dia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Kemudian bapakmu’.” (HR. al-Bukhari, no. 5971; dan Muslim, no. 2548).

Dan dalam hadits lain disebutkan :

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلّم يَسْتَأْذِنُهُ فِي الْجِهَادِ، فَقَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلّم: أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَقَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلّم: فَفِيْهِمَا فَجَاهِدْ.

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam meminta izin kepada-nya untuk ikut berjihad. Maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, ‘Berjihadlah (dengan berbakti ) pada keduanya’.” (HR. al-Bukhari, no. 3004; dan Muslim, no. 2549).

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Keutamaan birrul walidain yang lain adalah bahwa hal itu merupakan sifat para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam :

رَّبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلاَتَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلاَّ تَبَارًا

“Ya Rabbku ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan.” (Nuh: 28).

Allah Subhanahu Wata’ala juga mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang memintakan ampun untuk bapaknya dengan FirmanNya :

قَالَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا

“Ibrahim berkata, ‘Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku’.” (Maryam: 47).

Juga pujian Allah kepada Nabi Yahya ‘alaihissalam :

وَبَرَّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا

“Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan-lah orang yang sombong lagi durhaka.” (Maryam: 14).

Juga pujian Allah kepada Nabi Isa ‘alaihissalam :

وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا

“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku sebagai seorang yang sombong lagi celaka.” (Maryam : 32)

Itulah sirah dan sikap para nabi kepada orang tua mereka, dan jalan mereka itulah jalan yang lurus (shirath al-Mustaqim) yang selalu kita minta dalam shalat kita.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (Al-Fatihah: 6).

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَمَن يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلاَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلاَئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), maka me-reka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah dari kalangan para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shalih. Dan mereka itulah sebaik-baiknya teman.” (An-Nisa`: 69).

Dan inilah salah satu jalan untuk meraih surga.

Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa berbuat baik kepada keduanya bukan berarti kita harus melaksanakan semua perintah mereka.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukanKu dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutlah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKulah kembalimu, maka Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Luqman: 15).

Sa’ad bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Ayat ini diturunkan berkaitan dengan masalahku.” Dia berkata, “Aku adalah seorang yang berbakti kepada ibuku, maka tatkala aku masuk Islam, dia berkata, ‘Wahai Sa’ad, apa hakikat yang aku lihat pada agama barumu? Tinggalkan agama barumu itu, kalau tidak, aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati sehingga kamu dicela dengan sebab kematianku, dan kamu akan dipanggil dengan ‘Wahai pembunuh ibunya’. Maka aku katakan kepadanya, ‘Jangan kamu lakukan wahai ibuku, karena aku tidak akan meninggalkan agamaku ini untuk siapa pun juga. Maka dia (ibu Sa’ad) diam, tidak makan selama sehari semalam, maka dia kelihatan sudah payah. Kemudian dia tidak makan sehari semalam lagi, maka kelihatan semakin payah. Maka tatkala aku melihatnya, aku berkata kepadanya, ‘Hendaklah kamu tahu wahai ibuku, seandainya kamu memiliki seratus nyawa, dan nyawa itu melayang satu demi satu, maka tidak akan aku tinggalkan agama ini karena apa pun juga, maka kalau kau mau makan, makanlah, kalau tidak, maka jangan makan,’ lantas dia pun makan.” (Tafsir Ibnu Katsir).

Walaupun kita harus berbuat baik kepada keduanya, bukan berarti kita boleh memintakan ampunan kepada Allah Subhanahu Wata’ala bagi mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

مَاكَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُوْلِى قُرْبَى مِن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampun (kepada Allah ) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni Neraka Jahanam.” (At-Taubah: 113).

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Allah Subhanahu Wata’ala menyediakan pahala yang besar bagi siapa saja yang taat pada orang tuanya. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الْوَالِدِ وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ.

“Ridha Allah berada pada ridha orang tua dan murka Allah berada pada murka orang tua.” (HR. at-Tirmidzi, no. 1899; dan dishahihkan oleh al-Albani).

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Apakah perbuatan yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Iman kepada Allah dan RasulNya.’ Dia bertanya, ‘Kemudian apa-lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Berbuat baik kepada orang tua.’ Dia bertanya, ‘Kemudian apalagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Berjuang di jalan Allah’.” (HR. al-Bukhari, Kitab al-Hajj dan Muslim, Bab Bayan kaunil iman billah min afdhalil a’mal).

Dan pahala yang besar ini tidak mudah kita dapatkan kecuali dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada orang tua kita.

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan taufik dan kekuatan kepada kita semua, supaya kita bisa berbuat baik kepada kedua orang tua kita.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA :

اَلْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:

Ada beberapa kewajiban kita terhadap orang tua yang mungkin dapat khatib sampaikan dengan ringkas karena keterbatasan waktu.

Yang pertama, berbuat baik kepada keduanya; baik dengan perkataan atau perbuatan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut (dalam pemeliharaanmu), maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Isra`: 23).

Yang kedua, rendah hati terhadap keduanya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” (Al-Isra`: 24).

Yang ketiga, mendoakan keduanya; baik semasa hidupnya ataupun sesudah meninggalnya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil’.” (Al-Isra`: 24).

Dan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ.

“Apabila anak Adam mati, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: Sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Yang keempat, menaati keduanya dalam kebaikan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukanKu dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15).

Yang kelima, memintakan ampun bagi keduanya sesudah meninggal, yaitu apabila meninggal dalam keadaan Islam. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman menceritakan tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam :

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

“Ya Rabb kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang-orang Mukmin pada hari terjadinya hisab (kiamat).” (Ibrahim: 41).

Juga Firman Allah Subhanahu Wata’ala tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam :

رَّبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلاَتَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلاَّ تَبَارًا

“Ya Rabbku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang beriman laki-laki dan perempuan, dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan.” (Nuh: 28).

Dan juga dalam hadits yang disebutkan tadi.

Yang keenam, melunasi hutangnya dan melaksanakan wasiatnya, selama tidak bertentangan dengan syari’at. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam membenarkan ucapan seorang wanita yang berpendapat bahwa hutang ibunya wajib dilunasi, dan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan bahwa hutang kepada Allah Subhanahu Wata’ala berupa puasa nadzar, lebih berhak untuk dilunasi.

Yang ketujuh, menyambung tali kekerabatan mereka berdua, seperti paman dan bibi dari kedua belah pihak, kakek dan nenek dari kedua belah pihak. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ.

“Sesungguhnya sebaik-baik hubungan silaturahim adalah hubungan silaturahim seorang anak dengan teman dekat bapaknya.” (HR. Muslim).

Yang kedelapan, memuliakan teman-teman mereka berdua. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam memuliakan teman-teman istrinya tercinta Khadijah radhiallahu ‘anha, maka kita muliakan pula teman-teman istri kita. Dan teman-teman orang tua kita lebih berhak kita muliakan, karena di dalamnya ada penghormatan kepada orang tua kita.

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala tidak menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang mendapati masa tua orang tuanya, namun kita tidak bisa berbuat baik kepadanya, karena berbakti kepada keduanya adalah salah satu jalan untuk meraih surga.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

( Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta. Diposting oleh Wandy Hazar S.Pd.I )