Yang sunnah adalah mengucapkan takbir ketika mulai mengangkat dan memanjangkan takbir sampai dia duduk lurus. Telah kami jelaskan jumlah takbir, perbedaan tentang memanjangkannya; yang boleh dan yang membatalkan.

Apabila selesai takbir dan dia duduk dengan lurus maka sunnahnya adalah berdoa dengan:

Apa yang kami riwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa`i, Sunan al-Baihaqi dan lain-lain dari Hudzaifah, dalam haditsnya yang telah berlalu tentang shalat malam Nabi, dan berdirinya beliau yang lama dengan membaca al-Baqarah, an-Nisa` dan Ali Imran sama dengan panjang ruku’ dan sujud yang mendekati lama berdirinya. Hudzaifah berkata, “Beliau mengucapkan di antara dua sujud :

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ، رَبِّ اغْفِرْ لِيْ.

‘Wahai Rabbku, ampunilah dosaku, wahai Rabbku, ampunilah dosaku.’ Beliau duduk selama sujudnya.” (Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad 5/400; ad-Darimi 1/303; Ibnu Majah, Kitab Iqamat ash-Shalah, Bab Ma Yaqulu Baina as-Sajdatain, 1/289, no. 897; Ibnu Khuzaimah no. 684; al-Hakim 1/271: dari beberapa jalan dari al-Ala’ bin al-Musayab, dari Amru bin Murrah, dari Thalhah bin Yazid, dari Hudzaifah dengan hadits tersebut.

Dishahihkan oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim. Begitulah, padahal Muslim tidak meriwayatkan apa pun untuk Thalhah.

Al-Asqalani berkata, “Penshahihan mereka terhadap sanad hadits ini adalah kurang tepat karena Thalhah (yaitu Abu Hamzah) tidak mendengar dari Hudzaifah.” Aku berkata, “Al-Asqalani mengisyaratkan riwayat Ahmad 5/398; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab Wadh’I al-Yadain Ala ar-Rukbatain, 1/293, no. 874; at-Tirmidzi di dalam asy-Syama`il no. 260; an-Nasa`i, Kitab at-Tathbiq, Bab Ma Yaqulu Fi Qiyamihi, 2/199, no. 1068; al-Baihaqi 2/122: dari beberapa jalan, dari Syu’bah, dari Amru bin Murrah, dari Abu Hamzah, dari seorang laki-laki, dari Abbas, dari Hudzaifah dengan hadits tersebut. Akan tetapi hadits ini memiliki jalan ketiga yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah (ibid), Ibnu Khuzaimah (ibid): dari jalan al-A’masy, dari Saad bin Ubaidah, dari al-Mustaurid bin al-Ahnaf, dari Shilah bin Zufar, dari Hudzaifah… dengan lafazh yang sama. Ini adalah sanad shahih berdasarkan syarat Muslim, bahkan Muslim telah meriwayatkannya dalam Shahihnya sebagaimana ia hadir pada no. 138 dari jalan yang sama dengan lafazh yang berbeda. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani).

Apa yang kami riwayatkan dalam Sunan al-Baihaqi dari Ibnu Abbas pada hadits tentang menginapnya dia di rumah bibinya, Maimunah dan shalat Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam di malam hari… lalu dia menyebutkannya. Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata :

كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ قَالَ: رَبِّ اغْفِرْ لِيْ، وَارْحَمْنِيْ، وَاجْبُرْنِيْ، وَارْفَعْنِيْ، وَارْزُقْنِيْ، وَاهْدِنِيْ.

“Apabila Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari sujud beliau mengucapkan, ‘Ya Allah ampunilah aku, berilah rahmat kepadaku, gantilah kesulitanku dengan kemudahan, tinggikanlah derajatku, berilah rizki kepadaku dan berilah petunjuk kepadaku’. (Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad 1/315; Ibnu Majah ibid, 1/290 no. 898; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab ad-Du’a` Baina as-Sajdatain, 1/286, no. 850; at-Tirmidzi, Kitab ash-Shalah, Bab Ma Yaqulu Baina as-Sajdatain, 2/76, no. 284 dan 285; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 12/16 no. 12349 dan ad-Dua’ no. 614; al-Hakim 1/262 dan 271; al-Baihaqi 2/122; al-Baghawi no. 667: dari beberapa jalan, dari Kamil Abul Ala’, dari Habib bin Abu Tsabit, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi dan al-Baghawi berkata, “Gharib.” Aku berkata, “Semua rawi-rawinya tsiqat dan dikenal kecuali Abul Ala’, padanya terdapat perbincangan dan haditsnya tidak mengapa.” Al-Bushiri menunjukkan Illat yang lain. Dia berkata, “Rawi-rawinya tsiqat hanya saja Habib bin Abu Tsabit melakukan tadlis dan dia meriwayatkannya dengan ‘dari’.” Aku berkata, “Seandainya dia melakukan tadlis, niscaya dia akan menggugurkan Ibnu Jubair karena keduanya sama-sama mendengar dari Ibnu Abbas, manakala dia menyebutkan sanad yang di bawah, maka kita mengetahui bahwa dia tidak melakukan tadlis, jadi sanadnya tidak mengapa. Hadits ini memiliki syahid shahih mauquf pada Makhul di Abdur Razzaq no. 3010, Ibnu Abi Syaibah no. 8838, Muslim meriwayatkan dasar doa ini tanpa pembatasan dengan duduk di antara dua sujud dari hadits Thariq bin Asyyam. Secara umum hadits ini tidak lebih rendah dari derajat hasan dalam kondisi paling rendah. An-Nawawi dan al-Asqalani cenderung kepada pendapat tersebut sementara al-Hakim, adz-Dzahabi, Ibnul Mulaqqin, Ahmad Syakir dan al-Albani menshahihkannya. Wallahu a’lam). Dalam riwayat Abu Dawud, وَعَافِنِى “Dan berilah aku keafiyatan.” Sanadnya hasan. Wallahu a’lam.

Pasal :

Apabila dia sujud yang kedua, maka dia mengucapkan sama dengan apa yang kami sebutkan pada sujud yang pertama. Apabila dia mengangkat kepalanya dari sujud kedua, maka dia mengangkat sambil bertakbir dan duduk sebentar dengan duduk istirahat di mana gerakannya benar-benar terhenti dengan jelas, kemudian berdiri kepada rakaat kedua dan memanjangkan takbir yang dengannya dia bangkit dari sujud sampai dia berdiri dengan tegak, dan memanjangkannya setelah lam pada ‘Allah’, dan ini adalah pendapat tershahih di kalangan sahabat-sahabat kami. Mereka juga mempunyai penda-pat lain, yaitu dia bangkit tanpa bertakbir dan duduk istirahat. Apabila dia bangkit maka dia bertakbir. Ada pendapat ketiga di kalangan mereka, yaitu dia bangkit dari sujud dengan bertakbir. Apabila dia duduk, maka dia menghentikan takbir kemudian berdiri tanpa takbir. Dan tidak ada perbedaan pendapat bahwa dia tidak bertakbir dua kali dalam kondisi tersebut. Sahabat-sahabat kami menyatakan bahwa pendapat pertama lebih sha-hih, agar tidak ada bagian di dalam shalat yang terlepas dari dzikir. (Justru yang lebih shahih dan lebih layak adalah pendapat kedua dan ketiga, karena memanjangkan takbir seperti pada pendapat pertama sangat panjang sekali sehingga ia tidak layak. Kemudian pendapat kedua lebih baik daripada pen-dapat ketiga bagi imam agar perkaranya tidak rancu bagi makmum karena bisa jadi makmum mengira bahwa imam akan duduk tasyahud. Wallahu a’lam).

Ketahuilah bahwa duduk istirahat adalah sunnah yang shahih yang diri-wayatkan secara shahih dalam Shahih al-Bukhari (Kitab al-Adzan, Bab Man Istawa Qa’idan Fi Witrin, 2/302, no. 823), dan lainnya dari perbuatan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Madzhab (pendapat) kami adalah bahwa ia dianjurkan berdasarkan hadits-hadits shahih. Kemudian ia dianjurkan setelah sujud kedua dari setiap rakaat di mana dia berdiri darinya dan ia tidak dianjurkan pada sujud tilawah di dalam shalat. Wallahu a’lam.

Sumber: Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.