Para Ulama menyebutkan beberapa sebab terbunuhnya Yahya ‘alaihissalam, di antara sebab yang paling masyhur adalah:

Bahwa sebagian raja-raja di Damaskus pada zaman itu ingin menikahi sebagian mahram mereka, atau menikahi wanita-wanita yang tidak halal untuk mereka nikahi, lalu Yahya ‘alaihissalam melarang hal itu, sehingga ada kejengkelan di hati wanita tersebut.

Setelah hubungan antara-wanita-wanita tersebut dengan raja-raja itu mendapat rintangan, wanita-wanita itu meminta kepada raja agar mempersembahkan darah Yahya ‘alaihissalam kepadanya. Raja itu pun setuju untuk mempersembahkan darah Yahya ‘alaihissalam untuknya. Lalu para wanita itu mengirimkan orang-orang yang akan membunuhnya. Lalu ia datang dengan membawa kepala dan darah Yahya ‘alaihissalam dalam sebuah baskom ke hadapan wanita tersebut.

Ada yang mengatakan bahwa wanita itu langsung binasa seketika itu juga.

Kemudian para ulama berbeda pendapat mengenai tempat terbunuhnya Nabi Yahya bin Zakariya ‘alaihissalam, apakah di Masjidil Aqsa’ atau di tempat lainnya. Mengenai hal itu ada dua pendapat yang berbeda, yakni:

1. Pertama: Ats-Tsauri rahimahullah menceritakan dari al-A’masy,d ari Syamr bin ‘Athiyah, dia bercerita:”Yang terbunuh di atas sebongkah batu yang terdapat di Baitul Maqdis itu ada tujuh puluh Nabi, di antaranya adalah Yahya bin Zakariya ‘alaihimassalam.”

2. Kedua: Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam, dari Sa’id bin Musayyib rahimahullah dia bercerita:”Raja Bukhtanashar pernah datang ke Damaskus, ternyata dia mendapati darah Yahya bin Zakariya ‘alaihissalam bergolak, maka ia bertanya tentang hal tersebut. Lalu mereka pun memberitahu kepadanya. Kemudian dia (Bukhtanashar) membunuh tujuh puluh ribu orang di atas darahnya. Lalu dia tenang kembali.” Sanad hadits ini shahih sampai ke Sa’id bin al-Musayyib.

Hadits ini menunjukkan bahwa Yahya ‘alaihissalam terbunuh di Damaskus, dan bahwasanya kisah Bukhtanashar terjadi setelah masa Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Atha rahimahullah dan al-Hasan al-Bashri rahimahullah. Fallahu A’lam.

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi. Pustaka Imam Syafi’i hal 498-499 dengan sedikit tambahan dan perubahan dari Qashahul Anbiya’ karya Ibnu Katsir rahimahullah. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)