Tanya :
Assalamu ‘Alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Bapak Ustadz yang kami muliakan, saya melihat masyarakat dilingkungan kita kaum muslimin senang sekali dengan yang namanya fhoto/berfhoto. Ada yang untuk kenang-kenangan lalu disimpan di dompet/dialmari, ada pula yang untuk dipajang di dinding-dinding rumah. Sedang menurut buku yang pernah saya baca, GAMBAR YANG BERNYAWA itu tidak diperkenankan dalam Islam. Bahkan rumah yang ada gambar seperti itu tidak akan di masuki oleh malaikat pembawa rahmat. Sementara seperti yang saya ketahui, banyak sekali rumah kaum muslimin yang di dalamnya dipajang fhoto. Lantas pertanyaan saya, Bagaimanakah hukum fotografi dan memajang foto itu sebenarnya?
Wassalamu’alaikum Warhamatullaahi Wabarakatuh

Hormat Saya : Nur. A

Jawab :

Ykh.sdri/Nur. A
Wa’alaikum Salam Warahmatullahi Wabarokaatuh

Terkait dengan masalah ini, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama kaum muslimin. Sebagian ulama menyamaratakan antara photografi dan gambar/lukisan, dan sebagian yang lain tidak menyamakan.

Dalil yang dipakai pada dasarnya sama. Namun begitu, perlu diketahui bahwa para ulama semuanya sepakat, bahwa lukisan tangan yang menggambar sesuatu yang bernyawa; maka itu haram hukumnya. Sedangkan yang tidak bernyawa, seperti gambar/ lukisan alam, maka semua sepakat membolehkannya.

Terkait dengan masalah fotografi dan foto makhluk yang bernyawa, maka pendapat yang melarangnya tersebut hanya mengecualikan foto untuk keperluan darurat, seperti pasfoto untuk paspor, atau surat penting lainnya. Sementara pendapat yang membolehkan, berpijak pada ‘teknik’ di mana mereka menyebutkan tidak sama tekniknya dengan menggambar/ melukis. Larangan yang termuat dalam hadits itu terkait dengan menggambar/ melukis itu. Sedang fotografi, maka itu, menurut mereka ibarat memindahkan gambar saja, sama halnya seperti TV. Karena itu mereka membolehkannya. Hanya saja sebagian dari mereka agak sedikit memperketat, seperti foto itu digunakan untuk pajangan, kenangan, dsb….

Hemat kami, bila memang tidak ada keperluan yang mendesak, maka sikap yang berhati-hati adalah tidak melakukannya. WALLAHU A’LAM
Wassalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh