Konsekuensi amaliah

4- Menyintai Rasulullah saw melebihi…

Salah satu bukti kebenaran syahadat risalah adalah hendaknya seorang muslim menyintai Rasulullah saw melebihi cintanya kepada istri, anak-anak, orang tua, keluarga, harta benda bahkan diri sendiri. Hal ini sudah digariskan oleh al-Qur`an dan sunnah.

Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah, â€کJika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.â€‌ (At-Taubah: 24).

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Umar bin al-Khatthab bahwa dia berkata, “Ya Rasulullah, demi Allah, engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu selain diriku.â€‌ Nabi saw menjawab, “Tidak wahai Umar, salah seorang dari kalian tidak beriman sehingga dia lebih menyintai diriku daripada dirinya sendiri.â€‌ Umar berkata, “Demi Allah, engkau sekarang lebih aku cintai daripada diriku sendiri.â€‌ Rasulullah saw bersabda, “Sekarang wahai Umar.â€‌

Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw bersabda, “Demi dzat yang jiwaku berada di tanganNya, salah seorang dari kalian tidak beriman sehingga dia lebih menyintai aku daripada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia.â€‌

Apa yang diraih oleh seorang hamba dengan menyintai Rasulullah saw melebihi..

Pertama, meraih manisnya iman, hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw dalam hadits Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, “Ada tiga perkara, barangsiapa ketiga perkara tersebut terdapat pada dirinya niscaya dia merasakan manisnya iman: Hendaknya dia lebih menyintai Allah dan rasulNya melebihi selain keduanya. Hendaknya dia menyintai seseorang hanya karena Allah semata. Hendaknya dia menolak kembali kepada kekufuran setelah Allah mengentaskannya darinya seperti dia tidak berkenan jika dicampakkan ke dalam api neraka.â€‌

Kedua, menemani dan menyertai Nabi saw di akhirat. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bahwa ketika Rasulullah saw sedang bersabda kepada para sahabat, datang seorang laki-laki, dia berkata, “Ya Rasulullah, kapan Kiamat?â€‌ Nabi saw menjawab, “Apa yang kamu siapkan?â€‌ Dia menjawab, “Cinta kepada Allah dan rasulNya.â€‌ Nabi saw menjawab, “Kamu bersama orang yang kamu cintai.â€‌ Anas berkata, “Aku menyintai Allah, rasulNya, Abu Bakar dan Umar, aku berharap bisa bersama mereka dengan cintaku kepada mereka walaupun aku tidak beramal seperti amal mereka.â€‌

Teladan para sahabat dalam hal ini

1- Dalam perang Uhud Abu Thalhah menjadikan dirinya sebagai perisai hidup di depan Rasulullah saw, dia membusungkan dadanya menyongsong anak panah orang-orang musyrik yang mengarah kepada Rasulullah saw. Anas berkata, “Ketika perang Uhud terjadi orang-orang menjauhi Rasulullah saw, namun Abu Thalhah berdiri di depan beliau melindungi beliau dengan perisai kulitnya. Abu Thalhah adalah seorang pemanah ulung. Pada perang ini dia mematahkan dua atau tiga busur. Seorang laki-laki lewat di dekat Rasulullah saw dengan menjinjing satu tabung anak panah, Rasulullah saw bersabda kepadanya, “Berikan anak panah itu kepada Abu Thalhah.â€‌ Anas berkata, “Nabi saw mengawasi musuh, maka Abu Thalhah berkata kepada beliau, “Bapak dan ibuku sebagai tebusanmu, janganlah engkau mengawasi musuh, karena engkau bisa terkena anak panah, biarkan leherku yang menyongsong anak-anak panah ini agar ia tidak mengenai lehermu.â€‌ (HR. Al-Bukhari).

2- Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa pada perang Uhud Rasulullah saw terpisah dari pasukan bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy, pada saat pasukan musyrikin menekan beliau, beliau bersabda, “Siapa yang berani menghadang mereka sehingga mereka tidak menyentuh kami niscaya untuknya surga?â€‌ Dalam riwayat, “Menjadi temanku di surga.â€‌ Maka salah seorang dari Anshar maju, dia bertempur hingga gugur. Musuh semakin meningkatkan serangannya, maka Nabi saw bersabda, “Siapa yang berani menghadang mereka sehingga mereka tidak menyentuh kami niscaya untuknya surga?â€‌ Dalam riwayat, “Menjadi temanku di surga.â€‌ Maka orang Anshar kedua maju bertempur hingga dia gugur, begitu seterusnya hingga ketujuh orang Anshar tersebut gugur seluruhnya. Maka Rasulullah saw bersabda kepada dua orang Quraisy, “Betapa tulus sahabat-sahabat kita.â€‌

3- Setelah orang-orang Anshar tersebut gugur maka tinggallah dua orang Qurasiy, Saad bin Abu Waqqash dan Thalhah bin Ubaidullah. Saad yang jago memanah, mencoba menahan laju musuh dengan anak panahnya, sampai-sampai Rasulullah saw ikut membantu membuka sarung anak panah untuknya seraya bersabda, “Lepaskan anak panahmu, aku akan menebusmu dengan bapak dan ibuku.â€‌ Ini menunjukkan kemampuan Saad yang luar biasa dalam memanah sehingga Nabi saw mengumpulkan bapak ibunya untuknya. Tidak ada yang mendapatkan hal ini selain Saad.

Thalhah sendiri maju setelah orang-orang Anshar tersebut gugur. Imam an-Nasa`i meriwayatkan dari Jabir berkata, “Thalhah bertempur layaknya sebelas orang sampai tangannya terkena tebasan pedang dan jari-jarinya putus.â€‌ Dalam riwayat al-Hakim di sebutkan bahwa Thalhah terluka sebanyak tiga puluh sembilan atau tiga puluh lima tikaman, jari-jarinya yaitu jari telunjuk dan jari tengahnya terputus.

Al-Bukhari mereka dari Qais bin Abu Hazim berkata, “Aku melihat tangan Thalhah terpotong, tangan itulah yang melindungi Nabi saw pada perang Uhud.â€‌

4- Pulang dari Uhud kaum muslimin menyambut Rasulullah saw, seorang wanita dari Bani Dinar diberitahu bahwa suaminya, bapaknya dan saudaranya gugur dalam perang ini. Dia justru bertanya, “Apa kabar Rasulullah saw?â€‌ Orang-orang menjawab, “Wahai ibu fulan, beliau baik-baik saja, segala puji bagi Allah, beliau seperti yang engkau harapkan.â€‌ Wanita tersebut berkata, “Mana beliau, tunjukkanlah beliau kepadaku. Aku ingin melihatnya.â€‌ Maka orang-orang menunjuk ke arah Rasulullah saw. Pada saat itu wanita tersebut bergumam, “Musibah apa pun tidak berarti asalkan engkau selamat.â€‌

5- Dalam perang al-Muraisi’ atau Ghazwah Bani Mushthaliq, Abdullah bin Ubay bikin ulah, dia memprovokasi orang-orang Anshar dan orang-orang Muhajirin sehingga kedua kubu hampir bertikai, namun Allah menyelamatkan mereka melalui Rasulullah saw yang berhasil meredam benih-benih pertikaian.

Abdullah bin Ubay ini berkata, -seperti yang dicatat oleh al-Qur`an, “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, maka orang yang kuat akan benar-benar mengusir orang yang lemah darinya.â€‌ (Al-Munafiqun: 8). Yang dia maksud dengan orang kuat adalah dirinya dan orang yang lemah adalah Rasulullah saw.

Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan, Ikrimah, Ibnu Zaid dan lainnya menyebutkan bahwa ketika orang-orang pulang ke Madinah, Abdullah putra Abdullah bin Ubay berdiri di gerbang kota dengan pedang terhunus, orang-orang masuk kota melewatinya, manakala bapaknya hendak lewat, Abdullah berkata, “Mundur.â€‌ Bapaknya berkata, “Ada apa dengan dirimu? Celaka kamuâ€‌ Abdullah berkata, “Demi Allah, engkau tidak akan bisa melewatiku sebelum Rasulullah saw memberi izin kepadamu. Dialah orang yang kuat dan engkaulah orang yang lemah.â€‌ Ketika Rasulullah saw datang –beliau biasa berjalan di belakang rombongan- Abdullah bin Ubay mengadukan apa yang dilakukan anaknya kepadanya. Anaknya berkata, “Demi Allah ya Rasulullah, dia tidak akan masuk kota sehingga engkau mengizinkan.â€‌ Maka Rasulullah saw mengizinkan. Pada saat itu Abdullah sang anak berkata, “Kalau Rasulullah saw sudah mengizinkan maka masuklah.â€‌

Lebih dari ini Abdullah sang anak pernah datang kepada Nabi saw dan berkata, “Aku mendengar bahwa engkau hendak membunuh bapakku. Jika engkau berkenan aku yang akan membawa kepalanya kepadamu. Aku tidak ingin melihat orang lain membunuhnya.â€‌ Wallahu a’lam.