Syaikh Abdul Karim Abdullah al-Khudhair – hafidzullah- ditanya tentang hukum berhujjah dan mengamalkan hadits dhaif. Pertanyaan tersebut berbunyi :
“Apa hukum berhujjah dan mengamalkan hadits dhaif?”

Beliau menjawab :

“Segala puji bagi Allah. Hukum mengamalkan hadits dhaif butuh perincian :

Pertama : Mengamalkan hadits dhaif dalam hal aqidah tidak boleh secara ijma’.

Kedua : Mengamalkan hadits dhaif dalam hal ahkam (hukum-hukum) menurut jumhur Ulama adalah tidak dibolehkan

Ketiga : Mengamalkannya pada fadhail (keutamaan-keutamaan amal), tafsir, kisah peperangan dan sirah, jumhur Ulama berpendapat bolehnya berhujjah dengan hadits dhaif pada bab ini, namun dengan syarat kedhaifannya tidak terlalu parah, termasuk ke dalam landasan pokok yang umum dan pada waktu mengamalkanya tidak berkeyakinan tsubut (ketetapannya) namun hanya hati-hati.
Imam Nawawi telah menukil ijma’ tentang bolehnya beramal dengannya dalam hal fadhail amal, namun perbedaan dalam hal ini telah dinukil dari segolongan Ulama, seperti Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ibnul ‘Arabi, Asy-Syaukani, Al-Albani. Penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim juga memberi isyarat kepada hal itu dan metode Imam Bukhari dan Muslim juga menunjukkan ke arah sana. Berdasarkan ini maka tidak dibolehkan beramal dengan hadits dhaif secara mutlak di seluruh bab pada pembahasan agama. Pada kondisi ini dia disebutkan hanya untuk sebagai pendukung. Dan Ibnu Qayyim telah mengisyaratkan kemungkinan dijadikannya hadits dhaif sebagai pentarjih
salah satu dari dua pendapat yang sama kuat.

Maka yang benar adalah bahwa hadits dhaif tidak diamalkan secara mutlak, selagi tidak bisa dipastikan ketetapannya yang bisa dimungkinkan sampai ke derajat hasan lighairihi”.

(Diambil dan diterjemahkan dari www.islamway.com oleh Abu Maryam Abdusshomad)