Ketahuilah apabila shalatnya adalah dua rakaat saja seperti shalat Shubuh dan shalat sunnah, maka tasyahudnya hanya satu. Apabila shalatnya adalah tiga atau empat rakaat, maka padanya terdapat dua tasyahud: Pertama dan kedua. Bagi makmum masbuq, tasyahudnya mungkin tiga, pada shalat Maghrib malah bisa pula empat tasyahud seperti bila dia mendapatkan imam setelah ruku’ pada rakaat kedua, dia mengikutinya pada tasyahud pertama dan kedua, padahal dia hanya mendapatkan satu rakaat, apabila imam salam, maka masbuq bangkit karena itu adalah rakaat keduanya kemudian shalat rakaat ketiga dan bertasyahud di akhirnya.

Apabila dia shalat sunnah, lalu dia berniat melakukannya lebih dari empat rakaat dengan niat melakukan seratus rakaat (Di naskah lain, “Walaupun dia berniat shalat seratus rakaat.” Di naskah yang lain, “Seperti dia berniat shalat seratus rakaat), maka yang dipilih adalah membatasi diri padanya hanya dengan dua tasyahud, lalu dia melakukan dua rakaat dan bertasyahud yang kedua dan salam (Telah diriwayatkan secara shahih tentang sebagian cara shalat malam bahwa Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam shalat sembilan rakaat, beliau tidak duduk tasyahud kecuali pada rakaat ke delapan, tetapi beliau tidak salam tetapi meneruskan kepada rakaat ke sembilan kemudian duduk tasyahud dan salam. Inilah rakaat terbanyak yang shahih dari Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam tanpa tasyahud. Adapun shalat seratus dengan cara di atas, maka aku tidak mengetahui dasarnya dari sunnah Nabi dan tidak pula dari perbuatan Salaf dan prinsip perkara ini dan yang sepertinya adalah [i/]ittiba’ dan cara terbaik adalah tasyahud pada setiap dua rakaat. Wallahu a’lam).

Beberapa orang dari sahabat-sahabat kami ( Di naskah lain, “Sebagian sahabat-sahabat kami berkata.”) berkata, “Tidak boleh menambah lebih dari dua tasyahud dan di antara tasyahud pertama dan kedua tidak boleh lebih dari dua rakaat, di antara keduanya hanya boleh satu rakaat, apabila lebih dari dua tasyahud atau di antara keduanya lebih dari dua rakaat, maka shalatnya batal.” Yang lain berkata, “Boleh bertasyahud di setiap rakaat dan yang lebih shahih adalah dibolehkannya tasyahud pada setiap dua rakaat bukan satu rakaat.” ( Prinsip semua ini adalah ittiba’ dan telah diriwayatkan secara shahih bahwa Nabi a shalat dengan satu dan dua tasyahud dan tidak ada riwayat yang shahih darinya bahwa beliau bertasyahud lebih dari dua dalam satu shalat meskipun shalat tersebut panjang dan tidak pula tasyahud di setiap rakaat. Maka sepatutnya anda mengikuti apa yang shahih dari Nabi karena kebaikan terletak padanya dan segala keburukan terletak pada mencampakkannya dan mengikuti selainnya dari perkara-perkara di mana para fuqaha berselisih dan bertentangan padanya) Wallahu a’lam.

Ketahuilah bahwa tasyahud akhir adalah wajib menurut asy-Syafi’i, Ahmad dan kebanyakan ulama dan sunnah menurut Abu Hanifah dan Malik. Adapun tasyahud pertama, maka ia sunnah menurut asy-Syafi’i, Malik, Abu Hanifah dan kebanyakan ulama dan wajib menurut Ahmad. Seandainya seseorang meninggalkannya, maka shalatnya sah menurut asy-Syafi’i, akan tetapi dia harus sujud sahwi, baik dia meninggalkannya karena lupa atau disengaja (Ketahuilah bahwa tasyahud awal dan akhir adalah wajib tanpa perbedaan di antara keduanya, karena ada dalil-dalil yang mendukungnya. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan keduanya, menjaganya dan tidak meninggalkannya). Wallahu a’lam. Bersambung…….!!!

Sumber: Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Diposting oleh Wandy Hazar S.Pd.I.