setanSetan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Hal ini telah digariskan oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir: 6).

Allah ta’ala juga berfirman, artinya, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. al-Isra: 53).

Setan selalu berusaha untuk menjadikan manusia menjadi pengikutnya menuju neraka, selalu meniupkan rasa was-was, senantiasa mengganggu dan menyesatkan manusia. Allah ta’ala berfirman mengisahkan perkataan iblis, artinya, “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. al-A’raf: 16-17).

Oleh karena itu kita harus senantiasa waspada terhadap tipu daya setan dan kita diperintahkan untuk senantiasa berlindung kepada Allah ta’ala dari gangguan dan godaan setan la’natullah alaih. Dalam syariat meminta perlindungan dari godaan setan dikenal dengan isti’adzah. Berikut penjelasan tentang isti’adzah.

Makna Isti’adzah

Masyarakat lebih sering menyebut kalimat isti’adzah dengan ta’awudz. Isti’adzah adalah membaca salah satu dari lafazh-lafazh isti’adzah atau ta’awwudz tatkala hendak membaca al-Quran atau dalam keadaan tertentu yang seseorang berhajat kepada perlindungan Allah ta’ala dari godaan setan.

Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi rahimahullah berkata bahwa makna isti’adzah adalah, “Aku memohon perlindungan dan penjagaan kepada Allah ta’ala Tuhanku dari setan yang terkutuk agar tidak mengacaukan bacaan al-Qur’anku atau menyesatkanku sehingga aku binasa dan sengsara.”

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Isti’adzah adalah kembali kepada Allah ta’ala dan mendekati-Nya agar dijauhkan dari keburukan segala macam keburukan”

Lafal Isti’adzah

Terdapat beberapa lafal isti’adzah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya;

[sc:BUKA ]أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ[sc:TUTUP ]

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”

Atau dengan lafal,

[sc:BUKA ] أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ العَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ[sc:TUTUP ]

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari godaan setan yang terkutuk, dari kegilaan dan kesombongannya, dan dari bisikan-bisikannya.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Atau dengan lafal lain,

[sc:BUKA ]أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ[sc:TUTUP ]

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari kegilaan dan kesombongannya, dan dari bisikan-bisikannya.”” (lafal-lafal di atas bisa dilihat di: Tafsirul Qur’an al-Azhim oleh Ibnu Katsir v 1/111-113 (Maktabah Syamillah)).

Syariat Isti’adzah

Al-Qur’an memerintahkan kita untuk senantiasa meminta perlindungan kepada Allah ta’ala dari setan. Allah ta’ala berfirman, artinya, “Dan katakanlah: ‘Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.’” (QS. al-Mukminun: 97-98).

Allah ta’ala juga berfirman, artinya, “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlin- dungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat: 36).

Dalam beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga dijelaskan waktu-waktu kita disyariatkan untuk beristi’adzah atau berta’awudz di antaranya yaitu,

1. Hendak membaca al-Qur’an

Allah ta’ala berfirman, artinya, “Apabila kamu membaca al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. an-Nahl: 98).

2. Mengusir gangguan setan saat shalat

Suatu ketika salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Utsman bin Abil Ash radhiyallahu anhu datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya setan telah menghalangi antara aku dan shalatku serta bacaanku, mengacaukan aku,”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

[sc:BUKA ]ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا[sc:TUTUP ]

“Itu adalah setan yang bernama Khinzib, jika engkau merasakannya, maka berlindunglah kepada Allah dari setan tersebut dan meludahlah ke kiri 3 kali.”

Lalu Utsman berkata, “Maka aku melakukan hal tersebut, sehingga Allah menghilangkan hal tersebut dariku.” (HR. Muslim, no. 5868).

3.  Saat meredam amarah

Dalam sebuah hadits disebutkan,

[sc:BUKA ]اسْتَبَّ رَجُلاَنِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ جُلُوسٌ وَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ مُغْضَبًا قَدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ فَقَالُوا لِلرَّجُلِ أَلاَ تَسْمَعُ مَا يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَسْتُ بِمَجْنُونٍ[sc:TUTUP ]

“Suatu ketika ada dua orang saling mencaci di hadapan Nabi shalallahu alaihi wasalam dan kami sedang duduk di samping beliau shalallahu alaihi wasalam. Salah seorang di antaranya sedang mencaci temannya dengan sangat marah dan memerah wajahnya. Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang seandainya dia mengucapkannya, niscaya akan hilang kemarahan yang dirasakannya. Seandainya dia mengatakan, “A’udzu billahi minasy syaithanir rajim” “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”, (maka akan hilang kemarahan yang dirasakannya)”

Para sahabat berkata kepada orang yang marah, “Apakah engkau tidak mendengar apa yang diucapkan Nabi shalallahu alaihi wasalam tadi?” Lelaki yang marah tadi berkata, “Aku tidak gila.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

4. Saat sedang bepergian

Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata, Jika Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bepergian lalu malam tiba, maka beliau berucap,

[sc:BUKA ]يَا أَرْضُ رَبِّى وَرَبُّكِ اللَّهُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّكِ وَشَرِّ مَا فِيكِ وَشَرِّ مَا خُلِقَ فِيكِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَدِبُّ عَلَيْكِ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ أَسَدٍ وَأَسْوَدَ وَمِنَ الْحَيَّةِ وَالْعَقْرَبِ وَمِنْ سَاكِنِ الْبَلَدِ وَمِنْ وَالِدٍ وَمَا وَلَدَ[sc:TUTUP ]

“Wahai bumi, Rabbku dan Rabbmu adalah Allah. Aku berlindung kepada Allah dari keburukanmu, keburukan sesuatu yang ada di dalammu, keburukan sesuatu yang diciptakan di dalammu, dan keburukan sesuatu yang berjalan di permukaanmu. Aku berlindung kepada-Mu dari singa dan yang hitam, dari ular dan kalajengking, dari penghuni negeri, dan dari bapak dan anaknya.” (HR. Abu Dawud dishahihkan oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi).

5. Saat singgah di suatu tempat

Dalam sebuah riwayat disebutkan,

[sc:BUKA ]وَرَوَتْ خَوْلَةُ بِنْتُ حَكِيمٍ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ، حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ[sc:TUTUP ]

Dari Haulah bintu Hakim berkata, Aku mendengar Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda, “Barangsiapa singgah di suatu tempat kemudian berdoa,

“A’udzu bikalimaatillahit Taamati Min Syarri Ma Khalak”

(Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari keburukan sesuatu yang diciptakan)

Maka tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakannya sampai dia beranjak pergi dari persinggahannya itu.” (HR.Muslim).

Demikianlah penjelasan tentang isti’adzah. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishawab. (Redaksi)

[Sumber: Disarikan dari kitab Aisarut Tafasir likalamil ‘Aliyil Kabiir, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi rahimahullah dengan beberapa tambahan dari sumber yang lain]