Konsekuensi amaliah

5- Menyintai sunnah Nabi saw, membelanya dan tidak memperolok-oloknya

Sunnah berarti thariqah, (jalan, riwayat hidup), maka sunnah Rasulullah saw adalah jalan hidup Rasulullah saw yang tertuang dalam sabda, perbuatan dan taqrir (ketetapan) beliau.

Sabda Nabi saw, jika ia berita maka ia wajib dibenarkan, jika ia perintah maka ia wajib dilaksanakan, jika ia larangan maka ia wajib dijauhi. Semua ini telah dipaparkan sebelumnya.

Adapun perbuatan Nabi saw maka ia terbagi menjagi beberapa bagian:

1- Apa yang dilakukan oleh Nabi saw sebagai tuntutan tabiat kemanusiaan, seperti makan, minum, tidur, berbicara, diam dan sebagainya. Bagian ini pada dasarnya tidak berkait dengan hukum, jika pun ia berkait maka itu karena perkara lain. Misalnya makan, Nabi saw makan, makan Nabi saw tidak memiliki hukum karena semua manusia makan sesuai dengan tuntutan tabiatnya sebagai manusia, namun Nabi saw makan dengan basmalah dan dengan tangan kanan. Jadi di sini hukum berkait dengan cara bukan makannya itu sendiri.

2- Apa yang beliau lakukan sesuai dengan tuntutan adat kaumnya seperti sifat (model) pakaian beliau. Bagian ini tidak berbeda dengan sebelumnya.

3- Apa yang dilakukan oleh Nabi saw sebagai khushusiyah, misalnya puasa wishal, nikah lebih dari empat, nikah dengan lafazh hibah dan sebagainya. Bagian ini hanya khusus untuk Nabi saw, umatnya tidak mengikuti beliau. Dan sesuatu tidak dihukumi khusus untuk Nabi saw kecuali jika ada dalil shahih yang menetapkannya, jika tidak maka kembali kepada prinsip bahwa beliau adalah teladan.

4- Apa yang dilakukan oleh Nabi saw sebagai sebuah ibadah, atau dengan kata lain al-fi’lu al-mujarrad, perbuatan Nabi saw murni dalam arti tidak ditunjang dengan sabda beliau. Misalnya, Aisyah ditanya, “Apa yang dilakukan oleh Nabi saw pertama kali jika beliau masuk rumah?â€‌ Aisyah menjawab, “Bersiwak.â€‌ (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa`i dan Ibnu Majah). Misal lain, Nabi saw menyelang-nyeling jenggotnya pada saat wudhu. (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi menshahihkannya).

Bersiwak pada saat masuk rumah dan menyelang-nyeling jenggot pada saat wudhu hanya sekedar perbuatan Nabi saw. Hukum bagian ini adalah istihbab.

5- Apa yang dilakukan oleh Nabi saw dalam rangka menjelaskan ijmal pada ayat atau hadits. Jika yang dijelaskan itu wajib maka perbuatan Nabi saw wajib seperti penjelasan beliau tentang tata-cara shalat, penjelasan beliau tentang nishab harta zakat, penjelasan beliau tentang tata-cara manasik haji dan sebagainya.

Jika yang dijelaskan bersifat mandub, dianjurkan maka perbuatan Nabi saw adalah mandub. Misalnya Nabi saw shalat di belakang maqam Ibrahim dua rakaat setelah Thawaf seraya membaca ayat, “Dan jadikanlah maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.â€‌(Al-Baqarah: 125).

Adapun taqrir beliau atas sesuatu maka ia merupakan dalil dibolehkannya sesuatu itu dalam bentuk sebagaimana Nabi saw menetapkannya, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Yang pertama seperti taqrir Nabi saw atas jawaban seorang hamba sahaya wanita ketika beliau bertanya kepadanya, “Di mana Allah?â€‌ Dia menjawab, “Di langit.â€‌ (HR. Muslim).

Yang kedua misalnya taqrir beliau atas perbuatan seorang pemimpin pasukan yang selalu menutup bacaan shalatnya dengan surat al-Ikhlas. Maka Nabi saw bersabda, “Tanyakan kepadanya untuk apa dia melakukannya?â€‌ Maka orang-orang bertanya kepadanya, dia menjawab, “Sebab ia adalah sifat ar-Rahman, aku suka membacanya.â€‌ Maka Nabi saw bersabda, “Sampaikan kepadanya bahwa Allah menyintainya.â€‌ (Muttafaq alaihi).

Juga taqrir Nabi saw atas perbuatan Amru bin al-Ash yang shalat Shubuh sebagai imam dengan tayamum padahal dia junub dengan alasan dinginnya udara yang jika dia mandi dikhawatirkan mencelakakan dirinya. (HR. Abu Dawud).

Contoh taqrir Nabi saw atas perbuatan sahabat pada zaman beliau berjumlah banyak, ia diriwayatkan dalam kitab-kitab sunnah. Di sini penulis menyinggung beberapa sebatas sebagai contoh.

Adapun apa yang terjadi pada zaman Nabi saw namun beliau tidak mengetahui maka ia tidak dinisbatkan kepada beliau, hanya saja ia adalah hujjah karena taqrir dari Allah Ta’ala. Misalnya masalah â€کazl (membuang sperma di luar). Jabir berkata, “Kami melakukan â€کazl sedangkan al-Qur`an turun.â€‌ (Muttafaq alaihi). Muslim menambahkan, Sufyan berkata, “Seandainya ia dilarang niscaya al-Qur`an telah melarangnya.â€‌

Di antara perkara yang menunjukkan bahwa taqrir Allah adalah hujjah, bahwa perbuatan orang-orang munafik dan orang-orang Yahudi pada saat itu yang dilakukan oleh di belakang Nabi saw dan Nabi saw tidak mengetahuinya, Allah membongkar, mengingkari dan mencelanya. Ini berarti jika tidak ada pengingkaran maka ia boleh. Wallahu a’lam.

Selanjutnya seorang muslim harus menyintai sunnah Rasulullah saw dengan mengamalkannya dalam kehidupannya, menyintai orang-orang yang mengamalkannya, membela sunnah beliau di hadapan orang-orang yang berusaha mematikan, meminggirkan dan menyepelekannya dengan tangan, lisan dan minimal hati, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dan penulis telah menyebutkan teladan para sahabat dalam masalah membela sunnah Nabi saw.

Termasuk perkara penting dalam masalah ini adalah hendaknya seorang muslim tidak memperolok-olok sunnah Nabi saw walaupun hanya sebatas bercanda atau bergurau, sebab perbuatan tersebut merupakan kekufuran.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, â€کSesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, â€کApakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.â€‌ (At-Taubah: 65-66).

Beberapa kalangan mufassirin seperti Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim, Ibnu Katsir dan lainnya menyebutkan hadits dari Ibnu Umar, Muhammad bin Kaab dan Zaid bin Aslam yang intinya seperti ini.

Dalam perang Tabuk seorang laki-laki berkata, “Kami belum pernah melihat orang-orang seperti para pembaca al-Qur`an itu, mereka adalah orang-orang yang paling buncit perutnya, paling dusta perkataannya dan paling pengecut dalam peperangan.â€‌ Yang dia maksud adalah Rasulullah saw dan para sahabat yang ahli al-Qur`an. Maka Auf bin Malik berkata kepada orang itu, “Dasar pembual, omong kosong. Justru kamu adalah orang munafik. Aku pasti melaporkan hal ini kepada Nabi saw.â€‌ Maka Auf berangkat untuk menyampaikan hal itu kepada Nabi saw, namun sebelum ia sampai kepada Nabi saw wahyu al-Qur`an telah turun kepada beliau. Dan ketika orang yang berkata tersebut tiba di depan Nabi saw, beliau meninggalkannya dan menaiki kendaraannya. Orang itu berkata kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, sungguh kami hanya bersenda-gurau dan berbicara layaknya orang-orang yang melakukan perjalan jauh untuk mengisi waktu dalam perjalanan.â€‌ Ibnu Umar berkata, “Aku melihatnya berpegang kepada tali pelana unta Rasulullah saw, sedangkan kedua kakinya terantuk batu dan dia terus mengulangi kata-katanya, “Sebenarnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main.â€‌ Maka Rasulullah saw bersabda kepadanya, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya kamu selalu berolok-olok?â€‌ Beliau hanya mengucapkan itu tidak lebih.â€‌ Wallahu a’lam.